Pekerja Sektor Kelistrikan Desak Pemerintah Batalkan Omnibus Law

Selasa, 06 Oktober 2020 - 23:35 WIB
loading...
Pekerja Sektor Kelistrikan Desak Pemerintah Batalkan Omnibus Law
Serikat pekerja dan buruh di sektor ketenagalistrikan kecewa pada Pemerintah dan DPR RI yang mengesahkan omnibus law RUU Cipta Kerja menjadi undang-undang. SINDOnews/Komaruddin Bagja Arjawinangun
A A A
JAKARTA - Serikat pekerja dan buruh di sektor ketenagalistrikan kecewa dengan sikap Pemerintah dan DPR RI yang mengesahkan omnibus law RUU Cipta Kerja menjadi undang-undang dalam sidang paripurna, Senin (5/10/2020). Serikat pekerja dan buruh di sektor kelistrikan, seperti SP PLN Persero, PP Indonesia Power, SP PJB, SPEE-FSPMI, dan Serbuk Indonesia, menilai DPR RI seperti “kejar setoran” terburu-buru mengesahkan UU Cipta Kerja.

Ketua Umum PPIP PS Kuncoro menyampaikan, Omnibus Law berpotensi melanggar tafsir konstitusi, terutama dalam Subklaster Ketenagalistrikan. Di mana putusan MK No 111/PUU-XIII/2015, tidak digunakan sebagai rujukan pada UU Cipta Kerja. (Baca juga; Temui Airin, Buruh Serahkan 9 Petisi dan Ancam Gugat UU Cipta Kerja ke MK )

Hal ini akan mengakibatkan adanya pelanggaran Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 33 ayat (2), di mana tenaga listrik yang merupakan cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak tidak lagi dikuasai negara. Pada ujungnya berpotensi akan mengakibatkan kenaikan tarif listrik ke masyarakat.

“Kami sudah berkali-kali menyampaikan kepada pihak-pihak terkait akan dampak buruk yang ditimbulkan jika omnibus law dilakukan. Tetapi aspirasi dan masukan yang kami sampaikan hanya masuk telinga kiri dan keluar telinga tangan. Sebelumnya Para Wakil Rakyat telah berjanji akan menjadikan putusan MK sebagai pegangan dalam penyusunan UU Cipta Kerja, tapi nyatanya dalam pembahasan Subklaster Ketenagalistrikan janji tersebut terlupakan, ” tegasnya di Jakarta, Selasa (6/10/2020).

Hal nyata dari omnibus law yang paling mengancam sektor ketenagalistrikan di Indonesia adalah:

1. Peran DPR yang dihapuskan adalah hak dalam konsultansi Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) yang mengakibatkan:

a. Aspirasi masyarakat dan peran masyarakat dalam pembangunan ketenagalistrikan nasional, tidak tersalurkan sehingga perencanaan-perancanaan ketenagalistrikan berpotensi hanya untuk kepentingan dan keuntungan bagi pihak-pihak tertentu

b.RUKN sangan berperan penting penentuan harga listrik karena terkait dengan jenis energi primer yang digunakan dalam pembangkit tenaga listrik, karena harga listrik ditentukan 70% daribl jenis energi primernya. Oleh karena itu campur tangan para wakil tangan dalam kebijakan energi primer menjadi sangat penting dalam Pembahasan RUKN. Pada ujungnya tarif listrik akan berdampak juga terhadap ekonomi masyarakat.

c.Inti dari dihapusnya peran DPR dalam konsultansi Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional menyalahi prinsip check and balance dalam melaksanakan kegiatan bernegara di Indonesia

2.Kembali dimasukkannya Pasal 10 Ayat (2) terkait Unbundling sektor pembangkitan, transmisi, distribusi, dan penjualan juga Pasal 11 Ayat (1) yang memperbolehkan badan usaha swasta dalam penyediaan listrik untuk kepentingan mengakibatkan:
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2140 seconds (0.1#10.140)