Pakar: Meski Depresi, Pelaku Perobekan Alquran Tak Bisa Dapat Dispensasi Hukum

Kamis, 01 Oktober 2020 - 13:44 WIB
loading...
Pakar: Meski Depresi, Pelaku Perobekan Alquran Tak Bisa Dapat Dispensasi Hukum
Satrio (18) pelaku vandalisme dan perobekan Alquran di Musala Darussalam, Kabupaten Tangerang, yang dinyatakan polisi mengidap depresi tidak bisa mendapatkan dispensasi hukum.Foto/SINDOnews/Dok
A A A
TANGERANG - Satrio (18) pelaku vandalisme dan perobekan Alquran di Musala Darussalam , Perumahan Villa Tangerang Elok, Kabupaten Tangerang , yang dinyatakan polisi mengidap depresi tidak bisa mendapatkan dispensasi hukum. Pasalnya, depresi bukan tipe gangguan jiwa yang bisa mendapatkan dispensasi hukum.

Hal itu diungkap pakar Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel. Menurut dia, penanganan kasus vandalisme musala di Kabupaten Tangerang, harus dilakukan secara lebih menyeluruh. Sehingga, kepercayaan publik terhadap polisi bisa kembali.

Terutama di dalam penanganan kasus-kasus vandal dan penyerangan terhadap para tokoh agama dan ulama yang sering menguap begitu saja di tangan polisi."Kata polisi, pelaku depresi. Depresi bukan tipe gangguan jiwa yang bisa mendapatkan dispensasi hukum," kata Reza kepada SINDOnews, di Serpong, Kamis (1/10/2020).

Reza menuturkan, jika benar pelaku vandalisme itu mengalami depresi, harus dicari tahu penyebab depresinya itu. Juga jangan dilupa, bahwa orang yang bertanggung jawab menjaga S juga harus bertanggung jawab. (Baca: Pelaku Vandalisme Musala di Tangerang Diduga Depresi, Ini Penjelasan Psikolog Forensik)

"Pihak yang bertanggung jawab menjaga orang yang mengalami gangguan jiwa, tetapi lalai, sehingga orang sakit jiwa itu berkeliaran, apalagi membahayakan orang lain dan lingkungan, bisa dikenai pidana," ujarnya. Terkait dengan dugaan depresi yang sedang dialami S, lanjut Reza, hal itu sangat berbahaya jika benar. Karena, puncak dari perilaku depresi bisa sampai pada bunuh diri.

"Hanya sepertiga pengidap depresi yang mendemonstrasikan amarah hebat secara tiba-tiba. Depresi, karena lebih berasosiasi dengan kesedihan dan keputusasaan yang mendalam, kerap disebut para ilmuwan sebagai gerbang bunuh diri," jelas Reza.

Saat ini, S ditahan di Polrestra Tangerang Kabupaten. Pihak kepolisian pun diminta melakukan penjagaan kepada S secara ketat, sehingga bisa terhindar dari hal-hal buruk. "Jangan sampai terjadi perbuatan fatal, di dalam ruang tahanan yang membuat kasus berhenti di kantor polisi. Penanganan hukum atas kasus di Tangerang akan bisa sedikit banyak mendongkrak kepercayaan publik pada otoritas penegakan hukum," paparnya.

Dengan banyaknya kasus vandalisme dan penyerangan terhadap ulama, serta tokoh agama yang tidak jelas, kadung membuat publik skeptis dengan kinerja pihak kepolisian.
(hab)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1372 seconds (0.1#10.140)