Pemprov Jabar Ogah Mengakui Kemenangan Marzuki sebagai Wabup Bekasi

Kamis, 19 Maret 2020 - 09:03 WIB
Pemprov Jabar Ogah Mengakui...
Pemprov Jabar Ogah Mengakui Kemenangan Marzuki sebagai Wabup Bekasi
A A A
BEKASI - Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Pemprov Jabar) tidak mengakui kemenangan Ahmad Marzuki dalam pemilihan wakil bupati Bekasi sisa masa jabatan 2017–2022 yang digelar di Gedung DPRD Kabupaten Bekasi kemarin.

Dalam proses pemilihan, Marzuki menang telak dari rivalnya, Tuti Nurcholifah Yasin. Dari total 50 anggota, hanya 40 yang hadir, sementara sisanya yang mayoritas Fraksi Partai Golkar tidak hadir. Itu artinya, 40 anggota dewan mutlak memberikan hak suaranya kepada pria yang pernah mencalonkan diri menjadi bupati Karawang dari PDIP pada 2015.

Pemilihan wabup juga janggal. Pasalnya, hajatan besar tersebut tidak dihadiri Forum Komunikasi dan Pimpinan Daerah (Forkopimda) seperti bupati, kapolres, kejari, dandim, termasuk para kepala satuan perangkat daerah dan struktur tingkat kecamatan/kelurahan di Kabupaten Bekasi.

Kepala Bagian Tata Pemerintahan Provinsi Jawa Barat Dedi Mulyadi mengatakan, Pemprov Jabar tidak merekomendasikan pemilihan wakil bupati Bekasi digelar Rabu (18/3) kemarin. “Laporan itu pasti dilakukan DPRD karena untuk pelantikan pasti ke provinsi. Namun sebelum itu kami akan mengkaji laporan dan tetap sesuai ketentuan undang-undang,” tegasnya. (Baca: Tanpa Dihadiri Bupati dan Dua Fraksi, Pemilihan Wabup Bekasi Tetap Digelar)

Pemprov Jabar sebelumnya menerbitkan surat pada 13 Maret 2020 yang meminta agar pemilihan wabup Bekasi yang digelar Rabu (18/3/2020) dibatalkan karena terdapat sejumlah kejanggalan dan melanggar aturan. Di antaranya rekomendasi nama calon wakil bupati harus dikeluarkan parpol tingkat DPP dan diserahkan melalui bupati.

Direktur Fasilitasi Kepala Daerah, DPRD dan Hubungan antar Lembaga (FKDH) Direktorat Jenderal Otonomi Daerah (Otda) Kementerian Dalam Negeri Budi Santoso menilai, pemilihan yang dilakukan DPRD Kabupaten Bekasi tidak memiliki izin dari pemerintah. ”Ini menjadi preseden buruk bagi Bekasi, bagi segi kepentingan umum ataupun perjalanan demokrasi,” katanya.

Melihat hal itu, kata dia, Kemendagri berpendapat bahwa DPRD Kabupaten Bekasi sangat keras kepala tanpa mengindahkan aturan yang sudah ada. Padahal, surat yang diterima Pemprov Jawa Barat nomor 131/1/1536/pemkim tertanggal 13 Maret 2020, meminta Kabupaten Bekasi untuk segera menunda pemilihan sebab ada persyaratan yang belum terpenuhi. “Memang DPRD Kabupaten Bekasi keras kepala. Susah ya, harusnya mereka tahu mekanisme aturannya,” tegasnya.

Menurut dia, proses pemilihan seharusnya berjalan sesuai aturan agar tidak menjadi preseden buruk bagi keberlangsungan pemerintah di Kabupaten Bekasi. Sekarang ini, hasilnya inkonstitusional.

Ketua Panitia Pemilihan Wabup Bekasi Mustakim mengatakan, sesuai tata tertib, anggota DPRD yang tidak hadir, hak suaranya tidak bisa diwakili dan itu artinya suara mereka hangus. “Hasilnya, calon nomor urut satu yakni Ahmad Marzuki mendapatkan 40 suara. Adapun nomor dua Tuti Yasin 0 suara. Dengan demikian, pemilihan Wabup Bekasi dimenangkan Ahmad Marzuki,” ungkap Mustakim.

Mustakim mengklaim pemilihan wabup Bekasi sah dan sudah sesuai aturan perundang-undangan. “Pemilihan wabup Bekasi ini sudah berdasarkan undang-undang,” klaimnya. (Baca juga: Bila Dipaksakan Pemilihan Wakil Bupati Bekasi Dinilai Inkonstitusional)

Ketua Fraksi Golkar DPRD Kabupaten Bekasi Asep Surya Atmadja mengatakan, paripurna pemilihan wabup tak ubahnya seperti dagelan dan penuh rekayasa. Oleh sebab itu, seluruh anggota dewan dari Fraksi Golkar memutuskan untuk tidak hadir karena sejak awal inkonstitusional.

“Partai Golkar adalah partai yang mengusung pasangan Bupati dan Wakil Bupati Bekasi, keduanya merupakan kader dari partai kami. Namun, Fraksi Golkar tidak diberi ruang untuk berbicara. Bahkan, panitia malah bekerja lebih cepat dari partai pengusung. Kok jadi mereka yang lebih repot dari kami, ada apa dengan panitia?,” katanya.

Menurut dia, berdasarkan Peraturan DPRD Kabupaten Bekasi No 2/2019, Pasal 42 secara jelas disebutkan dokumen persyaratan calon wakil bupati Bekasi harus terpenuhi dan harus diverifikasi. Namun kedua calon wakil bupati tersebut belum sama sekali menyerahkan dokumen persyaratan.

"Dokumen saja belum diserahkan dan diverifikasi kok ujug-ujug ditetapkan. Padahal dalam dokumen persyaratan itu ada surat pernyataan, tes kesehatan, tes BNN, SKCK, dan lainnya,” ungkapnya.

Sejumlah elemen masyarakat dari kalangan mahasiswa dan LSM mengecam pelaksanaan pemilihan wabup Bekasi dengan menggelar aksi di Kompleks Kantor Pemerintah Kabupaten Bekasi. Mereka menuding 90% DPRD Kabupaten Bekasi telah melanggar undang-undang. “Mahasiswa menilai panitia hanya 'politik dagang sapi' atau jual-beli jabatan untuk kepentingan sesaat,” kata Ketua BEM FT Universitas Pelita Bangsa Fakhri Pengetsu.

Ketua BEM Universitas Mitra Karya Yusril juga menyoroti anggaran yang dipergunakan untuk proses pengisian kekosongan kursi wabup Bekasi. "Panitia pertama dibentuk pada 17 Juni 2019 tanpa hasil, panitia kedua dibentuk tanggal 8 November 2019 juga tanpa hasil. Saya akan menyurati BPK RI untuk mengaudit dengan akuntabel," imbuhnya. (Abdullah M Surjaya)
(ysw)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6297 seconds (0.1#10.140)