Langgar Kode Etik soal Lem Aibon, BK Sanksi Politikus PSI William Aditya

Jum'at, 29 November 2019 - 18:03 WIB
Langgar Kode Etik soal Lem Aibon, BK Sanksi Politikus PSI William Aditya
Langgar Kode Etik soal Lem Aibon, BK Sanksi Politikus PSI William Aditya
A A A
JAKARTA - Badan Kehormatan (BK) DPRD DKI Jakarta memberikan sanksi kepada anggota Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) William Aditya lantarah memposting dokumen Kebijakan Umum Anggaran-Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) RAPBD 2020 ke media sosial. Cuitan William soal lem aibon senilai Rp82,8 miliar dinilai melanggar kode etik.

Ketua BK DPRD DKI Jakarta Achmad Nawawi mengatakan, berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan beberapa hari lalu, William terbukti melakukan pelanggar kode etik, tetapi sifatnya ringan. "Hanya kesalahan ringan, sifatnya teguran," ujar Achmad Nawawi saat dihubungi, Jumat (29/11/2019).

Nawawi menjelaskan, William mengunggah dokumen KUA-PPAS berisi kegiatan lem aibon senilai Rp82,8 miliar di luar tugasnya sebagai anggota Komisi A DPRD DKI Jakarta. Dokumen yang diungkap itu sedianya dibahas di Komisi E DPRD DKI. Jadi idealnya dokumen itu diungkap oleh anggota Dewan lain yang berada di Komisi E

Meski berstatus sebagai anggota DPRD, kata Nawawi, William harus tetap menjaga dan menghormati tugas dari masing-masing komisi. Misalnya William yang bertugas di Komisi A, fokus mengurusi bidang pemerintahan seperti kepegawaian, ketenteraman, hukum, kependudukan dan sebagainya.

"Selain itu, dokumen yang diunggah itu baru sebatas model atau dummy dari Dinas Pendidikan DKI Jakarta yang akan dibahas di Komisi E DPRD DKI Jakarta. Idealnya, dokumen itu dibahas saat rapat KUA-PPAS antara eksekutif dengan legislatif," jelasnya.

Nawawi menyebut bahwa sembilan anggota BK DPRD DKI Jakarta sebetulnya mengapresiasi sikap kritis yang dilakukan William. Sikap kritis itu diperlukan agar kebijakan yang dikeluarkan Pemprov DKI Jakarta tepat sasaran, sehingga berdampak positif bagi masyarakat.

Hanya saja, Nawawi mengingatkan, posisi DPRD DKI Jakarta sejajar dengan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta. Mereka merupakan mitra kerja dalam menjalankan roda pemerintahan daerah, sehingga diperlukan koordinasi yang baik dalam melayani masyarakat. Hal ini sesuai dengan Keputusan DPRD DKI Jakarta Nomor 34 tahun 2006 tentang Kode Etik DPRD DKI Jakarta.

"Anggota Dewan itu tugasnya mengawasi ya wajib kritis kalau ada program yang tidak pro rakyat. Tapi harus sesuai aturan," ungkapnya.

Hari ini, Jumat (29/11), Nawawi menyatakan bahwa BK DPRD DKI Jakarta telah menyerahkan berkas pemeriksaan William dari Fraksi PSI ini kepada Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi. "Nanti Ketua yang menyampaikan sanksi tersebut. Proses pemeriksaan sudah selesai," katanya.

Diketahui, Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Maju Kotanya Bahagia Warganya (Mat Bagan), Sugiyanto (51) melaporkan William ke BK DPRD DKI Jakarta pada Senin (4/11/2019) lalu. William diduga melanggar kode etik karena mengunggah dokumen KUA-PPAS ke media sosial Twitter.

Meski dokumen itu milik publik, namun upaya yang dilakukan itu dianggap tidak etis karena dokumen tersebut belum dibahas dalam forum resmi antara eksekutif dengan legislatif. “Sebagai anggota Dewan yang memiliki hak bertanya kepada mitra kerjanya Pemprov DKI Jakarta, harusnya kesempatan bertanya itu digunakan di forum rapat komisi atau badan anggaran (banggar),” kata Sugiyanto

Sementara, Wakil Ketua Fraksi PSI DPRD DKI Jakarta, Justin Adrian Untayana, mengatakan, sanksi yang diberikan kepada William bisa mempersempit ruang gerak Dewan yang memiliki fungsi sebagai pengawas pemerintah, dan wajib bersikap kritis terhadap setiap kebijakan yang dibuat sehingga tepat sasaran bagi masyarakat.

"Sanksi ini dapat menjadi angin segar bagi eksekutif untuk tidak mempublikasikan dokumen KUA-PPAS di tahun berikutnya kepada publik. Padahal uang yang dikelola ini adalah milik masyarakat Jakarta, sehingga mereka wajib mengetahui aliran dana itu," jelasnya.

Justin menilai bahwa sikap yang dilakukan William bukanlah kebohongan publik, melainkan fakta. Sebab diakui sendiri oleh Suku Dinas Pendidikan Wilayah 1 Jakarta Barat. Selain itu, informasi KUA-PPAS tidak termasuk informasi yang dirahasiakan kepada publik. Hal ini sebagaimana diatur UU Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

"Tentu secara hukum dan aturan tidak ada pelanggaran yang dilakukan, dan atas suatu pelanggaran tidak dapat justifikasi dengan interpretasi secara analogis," tukasnya.
(thm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4965 seconds (0.1#10.140)