Pergub Nomor 259/2015 Diubah, Pemprov DKI Diminta Evaluasi Kenaikan NJOP

Senin, 22 April 2019 - 22:33 WIB
Pergub Nomor 259/2015 Diubah, Pemprov DKI Diminta Evaluasi Kenaikan NJOP
Pergub Nomor 259/2015 Diubah, Pemprov DKI Diminta Evaluasi Kenaikan NJOP
A A A
JAKARTA - Pemprov DKI Jakarta merubah Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 259/2015 tentang Pembebasan atas Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) atas Rumah, Rumah Rusun Sederhana Sewa dan Rumah Susun Sederhana Milik dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) sampai dengan Rp1 miliar menjadi Pergub Nomor 38/2019. Dengan Pergub Nomor 38/2019 itu, maka pembebasan PBB-P2 tidak lagi berlaku bagi objek pajak karena peralihan hak kepemilikan dan berubah fungsi.

Anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta, Bestari Barus, menuturkan, kebijakan menghapus atau memberlakukan kembali PBB-P2 bagi objek pajak yang baralih kepemilikan dan berubah fungsi dengan nilai NJOP di bawah Rp1 miliar merupakan kewenangan Gubernur DKI Jakarta. Namun, Pemprov DKI harus mengevaluasi terlebih dahulu kenaikan NJOP di wilayah yang terdampak.

Menurut dia, banyak pemilik rumah atau lahan yang sudah pensiun atau mengalami kesulitan ekonomi dan sebagainya untuk membayar PBB. Kondisi ini pada akhirnya membuat masyarakat terbebani untuk membayar PBB.

"Dampak dari kenaikan NJOP itukan menaikkan pembayaran PBB. Ini harus diinventarisir dahulu. Pensiunan dan warga berpenghasilan rendah itukan ada kekhususan," uja Bestari, Senin (22/4/2019). (Baca juga: Penghapusan Bebas PBB di Jakarta Tunggu Pendataan Ulang Bangunan)

Politisi Partai NasDem itu berharap agar hasil dari pendapatan kenaikan PBB dapat dialokasikan ke masyarakat sekitar wilayah yang mengalami kenaikan. Sehingga warga atau wajib pajak merasakan dampaknya.

"Kami harap pemerintah daerah mengalokasikan di wilayah mana pajak dipungut. Jangan sampai terjadi ketimpangan, dialokasikan ke tempat lain. Itu harus berkeadilan. Warga mau bayar pajak apabila ada dampak yang dirasakan," ungkapnya. (Baca juga: Anies Janji Gratiskan PBB untuk Keluarga Veteran di Jakarta)

Sementara itu, pengamat perkotaan Universitas Trisakti, Nirwono Joga, meminta Pemrpov DKI mengevaluasi kembali kenaikan NJOP dan harus ditinjau ulang sesuai dengan peruntukan tata ruang.

Menurut dia, kenaikan NJOP tidak bisa dilihat dari kawasan yang sudah terkenal elite kemudian dibuat mahal, seperti Menteng dan Kebayoran. Sebab warganya banyak yang sudah pensiun, sehingga tidak mampu membayar PBB dan terpaksa menjual bangunannya, kemudian yang membeli pengusaha.

"Akibatnya, setelah dibeli rumah tersebut diubah jadi empat usaha kafe, restoran, dan lain-lain. Jangan sampai karena NJOP yang tinggi sehingga fungsi bangunan berubah dan kawasan peruntukan jadi berubah," tandasnya.

Nirwono juga menyoroti hasil penggunaan pajak, dimana pengunaannya harus fokus untuk penanganan masalah utama, seperti penataan kampung kumuh, peremajaan kawasan terpadu, relokasi warga bantaran sungai/situ/waduk, pembangunan rusunawa di kawasann terpadu, subsidi biaya pendidikan dan kesehatan, lansia, anak-anak, dan penyandang disabilitas.
(thm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4408 seconds (0.1#10.140)