Kepala SMAN 65 Jakarta Jelaskan Duduk Perkara Petisi Desakan Mundur oleh Guru
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kepala SMA 65 Jakarta Indramojo angkat bicara mengenai desakan agar dirinya diganti. Desakan itu gegara ucapannya ke murid soal belajar adalah menghafal.
Indramojo menjelaslan, desakan penggantian dirinya muncul bermula dari pembelian karpet untuk masjid oleh guru Abdulrohman. Pengadaan itu tidak dianggarkan di BOP dan dana BOS sekolah.
“Padahal kalau dianggarkan itu bisa, dia adakan sendiri entah dari toko mana, dia bawa ke sekolah kemudian sekolah membayar itu,” katanya kepada wartawan, Jumat (7/6/2024).
Karena tidak masuk ke perencanaan, maka ia bersama guru-guru lain akhirnya melakukan rapat bersama. Disepakatilah oleh para guru agar secara ikhlas iuran untuk mengganti uang pembelian karpet. Pelunasan dan penyelesaian ke pihak toko pun berjalan dengan baik.
“Padahal kalau itu dimasukan ke pembelian belanja sekolah BOP dan BOS bisa itu, sangat disayangkan. Saya tegur beliau, Pak Abdulrohman kurang pas penerimaannya, akhirnya menggalang teman-teman guru untuk ya untuk melakukan petisi,” ujarnya.
Sebagai kepala sekolah, Indra juga membantah melakukan hal dituduhkan seperti dalam petisi. Sebagai guru, ia adalah cerminan keluarga dan anak-anak di rumah. Ia bahkan menganggap setiap murid di SMAN 65 sebagai anak kandung sendiri.
“Saya menganggap anak-anak sekolah sebagai anak kandung saya, saya perlakukan sama. Misalnya pembelajaran di rumah cara belajar itu saya sampaikan,” paparnya.
Kedua, soal ucapannya ke anak murid bahwa belajar adalah menghafal itu juga dianggap ada kesalahpahaman. Ia membahas seperti itu agar bisa dipahami oleh para murid.
Prinsipnya, ia ingin murid menginternalisasi dan mememorikan setiap pelajaran ke dalam ingatan. “Jadi di dalam otak mememorikan, kalau bahasa saya ke peserta didik ya menghapal. Jadi ada salah paham,” imbuhnya.
Ada juga kekeliruan soal ia yang berharap murid SMAN 65 melanjutkan ke perguruan tinggi negeri atau sekolah kedinasan. Permohonannya kepada para siswa mengenai itu semata-mata karena ia menganggap siswa sebagai anak kandung.
Indramojo menjelaslan, desakan penggantian dirinya muncul bermula dari pembelian karpet untuk masjid oleh guru Abdulrohman. Pengadaan itu tidak dianggarkan di BOP dan dana BOS sekolah.
“Padahal kalau dianggarkan itu bisa, dia adakan sendiri entah dari toko mana, dia bawa ke sekolah kemudian sekolah membayar itu,” katanya kepada wartawan, Jumat (7/6/2024).
Karena tidak masuk ke perencanaan, maka ia bersama guru-guru lain akhirnya melakukan rapat bersama. Disepakatilah oleh para guru agar secara ikhlas iuran untuk mengganti uang pembelian karpet. Pelunasan dan penyelesaian ke pihak toko pun berjalan dengan baik.
“Padahal kalau itu dimasukan ke pembelian belanja sekolah BOP dan BOS bisa itu, sangat disayangkan. Saya tegur beliau, Pak Abdulrohman kurang pas penerimaannya, akhirnya menggalang teman-teman guru untuk ya untuk melakukan petisi,” ujarnya.
Sebagai kepala sekolah, Indra juga membantah melakukan hal dituduhkan seperti dalam petisi. Sebagai guru, ia adalah cerminan keluarga dan anak-anak di rumah. Ia bahkan menganggap setiap murid di SMAN 65 sebagai anak kandung sendiri.
“Saya menganggap anak-anak sekolah sebagai anak kandung saya, saya perlakukan sama. Misalnya pembelajaran di rumah cara belajar itu saya sampaikan,” paparnya.
Kedua, soal ucapannya ke anak murid bahwa belajar adalah menghafal itu juga dianggap ada kesalahpahaman. Ia membahas seperti itu agar bisa dipahami oleh para murid.
Prinsipnya, ia ingin murid menginternalisasi dan mememorikan setiap pelajaran ke dalam ingatan. “Jadi di dalam otak mememorikan, kalau bahasa saya ke peserta didik ya menghapal. Jadi ada salah paham,” imbuhnya.
Ada juga kekeliruan soal ia yang berharap murid SMAN 65 melanjutkan ke perguruan tinggi negeri atau sekolah kedinasan. Permohonannya kepada para siswa mengenai itu semata-mata karena ia menganggap siswa sebagai anak kandung.