Dibangun Tahun 1970-an, Ribuan Gedung SDN di Bogor Sebagian Besar Rusak
A
A
A
BOGOR - Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Bogor menyatakan sebanyak 1.543 Sekolah Dasar Negeri (SDN) sebagian besar dalam kondisi rusak. Bangunan sekolah tersebut dalam kondisi rusak karena faktor usia lantaran dibangun pada masa era SD Instruksi Presiden (Pnpres) tahun 1970-1980-an.
"Untuk SDN saja kan kita ada sebanyak 1.543 sekolah dengan ruang kelas sekitar 12.000. Nah itu, hampir semuanya rusak karena dibangun pada masa inpres dulu,” ungkap Kepala Disdik Kabupaten Bogor, TB Luthfie Syam pada Jumat (15/3/2019).
Lutfhie mengkhawatirkan, sekolah yang saat ini dalam kondisi rusak ringan dan sedang akan menjadi rusak berat, jika kemudian hari tak segera diatasi. Terlebih kondisi alam dan cuaca di Bogor tak menentu.
"Namun kita prediksi bangunan sekolah itu bisa bertahan hingga 10 tahun sebelum rusak kembali. Maka dari itu, dalam waktu dekat sekolah yang sekarang rusak ringan atau sedang akan diperbaiki secara bertahap juga," ujarnya.
Pada tahun ini hingga 2020 mendatang, lanjut Lutfhie, Disdik menargetkan akan memperbaiki 900 ruang kelas yang kondisinya rusak berat. Itu dengan asumsi, pihaknya merehabilitasi setiap tahunnya 300-400 ruang kelas.
"Untuk membenahi satu unit yang berisikan tiga ruang kelas rusak berat, membutuhkan biaya sekitar Rp600 juta. Kalau pakai APBD saja kita bisa merehabilitasi 300-400 ruang kelas yang rusak berat itu. Tapi jika ditambah DAK bisa sampai 500-an," tuturnya.
Sebelumnya, pada awal 2019 ini bangunan SDN Neglasari V di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor atapnya ambruk. Meski tak ada korban jiwa, namun akibat kejadian itu membuat puluhan siswa SDN V Neglasari sempat diliburkan selama dua hari.
Plt Kepala SDN V Neglasari, Mirta mengatakan, kegiatan belajar mengajar sempat diliburkan sebagai upaya antisipasi terjadinya peristiwa serupa yang bisa menimbulkan korban."Sebab bagian atap bangunan lainnya juga rawan ambruk. Dari tujuh ruang kelas yang dimiliki sekolah, tiga di antaranya ambruk," katanya.
Menurutnya, ruangan yang ambruk itu biasa digunakan siswa kelas I A/B dan digunakan juga untuk kelas III A, Kelas II A/B sekaligus untuk kelas IIIB, serta kelas V A/B. Tak hanya itu, satu ruang guru juga mengalami kejadian serupa. Material bangunan menimpa buku, dokumen, sarana dan prasarana sekolah.
Agar tidak menghambat kegiatan belajar mengajar siswa, pihak sekolah menyiasatinya dengan menggunakan sistem belajar double shift.
"Bahkan kita sempat menyiasati jika empat ruang kelas masih tidak memungkinan untuk kegiatan belajar mengajar bagi 12 rombongan belajar, sementara mengungsi di Kantor Unit Pelayanan Teknis (UPT) Pendidikan Dramaga yang letaknya tak jauh dari sekolah," tuturnya.
Sebelum kejadian, sekolah yang berlokasi di Kampung Kaum, Desa Neglasari, Kecamatan Dramaga ini, menurutnya memang sudah kekurangan ruang kelas, yaitu hanya memiliki tujuh ruang kelas. Tujuh ruangan digunakan untuk menampung 12 rombongan belajar (rombel) atau sebanyak 418 murid. Sehingga siswa-siswi terpaksa belajar berhimpitan.
"Karena kekurangan ruangan, satu ruang kelas dipakai untuk dua rombel. Setelah kejadian makin kekurangan ruang kelas. Semoga tahun ini Pemkab Bogor bisa memperbaiki atau membangun ruang kelas yang atapnya ambruk kemarin," harapnya.
Sementara itu, Ketua Komisi IV DPRD Kabupaten Bogor, Wasto Sumarno untuk mengatasi agar tidak semakin bertambahnya jumlah ruang kelas rusak yang harus diperbaiki, Pemkab harus memasukkan perbaikan ruang kelas dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah.
"Sehingga upaya tersebut menunjukkan sebagai bukti keseriusan pemerintah daerah dalam menyelesaikan permasalahan infrastruktur sekolah yang kerap terjadi dalam waktu tertentu," ucapnya.
"Untuk SDN saja kan kita ada sebanyak 1.543 sekolah dengan ruang kelas sekitar 12.000. Nah itu, hampir semuanya rusak karena dibangun pada masa inpres dulu,” ungkap Kepala Disdik Kabupaten Bogor, TB Luthfie Syam pada Jumat (15/3/2019).
Lutfhie mengkhawatirkan, sekolah yang saat ini dalam kondisi rusak ringan dan sedang akan menjadi rusak berat, jika kemudian hari tak segera diatasi. Terlebih kondisi alam dan cuaca di Bogor tak menentu.
"Namun kita prediksi bangunan sekolah itu bisa bertahan hingga 10 tahun sebelum rusak kembali. Maka dari itu, dalam waktu dekat sekolah yang sekarang rusak ringan atau sedang akan diperbaiki secara bertahap juga," ujarnya.
Pada tahun ini hingga 2020 mendatang, lanjut Lutfhie, Disdik menargetkan akan memperbaiki 900 ruang kelas yang kondisinya rusak berat. Itu dengan asumsi, pihaknya merehabilitasi setiap tahunnya 300-400 ruang kelas.
"Untuk membenahi satu unit yang berisikan tiga ruang kelas rusak berat, membutuhkan biaya sekitar Rp600 juta. Kalau pakai APBD saja kita bisa merehabilitasi 300-400 ruang kelas yang rusak berat itu. Tapi jika ditambah DAK bisa sampai 500-an," tuturnya.
Sebelumnya, pada awal 2019 ini bangunan SDN Neglasari V di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor atapnya ambruk. Meski tak ada korban jiwa, namun akibat kejadian itu membuat puluhan siswa SDN V Neglasari sempat diliburkan selama dua hari.
Plt Kepala SDN V Neglasari, Mirta mengatakan, kegiatan belajar mengajar sempat diliburkan sebagai upaya antisipasi terjadinya peristiwa serupa yang bisa menimbulkan korban."Sebab bagian atap bangunan lainnya juga rawan ambruk. Dari tujuh ruang kelas yang dimiliki sekolah, tiga di antaranya ambruk," katanya.
Menurutnya, ruangan yang ambruk itu biasa digunakan siswa kelas I A/B dan digunakan juga untuk kelas III A, Kelas II A/B sekaligus untuk kelas IIIB, serta kelas V A/B. Tak hanya itu, satu ruang guru juga mengalami kejadian serupa. Material bangunan menimpa buku, dokumen, sarana dan prasarana sekolah.
Agar tidak menghambat kegiatan belajar mengajar siswa, pihak sekolah menyiasatinya dengan menggunakan sistem belajar double shift.
"Bahkan kita sempat menyiasati jika empat ruang kelas masih tidak memungkinan untuk kegiatan belajar mengajar bagi 12 rombongan belajar, sementara mengungsi di Kantor Unit Pelayanan Teknis (UPT) Pendidikan Dramaga yang letaknya tak jauh dari sekolah," tuturnya.
Sebelum kejadian, sekolah yang berlokasi di Kampung Kaum, Desa Neglasari, Kecamatan Dramaga ini, menurutnya memang sudah kekurangan ruang kelas, yaitu hanya memiliki tujuh ruang kelas. Tujuh ruangan digunakan untuk menampung 12 rombongan belajar (rombel) atau sebanyak 418 murid. Sehingga siswa-siswi terpaksa belajar berhimpitan.
"Karena kekurangan ruangan, satu ruang kelas dipakai untuk dua rombel. Setelah kejadian makin kekurangan ruang kelas. Semoga tahun ini Pemkab Bogor bisa memperbaiki atau membangun ruang kelas yang atapnya ambruk kemarin," harapnya.
Sementara itu, Ketua Komisi IV DPRD Kabupaten Bogor, Wasto Sumarno untuk mengatasi agar tidak semakin bertambahnya jumlah ruang kelas rusak yang harus diperbaiki, Pemkab harus memasukkan perbaikan ruang kelas dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah.
"Sehingga upaya tersebut menunjukkan sebagai bukti keseriusan pemerintah daerah dalam menyelesaikan permasalahan infrastruktur sekolah yang kerap terjadi dalam waktu tertentu," ucapnya.
(whb)