Mahasiswa UIN Jakarta Gelar Mimbar Bebas Soal Netralitas Pemilu 2024

Jum'at, 29 Desember 2023 - 18:26 WIB
loading...
Mahasiswa UIN Jakarta Gelar Mimbar Bebas Soal Netralitas Pemilu 2024
Ratusan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menggelar mimbar bebas di depan Sekretariat Dewan Mahasiswa (DEMA) dan Senat Mahasiswa (SEMA) UIN Jakarta, Kamis (28/12/2023). Foto: Ist
A A A
JAKARTA - Ratusan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta menggelar mimbar bebas di depan Sekretariat Dewan Mahasiswa (DEMA) dan Senat Mahasiswa (SEMA) UIN Jakarta, Kamis (28/12/2023).

Mimbar bebas digelar sebagai bentuk keprihatinan dan kekecewaan mahasiwa UIN Jakarta melihat perkembangan praktik demokrasi di ujung pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Selain menampilkan Ketua BEM UIN Jakarta dan Ketua Aliansi Mahasiswa UIN Jakarta yang berorasi, juga menghadirkan Ekonom Faisal Basri, pengamat politik Ray Rangkuti, Iwan Buana INFID, Nong Darul Mahmada, serta pakar hukum tata negara Bivitri Susanti.



Ketua BEM UIN Jakarta Muhamad Abid Al Akbar menyoroti ancaman netralitas Pemilu 2024. Ini ditandai majunya Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Jokowi yang membuat netralitas presiden dipertanyakan.

Padahal, kekuasaan presiden yang sangat besar dapat memobilisasi aparat negara dan uang negara untuk kepentingan memenangkan anaknya yang berpasangan dengan Prabowo Subianto.

"Kita tidak bisa mengharapkan presiden dapat netral dan akibatnya legitimasi Pemilu 2024 dipertanyakan," ujar Abid.

Dia juga kecewa dengan intervensi Mahkamah Konstitusi (MK) yang meloloskan Gibran hingga menjadi cawapres. "Pelanggaran etik yang serius dan dilakukan secara sistematis jelas telah merusak sekaligus mengancam keadaban demokrasi," katanya.

Pelanggaran etika itu dipertontonkan tanpa rasa bersalah dan bahkan merasa diri mereka menjadi korban fitnah dan serangan politik. Abid menilai hal tersebut sebagai ironi dan malapetaka.

Pakar ekonomi Faisal Basri menyatakan kemunculan dinasti politik mempersulit harapan agar Pemilu berlangsung netral. Sentralisasi kekuasaan dalam dinasti politik dianggap sebagai ancaman terhadap nilai-nilai demokrasi.

Dia juga menyebut pemerintah Jokowi selama dua periode meninggalkan begitu banyak warisan kegagalan. "Pak Jokowi selama hampir 10 tahun terbukti pertumbuhan ekonomi itu menurun, periode pertama 5 persen, periode kedua 3,5 persen," ujar Faisal

Tak hanya pertumbuhan ekonomi yang terjun bebas, tapi juga utang Indonesia yang terus naik dari Rp3.000 triliun menjadi Rp8.000 triliun.

"Saking banyaknya utang kita, pemerintah sampai nggak punya uang untuk bayar bunga utang. Jadi buat bayar bunga utang harus dengan utang lagi," ucapnya.

Faisal juga menyoroti pernyataan Gibran dalam debat cawapres yang mengatakan Indonesia mandiri dan berdikari terkait gula.

"Gibran kemarin sengak banget bilang mandiri gula, padahal di zaman bapaknya Indonesia jadi pengimpor gula terbesar di dunia, mandiri apanya!" katanya.

Dia mengajak mahasiswa tidak berdiam diri melihat warisan kegagalan yang ditinggalkan pemerintahan Jokowi. Faisal berharap mahasiswa menjadi garda terdepan dalam menyelamatkan Indonesia dari ketertinggalan seperti sekarang ini.
(jon)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1735 seconds (0.1#10.140)