Polemik Panjang Sengketa Lahan, DPRD Tangsel Dorong Bentuk Pansus

Selasa, 04 Agustus 2020 - 04:45 WIB
loading...
Polemik Panjang Sengketa Lahan, DPRD Tangsel Dorong Bentuk Pansus
FKMTI menggelar dialog bersama DPRD Tangsel guna tuntaskan sengketa lahan. Foto/SINDOnews/Hambali
A A A
TANGERANG SELATAN - Kepemimpinan Wali Kota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany memasuki fase terakhir jabatannya pada bulan April 2021. Jika semua berjalan sesuai rencana maka pertengahan tahun depan sudah ada pengganti yang akan memimpin Kota Tangsel lima tahun berikutnya.

Memasuki fase akhir ini, ada salah satu tanggung jawab besar Airin yang harus dituntaskan. Yaitu soal mandegnya deretan kasus sengketa lahan yang melibatkan masyarakat melawan pengembang raksasa. Meskipun di antara mereka telah memiliki kekuatan hukum hingga tingkat Mahkamah Agung (MA). (Baca juga: Oknum Dishub Pecahkan Kaca Angkot Karena Motornya Bersenggolan)

Sengketa lahan itu terjadi jauh sebelum terbentuknya Kota Tangsel tahun 2007 silam. Berbagai upaya pun dilakukan para korban yang kini bergabung dalam Forum Korban Mafia Tanah Indonesia (FKMTI). Dari menggelar aksi demo berulang kali, menyambangi Komnas HAM dan DPR RI, kementerian, hingga mendatangi Kantor Wali Kota Tangsel di Ciputat.

Kebenaran yang berpihak pada korban akhirnya terkuak, di mana MA telah menerbitkan surat yang meminta kepada Kecamatan Serpong memberikan keterangan tertulis ihwal jual-beli girik C913 milik salah satu korban mafia tanah. Namun hingga kini putusan itu diabaikan tanpa ada eksekusi untuk menjalankan.

Lalu kondisi itu pun memunculkan kecurigaan para korban, apa alasan Kecamatan Serpong berani menentang perintah MA yang isinya justru menguatkan putusan PTUN dan Komisi Informasi Publik (KIP). Mengapa pula Airin selaku Wali Kota, tak mendesak Kecamatan Serpong menjalankan perintah tersebut.

"Pengadilan tingkat pertama, Hakim KIP sudah memutuskan pihak camat harus memberikan informasi tertulis bahwa tidak ada catatan jual beli girik C913. Pihak kecamatan justru banding sampai ke MA, dan MA justru menguatkan putusan PTUN dan KIP. Tetapi pihak Kecamatan masih bersikukuh tidak mau melaksanakan putusan Mahkamah Agung," ujar Sekjen FKMTI Agus Muldya Natakusumah saat menggelar dialog di DPRD Tangsel, Senin (3/8/2020).

Menurut Agus, FKMTI mengadukan sejumlah kasus perampasan tanah kepada Fraksi di DPRD guna mendesak Wakil Menteri ATR/BPN Surja Tjandra untuk menangani konflik lahan di Indonesia. Meskipun hingga saat ini FKMTI belum memperoleh waktu bertemu langsung Menteri Surya Tjandra agar dapat mengungkap modus perampasan tanah rakyat.

Surja Tjandra baru menerima laporan para birokrat bawahannya yang menganggap persoalan konflik lahan sangat rumit dan menganggap hanya bisa diselesaikan lewat pengadilan. Padahal, menurut Agus, tidaklah demikian. Contohnya, kata dia, BPN bisa menerbitkan SHGB untuk perusahaan milik pengembang di atas tanah rakyat tanpa proses jual beli. BPN juga bisa membuat SHGB saat tanah dalam status sita jaminan pengadilan.

"FKMTI sudah beberkan fakta ini dihadapan anak buah menteri. Saat pertemuan para birokrat sendiri bilang, tidak boleh terbitkan sertifikat saat tanah dalam sita jamin seperti yang terjadi pada tanah girik C913 milik Rusli Wahyudi. Tanah tersebut dijadikan perumahan Puspita Loka. Ketika ditanya warkah SHGB, BPN Tangsel berkelit, warkahnya belum ditemukan. Bahaya jika terus dibiarkan," tuturnya.

Agus menduga ada kepentingan oligarki agar kasus perampasan tanah rakyat tidak terungkap. Oligharki menggunakan tangan-tangan aparat negara mulai dari BPN dan pemerintah daerah. Tindakan birokrasi mempersulit warga untuk mendapatkan hak tanah jelas melanggar Pancasila dan UUD 45.

"Ini melanggar Pancasila, UUD 45. Perintah presiden pun diabaikan oleh seorang camat. Apa kepentingan Camat Serpong mempersulit rakyat mendapatkan hak informasi? Bahkan camat tidak mau menjalankan putusan MA agar memberikan informasi tertulis sesuai fakta persidangan bahwa tidak ada catatan jual beli girik C913. Camat Serpong bisa dipidana berdasarkan undang-undang. Pertanyaannya untuk siapa camat bekerja sehingga rela dipidana?" tegasnya lagi.

Belum lama ini, Menteri Dalam Negeri telah memanggil Wali Kota Airin terkait perampasan tanah yang melibatkan perusahaan properti. Ini pertanda Pemkot dan jajarannya tidak bekerja untuk kepentingan rakyat yang ingin mendapatkan hak tanah. Karena itu, FKMTI mengingatkan agar warga ke depan tidak memilih calon wali kota yang terindikasi jadi kaki tangan oligarki dan mafia perampas tanah rakyat.

"Calon kepala daerah, wali kota harus punya komitmen kuat untuk menindak oknum di birokrasi yang berkomplot dengan mafia tanah, mempersulit rakyat mendapatkan hak atas tanah," pungkasnya.

Di Kota Tangsel, puluhan hektar tanah rakyat terlibat sengketa. Berdasarkan informasi yang ada, terdapat 1.700 lahan bermasalah di Tangsel. Wakil Ketua Fraksi PSI DPRD Tangsel Alex Prabu pun mendesak Airin untuk segera menuntaskan sengketa itu sesuai kewenangannya.

"Bu Airin sebentar lagi selesai jadi wali kota, seharusnya bisa memerintahkan camat, lurah agar membantu rakyat memperoleh hak dan keadilan untuk tanah mereka yang belum mereka jual tetapi dikuasai oleh pengembang dan negara. Jadi bisa tinggalkan legacy yang baik untuk kepentingan warga Tangsel," terang Alex.

Alex menjelaskan tidak tertutup kemungkinan DPRD akan mendorong pembentukan Pansus masalah pertanahan di Tangsel. Apalagi Presiden Jokowi juga sudah memerintahkan pada tanggal 3 Mei 2019 agar persoalan tanah antara rakyat dengan pengusaha, rakyat dengan negara segera diselesaikan. (Baca juga: Terobos Lampu Merah, Kaca Angkot Dipecahkan Petugas Dishub Jaktim)

"Sangat mungkin kita dorong, dengan catatan kita pelajari dulu data dan faktanya," ucapnya.
(kri)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1148 seconds (0.1#10.140)