Langkah BPOM Susun Regulasi Pelabelan Galon Isi Ulang Dinilai Tepat
loading...
A
A
A
JAKARTA - Langkah Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyusun regulasi pelabelan pada galonisi ulang dan kemasan plastik dinilai sudah tepat. Hal itu untuk melindungi masyarakat dari bahaya zat kimia Bisphenol A (BPA).
Ketua PWI Jaya Sayid Iskandarsyah mengakui dalam dua tahun belakangan ini berita yang beredar didominasi tentang isu pentingnya makanan dan minuman yang sehat. Hal itu wajar mengingat menyangkut hajat hidup orang banyak.
"Segala hal yang menyangkut obat-obatan dan makanan pasti akan menyedot perhatian publik. Seperti kasus etilen glikol beberapa waktu lalu. Masyarakat langsung aware sehingga persoalan lebih cepat diatasi," ujarnya, Kamis (10/8/2023).
Sayid sependapat dengan pandangan Ketua BPOM Pusat Penny K Lukito semestinya jangan sampai terjadi suatu kasus baru bertindak. Akan lebih baik jika dilakukan pencegahan. Seperti upaya BPOM melakukan labelisasi pada galon guna ulang, kata dia, itu merupakan langkah yang tepat.
Apalagi didasarkan pada kajian ilmiah baik dari dalam negeri maupun luar negeri.
"Menurut saya, hal menyangkut makanan, minuman dan obat obatan harus hati hati. Lebih baik mencegah dari pada menunggu sampai ada korban baru bertindak. Jika upaya labelisasi itu tujuannya untuk mencegah terjadinya korban itu sangat baik," ungkapnya.
Menurut Sayid, BPOM pasti tidak bekerja sendiri. Berdasarkan informasi, peneliti dari universitas-universitas negeri Indonesia mendukung pelabelan tersebut.
"Itu langkah konkret sebagai tindakan perlindungan kesehatan pada masyarakat," ujarnya.
Menurut Sayid masyarakat lebih suka tindakan konkret BPOM untuk pelabelan tersebut. Tentu saja langkah itu sudah dikaji dan dilakukan seminar berkali-kali melibatkan berbagai elemen yang terkait, utamanya para peneliti, tokoh agama, LSM dan lain-lain.
"Soal bahaya BPA sudah kita dengar sejak 5 tahun silam ya. Hasil riset dunia kesehatan international, kajian para ahli Indonesia dan informasi tentang bahaya BPA sangat berlimpah. Benar juga, Jangan sampai menunggu ada korban. BPOM sudah tepat melakukan tindakan preventif, agar tidak sampai jatuh korban," katanya.
Ketua PWI Jaya Sayid Iskandarsyah mengakui dalam dua tahun belakangan ini berita yang beredar didominasi tentang isu pentingnya makanan dan minuman yang sehat. Hal itu wajar mengingat menyangkut hajat hidup orang banyak.
"Segala hal yang menyangkut obat-obatan dan makanan pasti akan menyedot perhatian publik. Seperti kasus etilen glikol beberapa waktu lalu. Masyarakat langsung aware sehingga persoalan lebih cepat diatasi," ujarnya, Kamis (10/8/2023).
Sayid sependapat dengan pandangan Ketua BPOM Pusat Penny K Lukito semestinya jangan sampai terjadi suatu kasus baru bertindak. Akan lebih baik jika dilakukan pencegahan. Seperti upaya BPOM melakukan labelisasi pada galon guna ulang, kata dia, itu merupakan langkah yang tepat.
Apalagi didasarkan pada kajian ilmiah baik dari dalam negeri maupun luar negeri.
"Menurut saya, hal menyangkut makanan, minuman dan obat obatan harus hati hati. Lebih baik mencegah dari pada menunggu sampai ada korban baru bertindak. Jika upaya labelisasi itu tujuannya untuk mencegah terjadinya korban itu sangat baik," ungkapnya.
Menurut Sayid, BPOM pasti tidak bekerja sendiri. Berdasarkan informasi, peneliti dari universitas-universitas negeri Indonesia mendukung pelabelan tersebut.
"Itu langkah konkret sebagai tindakan perlindungan kesehatan pada masyarakat," ujarnya.
Menurut Sayid masyarakat lebih suka tindakan konkret BPOM untuk pelabelan tersebut. Tentu saja langkah itu sudah dikaji dan dilakukan seminar berkali-kali melibatkan berbagai elemen yang terkait, utamanya para peneliti, tokoh agama, LSM dan lain-lain.
"Soal bahaya BPA sudah kita dengar sejak 5 tahun silam ya. Hasil riset dunia kesehatan international, kajian para ahli Indonesia dan informasi tentang bahaya BPA sangat berlimpah. Benar juga, Jangan sampai menunggu ada korban. BPOM sudah tepat melakukan tindakan preventif, agar tidak sampai jatuh korban," katanya.