Diduga Alami Kekerasan, ART di Penjaringan Jakut Diselamatkan IMMPI
loading...
A
A
A
JAKARTA - Serikat Pekerja Informal Migran dan Pekerja Profesional Indonesia (IMPPI) bersama Kepolisian Resort Jakarta Utara berhasil menyelamatkan asisten rumah tangga (ART) yang diduga mengalami tindak kekerasan. ART berinisial ADM kini berada di perlindungan kepolisian.
Kasus ini terungkat berawal dari informasi DW, rekan ADM sesama ART di rumah majikan yang berada di kawasan Penjaringan, Jakarta Utara. DW bercerita kondisi ADM kepada saudara orang tua ADM yang berada di Jakarta. DW memberitahu orang tua ADM agar segera membebaskan anaknya.
Orang tua ADM kemudian meminta bantuan kepada pihak lain yang berada di Jakarta. Salah satu pihak dari yang diminta bantuan memberikan laporan adalah SP IMPPI. "Kami mendapatkan laporan adanya perlakuan tidak manusiawi yang dialami ADM," kata Ketua Umum SP IMPPI William Yani Wea dalam keterangan tertulisnya, Senin (31/7/2023).
Mendapatkan laporan itu, SP IMPPI menyelediki langsung ke lokasi dan melaporkan kepada Presiden Konferedasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Andi Gani Nena Wea. Andi kemudian meminta SP IMPPI mengurus surat kuasa hukum dari orang tua ADM yang tinggal di Bajawa Utara, Nusa Tenggara Timur (NTT) untuk dapat menangani dugaan yang dialami ADM.
IMPPI lalu melaporkan adanya tindak kekerasan terhadap ADM kepada Polres Metro Jakarta Utara setelah mendapatkan surat kuasa dari orang tua korban.
Setelah mempelajari laporan SP IMPPI, Polres Metro Jakarta Utara bersedia memback-up dan bersama sama menjemput ADM dari rumah sang majikan. "Kami mengapresiasi respons cepat kepolisian. Kini korban sudah membuat laporan polisi. Nanti polisi yang mendalami dugaan itu," katanya.
Menurut Yani, saat ini ADM belum bisa bercerita banyak karena masih kondisi trauma. Ia hanya sempat bercerita beberapa kali dijambak rambutnya, kerja hampir 15 jam sehari tanpa hari libur, tidur di gudang, sering dimaki dengan bahasa kasar oleh majikannya, dan tidak boleh keluar rumah sendiri.
"Orang tuanya selama ditinggal hampir 10 bulan bekerja tidak pernah mendapatkan kabar karena HP disita oleh PT pengirim," ujarnya.
Yani meminta kepada seluruh pekerja migran di luar ataupun di dalam negeri harus dibekali alat komunikasi. Tidak boleh ada satu pun yang melarang atau menyita ponsel pekerja dan ATM dari pekerja.
Kasus ini terungkat berawal dari informasi DW, rekan ADM sesama ART di rumah majikan yang berada di kawasan Penjaringan, Jakarta Utara. DW bercerita kondisi ADM kepada saudara orang tua ADM yang berada di Jakarta. DW memberitahu orang tua ADM agar segera membebaskan anaknya.
Orang tua ADM kemudian meminta bantuan kepada pihak lain yang berada di Jakarta. Salah satu pihak dari yang diminta bantuan memberikan laporan adalah SP IMPPI. "Kami mendapatkan laporan adanya perlakuan tidak manusiawi yang dialami ADM," kata Ketua Umum SP IMPPI William Yani Wea dalam keterangan tertulisnya, Senin (31/7/2023).
Mendapatkan laporan itu, SP IMPPI menyelediki langsung ke lokasi dan melaporkan kepada Presiden Konferedasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Andi Gani Nena Wea. Andi kemudian meminta SP IMPPI mengurus surat kuasa hukum dari orang tua ADM yang tinggal di Bajawa Utara, Nusa Tenggara Timur (NTT) untuk dapat menangani dugaan yang dialami ADM.
IMPPI lalu melaporkan adanya tindak kekerasan terhadap ADM kepada Polres Metro Jakarta Utara setelah mendapatkan surat kuasa dari orang tua korban.
Setelah mempelajari laporan SP IMPPI, Polres Metro Jakarta Utara bersedia memback-up dan bersama sama menjemput ADM dari rumah sang majikan. "Kami mengapresiasi respons cepat kepolisian. Kini korban sudah membuat laporan polisi. Nanti polisi yang mendalami dugaan itu," katanya.
Menurut Yani, saat ini ADM belum bisa bercerita banyak karena masih kondisi trauma. Ia hanya sempat bercerita beberapa kali dijambak rambutnya, kerja hampir 15 jam sehari tanpa hari libur, tidur di gudang, sering dimaki dengan bahasa kasar oleh majikannya, dan tidak boleh keluar rumah sendiri.
"Orang tuanya selama ditinggal hampir 10 bulan bekerja tidak pernah mendapatkan kabar karena HP disita oleh PT pengirim," ujarnya.
Yani meminta kepada seluruh pekerja migran di luar ataupun di dalam negeri harus dibekali alat komunikasi. Tidak boleh ada satu pun yang melarang atau menyita ponsel pekerja dan ATM dari pekerja.
(abd)