Normal Baru, Kriminal Baru

Senin, 20 Juli 2020 - 07:29 WIB
loading...
A A A
Masyarakat Kebanyakan

Bagaimana dengan masyarakat kebanyakan yang tidak memiliki pendidikan tinggi, jabatan, atau posisi yang baik di instansi atau perusahaan, ujung-ujungnya kemampuan ekonomi yang juga terbatas? Kalangan ini jelas tidak sebebas kelas menengah. Tidak banyak alternatif tindakan mereka terkait situasi terbatas yang digelar selama New Normal. Mereka terpaksa harus antre, harus mau menunggu, mau repot diperiksa ini-itu, dan mau disuruh minggir jika ada hal lain dianggap lebih urgen didahulukan.

Dalam banyak hal, situasi itu sebetulnya tidak baru bagi masyarakat kebanyakan. Bahkan, bagi masyarakat demokratis yang beradab. Contohnya lihat masyarakat Barat, bukankah mengantre tanpa memandang jabatan dan tanpa ngedumel adalah kebiasaan yang sudah amat rutin dipraktikkan?

Hal yang menjadi masalah bagi masyarakat kebanyakan adalah apabila tidak terdapat lagi kemampuan minimal untuk mengakses itu semua. Misalnya, tidak mampu lagi bayar tiket KRL atau busway. Atau tidak mampu membayar asuransi kesehatan untuk layanan kelas C sekalipun. Begitu juga ketika anak kandung tidak bisa bersekolah di negeri yang murah dan dekat dengan kediaman, sebaliknya terpaksa bersekolah di sekolah swasta.

Tekanan ekonomi memang terjadi akibat New Normal . Kecepatan ekonomi tidak seperti biasanya mengingat orang menahan konsumsi, pengusaha menahan investasi, dan pemerintah kesulitan mengucurkan insentif. Akibatnya, terjadi penghentian penerimaan pegawai, pemotongan gaji, hingga PHK besar-besaran. Pihak yang segera terimplikasi akibat situasi itu adalah masyarakat kebanyakan (agar tidak menyebut “kelas bawah” atau “orang kecil”). (Baca juga: Hasil Survei, Warga DKI Jakarta Umumnya Belum Siap Memasuki New Normal)

Jika kelas menengah hanya terganggu gaya hidupnya, maka masyarakat kebanyakan segera terganggu penghidupannya. Bisa diperkirakan akan ada sebagian dari mereka yang memilih nekat atau ada pula melakukan secara terencana, perbuatan jahat yang memiliki motivasi ekonomi. Pencurian misalnya, dengan mudah diprediksi meningkat. Bisa diduga pencurian bermodus sederhana dilakukan 1-2 orang dan terkait benda-benda bawaan adalah yang akan amat marak.

Begitu juga diperkirakan terjadi perilaku nekat yang bisa berbuah pada lahirnya pencurian dan kekerasan. Kekerasan yang dilakukan orang nekat, putus asa (desperate), dan marah umumnya tidak kompleks secara modus. Korbannya pun tidak banyak. Mudah pula pembuktiannya. Namun demikian, kekerasan seperti ini sering kali menimbulkan keprihatinan mendalam mengingat sebenarnya bisa dihindarkan jika kondisi eksternal pelaku kondusif.

Fenomena Pengungkit

Di luar situasi menyangkut 2 (dua) belahan masyarakat di atas, maka penyimpangan hingga kejahatan yang terjadi kemudian pada dasarnya adalah pengungkit saja. Maksudnya, penyimpangan atau kejahatan tersebut bersifat memanfaatkan atau mengeksploitasi kecenderungan umum dari kelas menengah dan masyarakat kebanyakan.

Sebutlah korupsi. Korupsi selalu dilakukan oleh kelas menengah, karena kelas inilah yang memiliki akses jabatan dan kewenangan yang bisa dipakai untuk korupsi. Ada yang melakukan dengan modus sederhana, seperti penggelapan, ada pula lebih canggih seperti fraud (pengelabuan).
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1442 seconds (0.1#10.140)