Terapis yang Kempit Kepala Balita di Depok Ditetapkan Tersangka
loading...
A
A
A
DEPOK - Terapis yang mengempit kepala balita RF di Kota Depok, ditetapkan sebagai tersangka. Terapis berinisial H terancam hukuman tiga tahun.
Perbuatan H dianggap memenuhi unsur pidana sesuai Pasal 80 Undang-Undang (UU) Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
“Yang dilanggar adalah Pasal 80 Jo Pasal 76 Huruf C UU No 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Dipidana dengan penjara paling lama 3 tahun 6 bulan, dan atau denda sebesar Rp72 juta. Oleh karena itu, saudara H telah kami tetapkan sebagai tersangka,” ujar Kapolres Metro Depok Kombes Pol Ahmad Fuady, Jumat (17/2/2023).
Diketahui, anak berusia 2 tahun 10 bulan itu diduga mendapat tindakan kekerasan ketika menjalani terapi wicara di salah satu rumah sakit. Video dugaan kekerasan tersebut viral sosial media.
Dalam rekaman video yang beredar, anak yang diketahui berinisial RF dikempit menggunakan paha oleh pelaku. RF pun terlihat menangis saat terapi.
Viralnya video tersebut membuat polisi segera mengambil langkah. Polisi mendatangi rumah sakit yang dimaksud dan meminta keterangan saksi.
Sebelum menetapkan H sebagai tersangka, polisi sudah memintai keterangan empat orang saksi. Walaupun H kini sudah tersangka, namun polisi tidak menahannya. Alasannya, ancaman hukuman yang dikenakan di bawah 5 tahun.
“Karena ancaman hukuman di bawah lima tahun penjara, maka tersangka tidak kami lakukan penahanan, tapi tersangka harus wajib lapor,” ucapnya.
Berdasarkan hasil pemeriksaan, H melakukan tindakan mengapit kepala korban menggunakan paha karena berontak. “Metode terapi dengan cara blocking,” jelasnya.
Kendati metode tersebut dibenarkan dalam metode terapis, namun yang dilakukan tersangka di luar ketentuan yang berlaku.
“Dari keterangan ahli yang sudah kita periksa, bahwa itu merupakan metode supaya anak yang berkebutuhan khusus tidak berontak atau karena memiliki tenaga yang tinggi bisa diminimalisir adanya perlawanan,” jelasnya.
Dalam hal ini, H terbukti lalai. Sebab korban menjerit namun terapis tidak mempedulikan hal itu.
“Lalainya terapis ini saat dia melakukan kegiatan terapis dia tertidur dan menggunakan handphone. Anak meronta-ronta tidak dipedulikan terapis ini,” pungkasnya.
Perbuatan H dianggap memenuhi unsur pidana sesuai Pasal 80 Undang-Undang (UU) Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
“Yang dilanggar adalah Pasal 80 Jo Pasal 76 Huruf C UU No 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Dipidana dengan penjara paling lama 3 tahun 6 bulan, dan atau denda sebesar Rp72 juta. Oleh karena itu, saudara H telah kami tetapkan sebagai tersangka,” ujar Kapolres Metro Depok Kombes Pol Ahmad Fuady, Jumat (17/2/2023).
Diketahui, anak berusia 2 tahun 10 bulan itu diduga mendapat tindakan kekerasan ketika menjalani terapi wicara di salah satu rumah sakit. Video dugaan kekerasan tersebut viral sosial media.
Dalam rekaman video yang beredar, anak yang diketahui berinisial RF dikempit menggunakan paha oleh pelaku. RF pun terlihat menangis saat terapi.
Viralnya video tersebut membuat polisi segera mengambil langkah. Polisi mendatangi rumah sakit yang dimaksud dan meminta keterangan saksi.
Sebelum menetapkan H sebagai tersangka, polisi sudah memintai keterangan empat orang saksi. Walaupun H kini sudah tersangka, namun polisi tidak menahannya. Alasannya, ancaman hukuman yang dikenakan di bawah 5 tahun.
“Karena ancaman hukuman di bawah lima tahun penjara, maka tersangka tidak kami lakukan penahanan, tapi tersangka harus wajib lapor,” ucapnya.
Berdasarkan hasil pemeriksaan, H melakukan tindakan mengapit kepala korban menggunakan paha karena berontak. “Metode terapi dengan cara blocking,” jelasnya.
Kendati metode tersebut dibenarkan dalam metode terapis, namun yang dilakukan tersangka di luar ketentuan yang berlaku.
“Dari keterangan ahli yang sudah kita periksa, bahwa itu merupakan metode supaya anak yang berkebutuhan khusus tidak berontak atau karena memiliki tenaga yang tinggi bisa diminimalisir adanya perlawanan,” jelasnya.
Dalam hal ini, H terbukti lalai. Sebab korban menjerit namun terapis tidak mempedulikan hal itu.
“Lalainya terapis ini saat dia melakukan kegiatan terapis dia tertidur dan menggunakan handphone. Anak meronta-ronta tidak dipedulikan terapis ini,” pungkasnya.
(thm)