Penipuan Investasi Emas Skema Ponzi di Tangerang, Kerugian Ditaksir Capai Rp1 Triliun
Rabu, 16 Maret 2022 - 18:56 WIB
TANGERANG - Penipuan investasi emas skema ponzi di Tangerang ditaksir menimbulkan kerugian mencapai Rp1 triliun. Saat ini, yang baru terungkap 8 korban dengan kerugian sebesar Rp53 miliar. Diduga lebih dari 100 korbannya.
“Investigasi kecil kami kasus ini lebih dari 100 orang korbannya. Mungkin masih ada yang lain juga di luar perkara ini,” ujar kuasa hukum dari pihak penggugat, Rasamala Aritonang saat sidang di Pengadilan Negeri (PN) Tangerang, Rabu (16/3/2022).
Baca juga: Penipuan Investasi Marak Lagi
Kasus penipuan dan pencucian uang ini sudah berlangsung ke tahap persidangan sejak 15 Desember 2021 lalu. Selanjutnya, sidang kembali diadakan dengan agenda mengajukan gugatan penggabungan perkara gugatan ganti kerugian dalam Perkara Pidana Nomor 1907/Pid.B/2021/PN Tng atas nama terdakwa Budi Hermanto.
Rasamala menuturkan kejadian ini bermula pada tahun 2019 di mana korban mendapat informasi dari terdakwa terkait bisnis ini dengan janji keuntungan yang fantastis. “Seterusnya (para korban) menitipkan, menyerahkan emasnya untuk dijual oleh Budi Hermanto. Dengan penyerahan emas itu, Budi menyerahkan bilyet giro sebagai pembayaran,” katanya.
Baca juga: Mengenal Fenomena Catfishing, Penipuan dengan Identitas Palsu
Menariknya lagi bisnis ini menawarkan sistem jatuh tempo dengan pilihan opsi yakni 2, 3, dan 6 bulan. “Makin jauh jatuh temponya, makin besar keuntungannya. Bisa lebih dari 10 persen, bahkan 15 persen,” ucapnya.
Cara kerja skema ponzi yakni rasio pembayaran kewajiban investor yang baru diberikan ke investor lama. Karena dirasa perhitungan bisnis yang sudah tidak balance (imbang), bisnis skema ponzi ini dikabarkan macet pada Oktober 2021.
Menurut dia, perhitungan kerugian Rp1 triliun merupakan kerugian menyeluruh dari beberapa korban lainnya di luar dari laporan ini. Sedangkan, 8 kliennya merugi Rp53 miliar. “Jadi perhitungan giro kerugian ini merupakan kerugian seluruhnya dari bilyet yang belum diberikan,” kata Rasamala.
Sebagai informasi, Budi Hermanto dijerat Pasal 378 KUHP juncto Pasal 372 KUHP juncto Pasal 379a KUHP dan Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
“Investigasi kecil kami kasus ini lebih dari 100 orang korbannya. Mungkin masih ada yang lain juga di luar perkara ini,” ujar kuasa hukum dari pihak penggugat, Rasamala Aritonang saat sidang di Pengadilan Negeri (PN) Tangerang, Rabu (16/3/2022).
Baca juga: Penipuan Investasi Marak Lagi
Kasus penipuan dan pencucian uang ini sudah berlangsung ke tahap persidangan sejak 15 Desember 2021 lalu. Selanjutnya, sidang kembali diadakan dengan agenda mengajukan gugatan penggabungan perkara gugatan ganti kerugian dalam Perkara Pidana Nomor 1907/Pid.B/2021/PN Tng atas nama terdakwa Budi Hermanto.
Rasamala menuturkan kejadian ini bermula pada tahun 2019 di mana korban mendapat informasi dari terdakwa terkait bisnis ini dengan janji keuntungan yang fantastis. “Seterusnya (para korban) menitipkan, menyerahkan emasnya untuk dijual oleh Budi Hermanto. Dengan penyerahan emas itu, Budi menyerahkan bilyet giro sebagai pembayaran,” katanya.
Baca juga: Mengenal Fenomena Catfishing, Penipuan dengan Identitas Palsu
Menariknya lagi bisnis ini menawarkan sistem jatuh tempo dengan pilihan opsi yakni 2, 3, dan 6 bulan. “Makin jauh jatuh temponya, makin besar keuntungannya. Bisa lebih dari 10 persen, bahkan 15 persen,” ucapnya.
Cara kerja skema ponzi yakni rasio pembayaran kewajiban investor yang baru diberikan ke investor lama. Karena dirasa perhitungan bisnis yang sudah tidak balance (imbang), bisnis skema ponzi ini dikabarkan macet pada Oktober 2021.
Menurut dia, perhitungan kerugian Rp1 triliun merupakan kerugian menyeluruh dari beberapa korban lainnya di luar dari laporan ini. Sedangkan, 8 kliennya merugi Rp53 miliar. “Jadi perhitungan giro kerugian ini merupakan kerugian seluruhnya dari bilyet yang belum diberikan,” kata Rasamala.
Sebagai informasi, Budi Hermanto dijerat Pasal 378 KUHP juncto Pasal 372 KUHP juncto Pasal 379a KUHP dan Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
(jon)
tulis komentar anda