Munarman Ngaku Diperlakukan Sewenang-wenang, JPU: Harusnya Ajukan Praperadilan
Rabu, 22 Desember 2021 - 15:37 WIB
JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum ( JPU ) menanggapi eksepsi atau nota keberatan terdakwa dugaan tindak pidana terorisme eks Sekretaris Front Pembela Islam ( FPI ) Munarman yang mempersoalkan tindakan sewenang-wenang saat penangkapan dirinya. Dalam hal ini, JPU mempertanyakan sikap Munarman yang tidak mengajukan praperadilan.
"Apabila terdakwa sejak awal proses penyidikan telah mengalami perlakuan sewenang-wenang, sebagaimana terdakwa dan penasihat hukum disampaikan dalam nota keberatan atau eksepsinya, maka seharusnya terdakwa dapat menggunakan haknya dengan mengajukan praperadilan pada saat masih dalam proses penyidikan," kata jaksa di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur Jalan Dr Sumarno, Penggilingan, Cakung, Jakarta Timur, Rabu (22/12/2021).
Tak hanya sampai di situ, JPU kembali menyerang Munarman yang dianggap khatam soal hukum. Namun hanya diam membisu ketika dirinya diperlakukan tidak adil dalam proses penyidikan.
"Hal ini tentunya bertolak belakang dengan pengetahuan terdakwa sebagai praktisi hukum," ujar jaksa.
Diberitakan sebelumnya, Munarman menilai penangkapan dirinya dilakukan secara sewenang-wenang oleh pihak kepolisian. Hal itu disampaikan Munarman saat membacakan eksepsi atau nota keberatan di PN Jakarta Timur, Rabu 15 Desember 2021.
"Penangkapan yang dilakukan oleh Densus 88 Anti Teror Mabes Polri terhadap saya dilakukan secara sewenang-wenang dan tidak sesuai dengan ketentuan hukum acara," kata Munarman.
"Karena saya belum pernah dipanggil untuk dilakukan pemeriksaan pendahuluan sebagai calon tersangka bahkan saya belum pernah menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP)," tambahnya.
Munarman menilai penangkapan terhadapnya juga tak masuk dalam kategori tangkap tangan sebab peristiwa yang dituduhkan kepadanya terjadi enam tahun lalu. Munarman juga mengatakan dia tak masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).
"Dengan demikian tindakan penangkapan terhadap saya bertentangan dengan ketentuan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 130/PUU-XIII/2015," ujar Munarman.
"Apabila terdakwa sejak awal proses penyidikan telah mengalami perlakuan sewenang-wenang, sebagaimana terdakwa dan penasihat hukum disampaikan dalam nota keberatan atau eksepsinya, maka seharusnya terdakwa dapat menggunakan haknya dengan mengajukan praperadilan pada saat masih dalam proses penyidikan," kata jaksa di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur Jalan Dr Sumarno, Penggilingan, Cakung, Jakarta Timur, Rabu (22/12/2021).
Tak hanya sampai di situ, JPU kembali menyerang Munarman yang dianggap khatam soal hukum. Namun hanya diam membisu ketika dirinya diperlakukan tidak adil dalam proses penyidikan.
"Hal ini tentunya bertolak belakang dengan pengetahuan terdakwa sebagai praktisi hukum," ujar jaksa.
Diberitakan sebelumnya, Munarman menilai penangkapan dirinya dilakukan secara sewenang-wenang oleh pihak kepolisian. Hal itu disampaikan Munarman saat membacakan eksepsi atau nota keberatan di PN Jakarta Timur, Rabu 15 Desember 2021.
"Penangkapan yang dilakukan oleh Densus 88 Anti Teror Mabes Polri terhadap saya dilakukan secara sewenang-wenang dan tidak sesuai dengan ketentuan hukum acara," kata Munarman.
"Karena saya belum pernah dipanggil untuk dilakukan pemeriksaan pendahuluan sebagai calon tersangka bahkan saya belum pernah menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP)," tambahnya.
Munarman menilai penangkapan terhadapnya juga tak masuk dalam kategori tangkap tangan sebab peristiwa yang dituduhkan kepadanya terjadi enam tahun lalu. Munarman juga mengatakan dia tak masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).
"Dengan demikian tindakan penangkapan terhadap saya bertentangan dengan ketentuan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 130/PUU-XIII/2015," ujar Munarman.
(mhd)
tulis komentar anda