Kisah Preman Paling Ditakuti di Jakarta dan Dua Jagoan Penguasa Pelabuhan Tanjung Priok

Minggu, 13 Juni 2021 - 05:30 WIB
Para buruh menganggap mandor sebagai tokoh jago yang dituakan. Bahkan dianggap sebagai pemimpin dari kalangan etnisnya. Hal ini pula yang dialami Lagoa sewaktu menjadi Mandor Pelabuhan Tanjung Priok. Tidak hanya di kalangan etnis Bugis-Makassar saja, Lagoa juga dipandang sebagai tokoh masyarakat yang punya kharisma oleh etnis lain yang ada di seputar Pelabuhan Tanjung Priok.

Di Pelabuhan Tanjung Priok juga terdapat tokoh lain berasal dari etnis Banten yang berprofesi sebagai mandor, yaitu Haji Tjitra yang bernama lengkap Haji Tjitra bin Kidang. Namanya sudah kondang sebagai penguasa penguasa Pelabuhan Tanjung Priok sejak akhir tahun 1920-an yang direbutnya melalui pertarungan sengit dengan jago yang juga berasal dari Banten.

Kedatangan Lagoa di Pelabuhan Tanjung Priok sedikit banyak mengusik “pendaringan” Haji Tjitra bin Kidang. Sebab itu perseteruan kedua tokoh ini legendaris di Pelabuhan Tanjung Priok. Kerap kerusuhan sering terjadi di Pelabuhan Tanjung Priok karena perebutan kekuasaan dari dua mandor berbeda etnis ini, tidak sekali dua kali mengakibatkan korban nyawa yang menghiasi berita di koran-koran Ibu Kota kala itu.

Cerita kedua tokoh Mandor Pelabuhan Tanjung Priok dari berbeda etnis ini meski diawali dengan perseteruan namun berakhir dengan harmonis. Keduanya mampu menjadi tokoh perdamaian peredam konflik yang pernah terjadi di antara etnis Bugis-Makassar dan Banten, bahkan dengan komunitas etnis lainnya.

Puncak kedamaian ditandai dengan diangkatnya Lagoa menjadi menantu oleh Haji Tjitra bin Kidang sebagai wujud perdamaian dan persaudaraan antara etnis Banten dan Bugis-Makassar di Tanjung Priok.

Pelabuhan Tanjung Priok sebagai daerah dengan penuh kekerasan terus berlanjut sepeninggal mereka berdua, bahkan meluas hingga ke luar daerah pelabuhan. Hingga di pertengahan tahun 60-an terjadi konflik besar yang memakan banyak korban jiwa antar beberapa etnis penguasa daerah kekerasan di Tanjung Priok.

Bahkan sampai harus melibatkan pejabat tinggi militer yang juga tokoh masyarakat Bugis saat itu, Brigjend. TNI Andi Muhammad Jusuf Amir dan Kol TNI Ahmad Daeng Setoedjoe untuk mendamaikan. Sampai kini, Tanjung Priok masih dikenal sebagai "daerah keras" meski tidak lagi sekeras dulu.
(thm)
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More