Kisah Ali Sadikin dan Rumitnya Lalu Lintas Jakarta
Minggu, 07 Maret 2021 - 08:57 WIB
“Tidak, Pak,” jawab sopir. “Kan boleh saja jalan di sebelah kanan.”
“Ketepaaaak!” Tanpa berkata apa-apa lagi, Bang Ali langsung melayangkan tangannya menggampar pipi sopir.
“Kalau bawa muatan berat, apa boleh jalan di tengah?” ujar Bang Ali dengan nada berang. Belum sempat menjawab, si sopir kena tamparan lagi.
“Ketepuuukk!” dua kali tempelengan pun mendarat ke pipi si sopir truk.
“Saudara tidak menghiraukan orang lain. Saudara memalukan ABRI. Saya juga dari ABRI,” kata Ali yang memberikan teguran keras.
“Jadi ABRI jangan sembarangan!” kata Ali lagi sebelum naik lagi ke mobil.
Di dalam mobil, Bang Ali masih dongkol. “Dia pikir karena sudah ABRI boleh semaunya. Bahkan seharusnya sebaliknya. Ia harus memperlihatkan contoh yang baik kepada rakyat,” demikian gerutu Ali.
Kemacetan di Jakarta tempo dulu. Foto: aripitstop.com, Majalah Life
Persoalan Lalu Lintas Tak Ubahnya Gelombang di Lautan
“Ketepaaaak!” Tanpa berkata apa-apa lagi, Bang Ali langsung melayangkan tangannya menggampar pipi sopir.
“Kalau bawa muatan berat, apa boleh jalan di tengah?” ujar Bang Ali dengan nada berang. Belum sempat menjawab, si sopir kena tamparan lagi.
“Ketepuuukk!” dua kali tempelengan pun mendarat ke pipi si sopir truk.
“Saudara tidak menghiraukan orang lain. Saudara memalukan ABRI. Saya juga dari ABRI,” kata Ali yang memberikan teguran keras.
“Jadi ABRI jangan sembarangan!” kata Ali lagi sebelum naik lagi ke mobil.
Di dalam mobil, Bang Ali masih dongkol. “Dia pikir karena sudah ABRI boleh semaunya. Bahkan seharusnya sebaliknya. Ia harus memperlihatkan contoh yang baik kepada rakyat,” demikian gerutu Ali.
Kemacetan di Jakarta tempo dulu. Foto: aripitstop.com, Majalah Life
Persoalan Lalu Lintas Tak Ubahnya Gelombang di Lautan
tulis komentar anda