Kisah Ali Sadikin dan Rumitnya Lalu Lintas Jakarta

Minggu, 07 Maret 2021 - 08:57 WIB
loading...
Kisah Ali Sadikin dan...
Mantan Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin. Foto: Dok SINDOnews
A A A
JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin selama memimpin periode 1966-1977 pernah mengatakan bahwa lalu lintas di Jakarta brengsek. Letnan Jenderal KKO-AL (Korps Komando Angkatan Laut) yang ditunjuk Presiden Soekarno ini tahu persis kelakuan para pengendara di jalanan Jakarta yang tak kenal sopan santun berlalu-lintas.

Berdasarkan historia.id yang dikutip SINDOnews, Minggu (7/3/2021), pernah dalam perjalanan menuju satu upacara di Menteng, mobil yang dikendarai Bang Ali, panggilan akrab Ali Sadikin, disalip truk pasir bermuatan delapan ton.
Baca juga: Warganet Unggah Foto Kemesraan Soekarno dan Kerennya Gaya Ali Sadikin

Kendaraan bernomor polisi SL sekian itu seenaknya saja meluncur di tengah jalan tanpa menghiraukan mobil-mobil lain di belakangnya. Sementara, mobil Ali Sadikin yang berplat B-8 berada tepat di belakang truk dan terus mengklakson.

“Saya suruh sopir saya mengejar truk. Tapi, sopir truk tetap bandel. Saya suruh truk itu berhenti. Tidak juga ia berhenti bahkan mau melarikan diri. Akhirnya setelah dikejar terus barulah truk itu berhenti di tengah jalan,” ujar Ali Sadikin dalam otobiografinya Demi Jakarta karya Ramadhan K.H.

Setelah berhenti di pinggir jalan, Bang Ali keluar dan kemudian menghampiri sopir truk. “Truk siapa ini?” tanya Ali setengah membentak.
“Truk ABRI, Pak, ” jawab sang sopir.
“Mana surat tugas dan SIM-mu?” kata Ali lagi.

Ketika sopir truk memperlihatkan surat-surat yang ada padanya, Ali Sadikin bertanya lagi. “Apa saudara tidak merasa bersalah?”
“Tidak, Pak,” jawab sopir. “Kan boleh saja jalan di sebelah kanan.”
“Ketepaaaak!” Tanpa berkata apa-apa lagi, Bang Ali langsung melayangkan tangannya menggampar pipi sopir.

“Kalau bawa muatan berat, apa boleh jalan di tengah?” ujar Bang Ali dengan nada berang. Belum sempat menjawab, si sopir kena tamparan lagi.

“Ketepuuukk!” dua kali tempelengan pun mendarat ke pipi si sopir truk.
“Saudara tidak menghiraukan orang lain. Saudara memalukan ABRI. Saya juga dari ABRI,” kata Ali yang memberikan teguran keras.
“Jadi ABRI jangan sembarangan!” kata Ali lagi sebelum naik lagi ke mobil.

Di dalam mobil, Bang Ali masih dongkol. “Dia pikir karena sudah ABRI boleh semaunya. Bahkan seharusnya sebaliknya. Ia harus memperlihatkan contoh yang baik kepada rakyat,” demikian gerutu Ali.
Kisah Ali Sadikin dan Rumitnya Lalu Lintas Jakarta

Kemacetan di Jakarta tempo dulu. Foto: aripitstop.com, Majalah Life

Persoalan Lalu Lintas Tak Ubahnya Gelombang di Lautan
Pengemudi ugal-ugalan seperti itu hanya satu dari sekian banyak persoalan semrawutnya lalu lintas Jakarta era Bang Ali. Kemacetan menambah keruwetan lalu lintas ibu kota. Keadaan semakin parah bila Jakarta diguyur hujan deras yang mengakibatkan jalanan kebanjiran. Mobilitas pun bisa lumpuh.

Ketika baru memimpin Jakarta, Ali Sadikin dihadapkan persoalan lalu lintas yang pelik. Pada 1967, kendaraan bermotor di ibu kota meliputi setengah juta unit. Angka kecelakaan saat itu terbilang tinggi yakni rata-rata dua orang meninggal dan 17 orang menderita luka-luka. Jadi dalam setahun, korban meninggal akibat kecelakaan mencapai 726 orang.

“Lalu lintas di Jakarta adalah persoalan yang rumit,” tutur Ali Sadikin.
Baca juga: Bus MS, Kebanggaan Warga Sumedang Dikenal Sejak Zaman Bang Ali Sadikin

Salah satu masalahnya adalah kurangnya jumlah dan panjang jalan serta sempitnya sejumlah jalan-jalan yang sudah ada. Selain itu, perilaku pengguna jalan yang tak disipilin berkendara.

Untuk membangun jalan, Pemprov DKI Jakarta menemukan masalah dalam membangun jaringan jalan raya. Kendala ini disebabkan letak geografi Jakarta yang hanya beberapa ratus meter dari atas permukaan laut. “Ini membawa hambatan-hambatan teknis dan membuat pembuatan jalan menjadi sangat mahal,” tulis Ratu Husmiati dalam tesisnya di Universitas Indonesia berjudul “Ali Sadikin dan Pembangunan Jakarta 1966-1977”.

Untuk mengatasinya, Ali Sadikin memprakarsai sejumlah kebijakan seperti penertiban pelarangan becak, menambah armada bus kota, hingga membagi zona jalan. Pada periode Ali Sadikin, jalanan Jakarta dibedakan menurut fungsinya, yaitu jalan ekonomi, jalan lingkungan dan jalan desa.

Ratu juga mencatat kebijakan Ali Sadikin dalam menormalisasi jalan dalam kota seperti normalisasi sebagian jalan raya Jakarta-Bogor antara Cililitan sampai batas kota Jakarta (1973); normalisasi jalan raya Pondok Gede (1974); normalisasi jalan terobosan Warung Buncit yang meliputi jalan Mampang Prapatan sampai Ragunan (1975).
Baca juga: Sejarah RSCM dan RS PGI Cikini, Rumah Sakit Tertua di Jakarta

Selama 11 tahun menangani Jakarta, perencanaan dan kinerja Ali Sadikin terhadap jalanan ibu kota membuahkan hasil. Jalan-jalan diperbaiki, diperlebar, dibangun yang baru dan dipelihara dengan benar. Lampu lalu lintas ditambah sehingga lalu lintas menjadi lebih baik.

“Transportasi publik semakin baik dengan tambahan beberapa ratus bus baru, termasuk mini bus sejak 1976 dan seterusnya,” kata Susan Blackburn, sejarawan Universitas Monash, yang meneliti Jakarta dalam Jakarta: Sejarah 400 Tahun.

Setelah purnabakti menjabat, Ali Sadikin masih belum puas menata jalanan Jakarta. Kemacetan tetap menjadi momok yang kerap diidentikkan dengan Jakarta.

“Persoalan lalu lintas dan angkutan tak ubahnya dengan gelombang di lautan, datang, mereda, gemuruh, lalu mereda lagi. Tak henti-hentinya,” tutur Ali. Hingga kini, di masa kepemimpinan Anies Baswedan persoalan lalu lintas menjadi pekerjaan rumah Pemprov DKI yang masih terus dibenahi.
(jon)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3533 seconds (0.1#10.140)