Jerat Pidana Klinik Aborsi Ilegal Masih Lemah
Senin, 05 Oktober 2020 - 08:02 WIB
Bila diperhatikan, sebenarnya kapan janin itu dianggap hidup? Ada beberapa pendapat mengenai kapan janin dianggap hidup (Tjondroputranto, 1988) : 1) sejak saat kontak antara ovum dan spermatozoon; 2) sejak spermatozoon masuk ke dalam ovum dan kromotosoma menjadi satu; 3) sejak terjadinya pembelahan sel pertama; 4) sejak ovum yang telah dibuahi bersarang pada dinding uterus.
Lalu, 5) menurut Hipocrates, nyawa itu ada pada laki-laki 30 hari dan pada perempuan 80 hari sesudah conceptio; 6) menurut Aristoteles, nyawa itu ada pada laki-laki 40 hari dan pada perempuan 80 hari setelah conceptio; 7) menurut Hukum Gereja (cammon law) yang sepanjang masa telah berubah-ubah; 40-60 dan 90 hari sesudah conceptio; 8) sejak otak buah kandungan itu mulai berfungsi dan ditaksir terjadi 5-16 minggu sesudah conceptio.
Berikutnya, 9) menurut salah satu mazhab dalam Agama Islam, nyawa itu baru ada 120 hari sesudah conceptio; 10) sejak jantung buah kandungan mulai berdenyut, yaitu 16-20 minggu setelah conceptio; 11) sejak dirasakan buah kandungan dalam perut si ibu yaitu sekitar 20 minggu sesudah conceptio; 12) sejak saat dilahirkan, yaitu anak itu benar-benar hidup mandiri dan tidak tergantung dari ibunya (Filsafat Sticjin). (Baca juga: Jangan Pernah Malas Pakai Masker karena Ini Alasanya)
Kajian Kriminologi Terhadap Klinik Ilegal Aborsi
UU Nomor 23 Tahun 2002 menyebutkan bahwa perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Kembali pada pembahasan praktik aborsi ilegal , siapa yang bisa disalahkan? Kajian kriminologi membahas para pelaku, juga si ibu yeng melakukan aborsi. Yang terjadi pada si ibu, dapat dikatakan sebagai crime without victim (kejahatan tanpa korban). Dalam konteks ini, dikatakan si ibu adalah pelaku yang sekaligus juga korban. Aborsi tidak sesederhana mengenai tubuh perempuan dan pilihan personal saja, tapi juga melibatkan hubungan kekuasaan yang terhubung satu sama lain dalam formasi global, kenegaraan, komunitas lokal, kapital, dan relasi sosial (Gurr,2015).
K.Ackerman (2017) menjelaskan bahwa dalam persoalan aborsi ini negara memiliki fokus kepada kesehatan reproduksi perempuan, tenaga medis profesional, dan sarana prasarana lain. Sementara, bagaimana dengan pelaku lain yang terlibat dalam klinik ilegal aborsi. Quinney (1973), walaupun sudah cukup lama membahas tentang ocupational crime, akan tetapi sampai saat ini masih relevan untuk dijadikan acuan. Dokter pelaku aborsi, menurut Clinnard dan Quinney, dapat dikatagorikan telah melakukan ocupational crime.
Terdapat 5 aspek dalam menganalisis ocupational crime, yang penulis gunakan untuk menganalisis klinik ilegal aborsi. (Baca juga: Tolak RUU Cipta Kerja, Buruh kembali Suarakan Aksi Mogok Nasional)
1) Legal aspects of selected offences (aspek legal dari kejahatan); Dalam Aspek Hukum dikatakan bahwa UU biasanya dibuat untuk melindungi kepentingan kelompok tertentu, sehingga seakan melestarikan kelompok tertentu beserta perilakunya. Dalam kasus aborsi, dokter mempunyai kesempatan untuk melakukan aborsi dengan berkedok bahwa tindakannya tersebut diperbolehkan oleh UU untuk menyelamatkan ibu hamil. Hal ini tercakup dalam Undang-Undang UU No 36 Tahun 2009 tentang kesehatan;
2) Criminal Career of the Offender (karir kriminal dari penjahat); para pelaku kejahatan akupasi menganggap dirinya sebagai bukan penjahat, melainkan sebagai orang yang mempunyai kedudukan terhormat. Dokter yang melakukan praktik pengguguran kandungan tidak menganggap dirinya sebagai seorang penjahat, tetapi sebaliknya mereka menganggap telah menolong orang yang tidak menginginkan kehamilannya dengan menyalahgunakan wewenangnya sebagai dokter kandungan. Dokter biasanya juga tidak bekerja sendiri, dibantu tenaga administrasi, keuangan, seperti yang terjadi dalam praktik aborsi ilegal, ada calo, sustomer service yang ikut menolong terjadinya praktik aborsi ilegal;
Lalu, 5) menurut Hipocrates, nyawa itu ada pada laki-laki 30 hari dan pada perempuan 80 hari sesudah conceptio; 6) menurut Aristoteles, nyawa itu ada pada laki-laki 40 hari dan pada perempuan 80 hari setelah conceptio; 7) menurut Hukum Gereja (cammon law) yang sepanjang masa telah berubah-ubah; 40-60 dan 90 hari sesudah conceptio; 8) sejak otak buah kandungan itu mulai berfungsi dan ditaksir terjadi 5-16 minggu sesudah conceptio.
Berikutnya, 9) menurut salah satu mazhab dalam Agama Islam, nyawa itu baru ada 120 hari sesudah conceptio; 10) sejak jantung buah kandungan mulai berdenyut, yaitu 16-20 minggu setelah conceptio; 11) sejak dirasakan buah kandungan dalam perut si ibu yaitu sekitar 20 minggu sesudah conceptio; 12) sejak saat dilahirkan, yaitu anak itu benar-benar hidup mandiri dan tidak tergantung dari ibunya (Filsafat Sticjin). (Baca juga: Jangan Pernah Malas Pakai Masker karena Ini Alasanya)
Kajian Kriminologi Terhadap Klinik Ilegal Aborsi
UU Nomor 23 Tahun 2002 menyebutkan bahwa perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Kembali pada pembahasan praktik aborsi ilegal , siapa yang bisa disalahkan? Kajian kriminologi membahas para pelaku, juga si ibu yeng melakukan aborsi. Yang terjadi pada si ibu, dapat dikatakan sebagai crime without victim (kejahatan tanpa korban). Dalam konteks ini, dikatakan si ibu adalah pelaku yang sekaligus juga korban. Aborsi tidak sesederhana mengenai tubuh perempuan dan pilihan personal saja, tapi juga melibatkan hubungan kekuasaan yang terhubung satu sama lain dalam formasi global, kenegaraan, komunitas lokal, kapital, dan relasi sosial (Gurr,2015).
K.Ackerman (2017) menjelaskan bahwa dalam persoalan aborsi ini negara memiliki fokus kepada kesehatan reproduksi perempuan, tenaga medis profesional, dan sarana prasarana lain. Sementara, bagaimana dengan pelaku lain yang terlibat dalam klinik ilegal aborsi. Quinney (1973), walaupun sudah cukup lama membahas tentang ocupational crime, akan tetapi sampai saat ini masih relevan untuk dijadikan acuan. Dokter pelaku aborsi, menurut Clinnard dan Quinney, dapat dikatagorikan telah melakukan ocupational crime.
Terdapat 5 aspek dalam menganalisis ocupational crime, yang penulis gunakan untuk menganalisis klinik ilegal aborsi. (Baca juga: Tolak RUU Cipta Kerja, Buruh kembali Suarakan Aksi Mogok Nasional)
1) Legal aspects of selected offences (aspek legal dari kejahatan); Dalam Aspek Hukum dikatakan bahwa UU biasanya dibuat untuk melindungi kepentingan kelompok tertentu, sehingga seakan melestarikan kelompok tertentu beserta perilakunya. Dalam kasus aborsi, dokter mempunyai kesempatan untuk melakukan aborsi dengan berkedok bahwa tindakannya tersebut diperbolehkan oleh UU untuk menyelamatkan ibu hamil. Hal ini tercakup dalam Undang-Undang UU No 36 Tahun 2009 tentang kesehatan;
2) Criminal Career of the Offender (karir kriminal dari penjahat); para pelaku kejahatan akupasi menganggap dirinya sebagai bukan penjahat, melainkan sebagai orang yang mempunyai kedudukan terhormat. Dokter yang melakukan praktik pengguguran kandungan tidak menganggap dirinya sebagai seorang penjahat, tetapi sebaliknya mereka menganggap telah menolong orang yang tidak menginginkan kehamilannya dengan menyalahgunakan wewenangnya sebagai dokter kandungan. Dokter biasanya juga tidak bekerja sendiri, dibantu tenaga administrasi, keuangan, seperti yang terjadi dalam praktik aborsi ilegal, ada calo, sustomer service yang ikut menolong terjadinya praktik aborsi ilegal;
tulis komentar anda