Dari Hulu sampai Hilir, Proyek Jabodetabek-Punjur Penuh Tantangan

Rabu, 09 September 2020 - 23:45 WIB
Kawasan Puncak dan Cianjur diplot untuk resapan air malah menjadi tujuan wisata warga ibu kota. Foto/dok.SINDOnews
JAKARTA - Kementerian ATR telah mengajukan anggaran khusus pengembangan Jabodetabek-Punjur sebesar Rp240 miliar. Rinciannya, anggaran untuk project management office (PMO) sebesar Rp105 miliar dan rencana detail tata ruang one single submission (RDTR OSS) sebanyak Rp135 miliar.

Anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Guspardi Gaus membenarkan usulan penambahan anggaran tersebut. “Yang sudah disetujui Kementerian Keuangan itu Rp8,9 triliun (anggaran Kementerian ATR). Kemudian, ada lagi dalam rangka masalah Jabodetabek-Punjur untuk penataan komprehensif lalu minta lagi untuk diperjuangkan Komisi II sebanyak Rp105 miliar,” ujarnya.

(Baca: Butuh Rp240 Miliar Lagi untuk Mempersolek Jabodetabek hingga Cianjur)



Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) itu mengungkapkan masalah penataan Jabodetabek-Punjur itu sudah sejak lama dicanangkan pemerintah pusat. Pembenahan kawasan ini memerlukan koordinasi pemerintah pusat, provinsi, kabupaten, dan kota terkait. Tidak bisa berjalan sendiri-sendiri.

Semua kebijakan dan program harus selaras sehingga pengembangan dan penataan wilayah ini berkesinambungan. “Ini kawasan yang complicated dalam berbagai hal, seperti kemacetan dan banjir. Oleh karena itu, ke depan perlu penataan secara komprehensif. Maka, anggarannya (dinamakan) Jabodetabek-Punjur,” terangnya.

Masalah kawasan ini terbentang, mulai dari hulu hingga hilir. Kawasan Puncak dan Cianjur diplot untuk resapan air. Namun, wilayah berhawa sejuk itu kadung menjadi tujuan plesiran warga ibu kota saban akhir pekan. Dampaknya, tanah dan hutan di kawasan ini berubah menjadi villa, hotel, restoran, dan tempat wisata. Ini yang membuat kawasan ini menjadi mudah longsor dan tak bisa lagi menahan air.

(Baca: Pandemi Covid-19 Harusnya Mengubah Paradigma Pengembangan Jabodetabek-Punjur)

“Ini masalah yang memerlukan ketegasan (pemerintah) kabupaten dan kota yang bersangkutan, termasuk pusat untuk melakukan pengawasan. Campur tangan pemerintah (pusat) penting karena arogansi kabupaten/kota itu merasa selevel dan tidak ada kepentingan dengan kabupaten/kota lainnya. Sekarang dibawa ke pemerintah pusat yang ditangani Kementerian ATR,” tutur Guspardi.

Dia menjelaskan dalam program seperti ini biasanya anggaran yang sudah ditetapkan kembali lagi ke negara karena tidak terealisasi. Program yang berkaitan dengan tata ruang dan tanah itu tidak sederhana dan sering menemui banyak masalah. “Itu harus dibangun kerja sama dan koordinasi lintas kabupaten dan kota,” ucapnya.
(muh)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More