Jatuh Bangun Kampung Akuarium
Rabu, 26 Agustus 2020 - 08:35 WIB
Gubernur Anies Baswedan menyebut kehadiran Kampung Akuarium merupakan wujud keadilan bagi seluruh warga Jakarta. Dia turut mengapresiasi penamaan "kampung" yang hanya ada di Indonesia. “PR kita di tempat ini, kita ingin menghadirkan keadilan. Kita ingin seluruh warga memiliki hunian layak sehingga mereka dapat bertumbuh kembang menjadi warga kota yang tetap mempertahankan karakter kampung karena Jakarta memiliki tradisi panjang tentang perkampungan. Untuk itu, saya mendukung sekali istilah yang dibangun di sini, bukan rumah susun, tapi Kampung Susun Akuarium," katanya. (Baca juga: Rusia Rilis Video Ledakan Tsar Bomba, Bom Nuklir Terkuat Sejagad)
Anies menjelaskan bahwa pembangunan Kampung Akuarium merupakan 1 dari 21 kampung yang akan direvitalisasi. Kampung tersebut akan menjadi percontohan dan pelopor kampung urban/perkotaan. Hal yang perlu menjadi perhatian dalam penataan Kampung Akuarium ini kata dia adalah proses perencanaan yang memakan waktu lumayan panjang karena melibatkan berbagai pihak dan menyerap berbagai aspirasi dari warga.
Kelak kampung susun ini diharapkan sanggup memenuhi ekspektasi warga Kampung Akuarium saat mereka sudah tinggal di dalamnya. "Harapan saya, warga bisa kembali tinggal di tempat yang permanen, berkehidupan sebagai warga Jakarta layaknya warga-warga lain," tutur mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu.
Anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta Gilbert Simanjuntak mengatakan, Pemprov DKI Jakarta hingga saat ini belum pernah berkoordinasi dengan DPRD DKI Jakarta perihal penataan kembali kawasan Kampung Akuarium. “Kami sebagai mitra kerja belum pernah diajak diskusi soal pembangunan kampung tersebut," klaimnya.
Gilbert menjelaskan, selain tidak mengetahui rencana penataan kampung tersebut, DPRD DKI Jakarta juga tidak mengetahui secara detail status kampung susun itu. Apabila statusnya sewa, lebih baik Pemprov DKI Jakarta mengikuti langkah kepemimpinan Basuki Tjahja Purnama yang merelokasi warga ke rumah susun di Rawa Bebek. "Optimalkan rumah susun yang ada. Paparkan bagaimana jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang penataan Kampung Akuarium tersebut," desaknya. (Baca juga: Amien Rais Krtitik Nadiem: Dunia Pendidikan Beda dengan Pergojekan)
Sementara itu, pengamat perkotaan dari Universitas Trisakti, Yayat Supriatna, meminta Gubernur DKI berbicara ke publik mengenai status rumah susun yang bakal dibangun di Kampung Akuarium. Menurut dia, rumah susun milik tidak akan bisa dibangun di kawasan itu karena bertentangan dengan Perda Nomor 1/2014 tentang RDTR. Hunian yang bisa dibangun adalah rumah susun sewa. “Tidak boleh sesuatu itu ngambang, harus tegas. Supaya apa? Supaya mereka itu mandiri, mereka tahu berapa sewanya," katanya.
Perjalanan Panjang
Kampung Akuarium memiliki cerita, bahkan sejarah yang panjang. Teddy Kusnendy (63) salah seorang tokoh masyarakat setempat, mengaku kampung ini memiliki banyak kisah sejak berdirinya, penggusuran, sampai pembangunan kembali.
Kampung ini mulai berdiri pada 1970, ditempati oleh generasi pertama. Tahun 1984 mulai dihuni oleh generasi kedua dan 1987 merupakan generasi ketiga dan sekarang ini sudah memasuki generasi keempat. Menurut Teddy, pada 1987 kampung ini sudah dipadati ribuan warga yang datang dari berbagai daerah untuk tinggal dan mencari mata pencarian. (Baca juga: Santri Ditangkap, Warga Kepung Polisi di Pondok Pesantren)
“Untuk jumlah total, saya tidak tahu pasti. Tapi, pada saat itu yang punya aset (kepemilikan rumah) sebanyak 240 KK. Sampai akhirnya hanya 103 KK yang masih bertahan dengan kondisi tekanan yang luar biasa,” tuturnya.
Anies menjelaskan bahwa pembangunan Kampung Akuarium merupakan 1 dari 21 kampung yang akan direvitalisasi. Kampung tersebut akan menjadi percontohan dan pelopor kampung urban/perkotaan. Hal yang perlu menjadi perhatian dalam penataan Kampung Akuarium ini kata dia adalah proses perencanaan yang memakan waktu lumayan panjang karena melibatkan berbagai pihak dan menyerap berbagai aspirasi dari warga.
Kelak kampung susun ini diharapkan sanggup memenuhi ekspektasi warga Kampung Akuarium saat mereka sudah tinggal di dalamnya. "Harapan saya, warga bisa kembali tinggal di tempat yang permanen, berkehidupan sebagai warga Jakarta layaknya warga-warga lain," tutur mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu.
Anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta Gilbert Simanjuntak mengatakan, Pemprov DKI Jakarta hingga saat ini belum pernah berkoordinasi dengan DPRD DKI Jakarta perihal penataan kembali kawasan Kampung Akuarium. “Kami sebagai mitra kerja belum pernah diajak diskusi soal pembangunan kampung tersebut," klaimnya.
Gilbert menjelaskan, selain tidak mengetahui rencana penataan kampung tersebut, DPRD DKI Jakarta juga tidak mengetahui secara detail status kampung susun itu. Apabila statusnya sewa, lebih baik Pemprov DKI Jakarta mengikuti langkah kepemimpinan Basuki Tjahja Purnama yang merelokasi warga ke rumah susun di Rawa Bebek. "Optimalkan rumah susun yang ada. Paparkan bagaimana jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang penataan Kampung Akuarium tersebut," desaknya. (Baca juga: Amien Rais Krtitik Nadiem: Dunia Pendidikan Beda dengan Pergojekan)
Sementara itu, pengamat perkotaan dari Universitas Trisakti, Yayat Supriatna, meminta Gubernur DKI berbicara ke publik mengenai status rumah susun yang bakal dibangun di Kampung Akuarium. Menurut dia, rumah susun milik tidak akan bisa dibangun di kawasan itu karena bertentangan dengan Perda Nomor 1/2014 tentang RDTR. Hunian yang bisa dibangun adalah rumah susun sewa. “Tidak boleh sesuatu itu ngambang, harus tegas. Supaya apa? Supaya mereka itu mandiri, mereka tahu berapa sewanya," katanya.
Perjalanan Panjang
Kampung Akuarium memiliki cerita, bahkan sejarah yang panjang. Teddy Kusnendy (63) salah seorang tokoh masyarakat setempat, mengaku kampung ini memiliki banyak kisah sejak berdirinya, penggusuran, sampai pembangunan kembali.
Kampung ini mulai berdiri pada 1970, ditempati oleh generasi pertama. Tahun 1984 mulai dihuni oleh generasi kedua dan 1987 merupakan generasi ketiga dan sekarang ini sudah memasuki generasi keempat. Menurut Teddy, pada 1987 kampung ini sudah dipadati ribuan warga yang datang dari berbagai daerah untuk tinggal dan mencari mata pencarian. (Baca juga: Santri Ditangkap, Warga Kepung Polisi di Pondok Pesantren)
“Untuk jumlah total, saya tidak tahu pasti. Tapi, pada saat itu yang punya aset (kepemilikan rumah) sebanyak 240 KK. Sampai akhirnya hanya 103 KK yang masih bertahan dengan kondisi tekanan yang luar biasa,” tuturnya.
tulis komentar anda