FPI tolak lurah non muslim, Jokowi santai
A
A
A
Sindonews.com - Front Pembela Islam (FPI) kembali membuat persoalan di dunia permerintahan. FPI 'mendakwahi' warga muslim Lenteng Agung dan Pejaten Timur untuk menolak kepemimpinan lurahnya yang beragama non Islam.
Menanggapi hal tersebut, Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo mengatakan, pihaknya tidak mempersalahkan aksi FPI tersebut. Bahkan dirinya menegaskan tetap akan bekerja sama dengan semua Ormas termasuk FPI.
"Kami tetap akan bekerja sama dengan seluruh Ormas, termasuk FPI, tapi itu kalau diperlukan," kata Jokowi di Jakarta, Selasa (29/10/2013).
Jokowi menjelaskan, laik atau tidaknya pejabat memimpin suatu jabatan tidak dilihat dari agama ataupun etnis tertentu, melainkan dari kinerja dan perilaku buruk dalam kepemimpinan. Untuk itu dirinya menaggapi santai mengenai penolakan tersebut.
Lebih jauh, Jokowi memaparkan, dalam konteks bekerja sama dengan semua Ormas yang ada, pihaknya lebih mengedepankan dalam pembangunan. Seperti misalnya dalam sosialisasi normalisasi waduk, pembuatan kampung deret dan lain sebagainya.
"Kami tetap akan bekerja sama dengan seluruh Ormas, tapi ingat kalau diperlukan. Tolong dipahami kata-kata itu," tandasnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Maarif Institute Fajar Rizal Ul Haq mengatakan, dasar tuntutan FPI agar warga kelurahan setempat menolak dipimpin oleh orang yang berbeda agama dan juga perempuan hanya bisa dipahami dalam konteks negara agama, bukan dalam koridor Negara Pancasila.
Namun jika kampanye semacam ini dilihat sebagai wujud dari gerakan NKRI bersyariah seperti yang mereka usung baru-baru ini, maka itu jelas sangat bertolak belakang dengan prinsip kebhinekaan bahkan Pancasila sebagai dasar bernegara.
"Perbedaan agama dan jender tidak bisa dijadikan dasar pencopotan ataupun pergantian suatu jabatan publik kecuali yang bersangkutan jeblok kinerjanya atau terseret kasus hukum. Pemerintah tidak boleh tunduk pada tuntutan yang alasannya sangat membahayakan integrasi bangsa," terangnya.
Fajar menegaskan, komitmen Menteri Dalam Negeri dalam kapasitasnya sebagai penanggung jawab tata kelola pemerintahan daerah dan pada bersamaan sebagai pembina ormas harus dipertanyakan.
Sebab, pada saat Gamawan menyatakan FPI sebagai aset bangsa maka dialah yang seharusnya orang terdepan meluruskan FPI karena berusaha merongrong otoritas kepala daerah, dalam hal ini Gubernur DKI, yang telah mengangkat dan menugaskan dua orang lurah di wilayah DKI Jakarta tersebut.
Menanggapi hal tersebut, Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo mengatakan, pihaknya tidak mempersalahkan aksi FPI tersebut. Bahkan dirinya menegaskan tetap akan bekerja sama dengan semua Ormas termasuk FPI.
"Kami tetap akan bekerja sama dengan seluruh Ormas, termasuk FPI, tapi itu kalau diperlukan," kata Jokowi di Jakarta, Selasa (29/10/2013).
Jokowi menjelaskan, laik atau tidaknya pejabat memimpin suatu jabatan tidak dilihat dari agama ataupun etnis tertentu, melainkan dari kinerja dan perilaku buruk dalam kepemimpinan. Untuk itu dirinya menaggapi santai mengenai penolakan tersebut.
Lebih jauh, Jokowi memaparkan, dalam konteks bekerja sama dengan semua Ormas yang ada, pihaknya lebih mengedepankan dalam pembangunan. Seperti misalnya dalam sosialisasi normalisasi waduk, pembuatan kampung deret dan lain sebagainya.
"Kami tetap akan bekerja sama dengan seluruh Ormas, tapi ingat kalau diperlukan. Tolong dipahami kata-kata itu," tandasnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Maarif Institute Fajar Rizal Ul Haq mengatakan, dasar tuntutan FPI agar warga kelurahan setempat menolak dipimpin oleh orang yang berbeda agama dan juga perempuan hanya bisa dipahami dalam konteks negara agama, bukan dalam koridor Negara Pancasila.
Namun jika kampanye semacam ini dilihat sebagai wujud dari gerakan NKRI bersyariah seperti yang mereka usung baru-baru ini, maka itu jelas sangat bertolak belakang dengan prinsip kebhinekaan bahkan Pancasila sebagai dasar bernegara.
"Perbedaan agama dan jender tidak bisa dijadikan dasar pencopotan ataupun pergantian suatu jabatan publik kecuali yang bersangkutan jeblok kinerjanya atau terseret kasus hukum. Pemerintah tidak boleh tunduk pada tuntutan yang alasannya sangat membahayakan integrasi bangsa," terangnya.
Fajar menegaskan, komitmen Menteri Dalam Negeri dalam kapasitasnya sebagai penanggung jawab tata kelola pemerintahan daerah dan pada bersamaan sebagai pembina ormas harus dipertanyakan.
Sebab, pada saat Gamawan menyatakan FPI sebagai aset bangsa maka dialah yang seharusnya orang terdepan meluruskan FPI karena berusaha merongrong otoritas kepala daerah, dalam hal ini Gubernur DKI, yang telah mengangkat dan menugaskan dua orang lurah di wilayah DKI Jakarta tersebut.
(mhd)