SPN Depok tolak BPJS
A
A
A
Sindonews.com - Pemerintah mulai memberlakukan Undang-Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) pada tahun 2014. Namun sebagian aliansi buruh menolak pemberlakuan BPJS.
Ketua SPN DPC Depok, Manaf mengatakan, tuntutan para buruh yakni agar pemerintah menunda UU BPJS. Sebab, kata dia, UU BPJS saat ini masih cacat hukum.
"Dalam UU 24 dan UU 40 itu mengatur dalam BPJS, disitu kalau yang dulu untuk Jamsostek, tak ada istilah pungutan untuk karyawan. Saat ini justru BPJS mengatur, peserta harus dipungut 2 persen dari gaji. Kalau namanya pungutan harusnya diatur dengan UU, sedangkan UU 24 dan 40, menabrak UU 3 tahun 1992 tentang Jamsostek. Kenapa UU yang lama belum digugurkan?," ungkapnya, Kamis (21/03/2013).
Manaf menambahkan sikap SPN yakni menolak BPJS agar dikaji ulang. Instrusi SPN seluruh Indonesia, kata dia, harus mulai mengambil formulir untuk mengambil Jaminan Hari Tua (JHT).
"Sebelum ranahnya ambil Jaminan Hari Tua (JHT), kita ambil formulir untuk mengajukan Judicial Review. Gimana sikap pemerintah setelah kita ambil formulir, kalau tidak digubris juga maka kita ambil hak kita yaitu JHT," tukasnya.
Terkait pungutan 2 persen yang dibebankan kepada buruh, menurut Manaf terlalu memberatkan.
"Jelas memeratkan, jadinya kan kita para buruh subsidi silang untuk orang banyak. Itu kan subsidi tanggungan pemerintah, bukan tanggungan buruh. Buruh kok jadi subsidi silang," tandasnya.
Ketua SPN DPC Depok, Manaf mengatakan, tuntutan para buruh yakni agar pemerintah menunda UU BPJS. Sebab, kata dia, UU BPJS saat ini masih cacat hukum.
"Dalam UU 24 dan UU 40 itu mengatur dalam BPJS, disitu kalau yang dulu untuk Jamsostek, tak ada istilah pungutan untuk karyawan. Saat ini justru BPJS mengatur, peserta harus dipungut 2 persen dari gaji. Kalau namanya pungutan harusnya diatur dengan UU, sedangkan UU 24 dan 40, menabrak UU 3 tahun 1992 tentang Jamsostek. Kenapa UU yang lama belum digugurkan?," ungkapnya, Kamis (21/03/2013).
Manaf menambahkan sikap SPN yakni menolak BPJS agar dikaji ulang. Instrusi SPN seluruh Indonesia, kata dia, harus mulai mengambil formulir untuk mengambil Jaminan Hari Tua (JHT).
"Sebelum ranahnya ambil Jaminan Hari Tua (JHT), kita ambil formulir untuk mengajukan Judicial Review. Gimana sikap pemerintah setelah kita ambil formulir, kalau tidak digubris juga maka kita ambil hak kita yaitu JHT," tukasnya.
Terkait pungutan 2 persen yang dibebankan kepada buruh, menurut Manaf terlalu memberatkan.
"Jelas memeratkan, jadinya kan kita para buruh subsidi silang untuk orang banyak. Itu kan subsidi tanggungan pemerintah, bukan tanggungan buruh. Buruh kok jadi subsidi silang," tandasnya.
(stb)