Punya Izin Lengkap, Kapal Trans 1000 Protes Larangan Sandar
A
A
A
JAKARTA - Penataan kawasan Kepulauan Seribu yang dijanjikan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan saat kampanye terhambat. Upaya revitalisasi terhalang setelah KMP Trans 1000 TW-01 tak boleh bersandar di Dermaga Kali Adem, Penjaringan, Jakarta Utara.
Direktur Utama PT Trans 1000 Nana Suryana mengaku keberatan dengan penolakan itu. Bahkan, konflik sempat terjadi antara dirinya dengan Dinas Perhubungan saat kapal bersandar. “Padahal, kami sudah memiliki kelengkapan dokumen usaha dan izin pelayaran seperti SIUPAL, SIOPSUS, RPK dari Kementerian Perhubungan dan SIUAP dari PTSP Pemprov DKI Jakarta,” ujarnya, Senin (16/3/2020).
Sebelumnya, Dinas Perhubungan DKI Jakarta dinilai menghambat revitalisasi transportasi Kepulauan Seribu. Pasalnya, kapal baru Trans 1000 TW 01 dilarang bersandar di Kali Adem, Senin (9/3/2020). (Baca juga: Dishub Dinilai Hambat Revitalisasi Transportasi Perairan Kepulauan Seribu)
Kadishub DKI Jakarta Syafrin Liputo menegaskan perintah larangan sandar bersumber dari dirinya. Dia berdalih kapal tak melaporkan LK3.
Penelusuran SINDOnews, LK3 merupakan surat sandar kapal yang bersumber dari KSOP Syahbandar atau KSOP IV Kaliadem. Sementara, Nana mengatakan surat itu sudah dikantonginya. “Kami tidak ada kewajiban melaporkan LK3 kepada pengelola dermaga Kali Adem kecuali kepada syahbandar dan kepada pengelola dermaga Kali Adem (Dishub DKI) sebatas hanya membayar biaya tambat labuh serta retribusi lainnya terkait kepelabuhanan (biaya rambu, dan lain-lain),” terang Nana.
Dia yakin ada miss komunikasi antara Kadishub DKI dengan anak buahnya, terutama bagian pelayaran. Terlebih beberapa hari sebelum sandaran pertama, pihaknya telah berkomunikasi dengan pihak Dishub soal perizinan itu, namun Dishub enggan menanggapinya.
Sejatinya ketika kapal belum berlayar semestinya surat berlayar KSOP Sunda Kelapa tidak keluar. Surat ini menunjukkan kapal menuju Kali Adem dari kawasan Pantai Mutiara. “Artinya, kapal saya boleh berlayar dan bersandar di dermaga Kali Adem dan karena aturan itulah saya tidak terima dilarang sandar oleh kepala pelabuhan,” ucapnya.
Apalagi penyampaian larangan sandar hanya dilakukan secara lisan dan tak menggunakan surat secara resmi. Sejauh ini pihaknya telah mengantongi izin resmi dari Pemkab Kepulauan Seribu untuk menata kawasan, meremajakan kapal milik warga, kapal angkutan, serta kapal penghubung antarpulau. (Baca juga: Dilengkapi Navigasi Modern, Trans 1000 Jadi Role Model Revitalisasi Angkutan Perairan)
OK Otrip
Management Representatif PT Trans 1000 Subhan Nur Ali menjelaskan, anggaran pembiayaan tersebut bersumber dari investasi-investor swasta lokal dan bantuan lunak pinjaman jangka panjang perbankan dalam Pola Kerjasama Operasional (KSO).
Selain itu, PT Trans 1000 Jakarta juga sudah mengantongi izin dari Kementerian Perhubungan seperti SIUPAL, SIOPSUS, RPK, Izin Pengelolaan Perairan di WP-3K, Izin Komersial Angkutan Laut dan Izin Usaha Angkutan Penyeberangan (SIUAP) dari PTSP DKI Jakarta.
“Nantinya kapal itu akan jadikan kapal kargo pengangkut dan penyuplai kebutuhan warga di pulau. Pemisahan ini makin menjamin keselamatan dalam bertransportasi,” ujar Subhan.
Menanggapi itu, Pengamat Tata Kota Universitas Trisakti Nirwono Joga mengatakan, ada aturan tumpang tindih yang terjadi di Kali Adem. Ini mencontohkan buruknya birokrasi. “Padahal, kalau sudah kementerian, Dishub harus mengikuti,” ujarnya.
Melihat kondisi demikian, menurut dia, upaya revitalisasi hanya akan menjadi angan-angan dan tak akan terwujud. Karena itu, diperlukan persamaan persepsi. Badan Layanan Umum harus dibuat agar tak terjadi tumpang tindih aturan. Dishub hanya menjadi regulator dan menyerahkan revitalisasi ke swasta.
“Pengawasannya soal harga. Jadi swasta harus mengikuti harga. Tapi, harus disepakati bersama, tidak main penetapan tarif penumpang. Swasta dan dinas harus duduk bareng,” kata Nirwono.
Direktur Utama PT Trans 1000 Nana Suryana mengaku keberatan dengan penolakan itu. Bahkan, konflik sempat terjadi antara dirinya dengan Dinas Perhubungan saat kapal bersandar. “Padahal, kami sudah memiliki kelengkapan dokumen usaha dan izin pelayaran seperti SIUPAL, SIOPSUS, RPK dari Kementerian Perhubungan dan SIUAP dari PTSP Pemprov DKI Jakarta,” ujarnya, Senin (16/3/2020).
Sebelumnya, Dinas Perhubungan DKI Jakarta dinilai menghambat revitalisasi transportasi Kepulauan Seribu. Pasalnya, kapal baru Trans 1000 TW 01 dilarang bersandar di Kali Adem, Senin (9/3/2020). (Baca juga: Dishub Dinilai Hambat Revitalisasi Transportasi Perairan Kepulauan Seribu)
Kadishub DKI Jakarta Syafrin Liputo menegaskan perintah larangan sandar bersumber dari dirinya. Dia berdalih kapal tak melaporkan LK3.
Penelusuran SINDOnews, LK3 merupakan surat sandar kapal yang bersumber dari KSOP Syahbandar atau KSOP IV Kaliadem. Sementara, Nana mengatakan surat itu sudah dikantonginya. “Kami tidak ada kewajiban melaporkan LK3 kepada pengelola dermaga Kali Adem kecuali kepada syahbandar dan kepada pengelola dermaga Kali Adem (Dishub DKI) sebatas hanya membayar biaya tambat labuh serta retribusi lainnya terkait kepelabuhanan (biaya rambu, dan lain-lain),” terang Nana.
Dia yakin ada miss komunikasi antara Kadishub DKI dengan anak buahnya, terutama bagian pelayaran. Terlebih beberapa hari sebelum sandaran pertama, pihaknya telah berkomunikasi dengan pihak Dishub soal perizinan itu, namun Dishub enggan menanggapinya.
Sejatinya ketika kapal belum berlayar semestinya surat berlayar KSOP Sunda Kelapa tidak keluar. Surat ini menunjukkan kapal menuju Kali Adem dari kawasan Pantai Mutiara. “Artinya, kapal saya boleh berlayar dan bersandar di dermaga Kali Adem dan karena aturan itulah saya tidak terima dilarang sandar oleh kepala pelabuhan,” ucapnya.
Apalagi penyampaian larangan sandar hanya dilakukan secara lisan dan tak menggunakan surat secara resmi. Sejauh ini pihaknya telah mengantongi izin resmi dari Pemkab Kepulauan Seribu untuk menata kawasan, meremajakan kapal milik warga, kapal angkutan, serta kapal penghubung antarpulau. (Baca juga: Dilengkapi Navigasi Modern, Trans 1000 Jadi Role Model Revitalisasi Angkutan Perairan)
OK Otrip
Management Representatif PT Trans 1000 Subhan Nur Ali menjelaskan, anggaran pembiayaan tersebut bersumber dari investasi-investor swasta lokal dan bantuan lunak pinjaman jangka panjang perbankan dalam Pola Kerjasama Operasional (KSO).
Selain itu, PT Trans 1000 Jakarta juga sudah mengantongi izin dari Kementerian Perhubungan seperti SIUPAL, SIOPSUS, RPK, Izin Pengelolaan Perairan di WP-3K, Izin Komersial Angkutan Laut dan Izin Usaha Angkutan Penyeberangan (SIUAP) dari PTSP DKI Jakarta.
“Nantinya kapal itu akan jadikan kapal kargo pengangkut dan penyuplai kebutuhan warga di pulau. Pemisahan ini makin menjamin keselamatan dalam bertransportasi,” ujar Subhan.
Menanggapi itu, Pengamat Tata Kota Universitas Trisakti Nirwono Joga mengatakan, ada aturan tumpang tindih yang terjadi di Kali Adem. Ini mencontohkan buruknya birokrasi. “Padahal, kalau sudah kementerian, Dishub harus mengikuti,” ujarnya.
Melihat kondisi demikian, menurut dia, upaya revitalisasi hanya akan menjadi angan-angan dan tak akan terwujud. Karena itu, diperlukan persamaan persepsi. Badan Layanan Umum harus dibuat agar tak terjadi tumpang tindih aturan. Dishub hanya menjadi regulator dan menyerahkan revitalisasi ke swasta.
“Pengawasannya soal harga. Jadi swasta harus mengikuti harga. Tapi, harus disepakati bersama, tidak main penetapan tarif penumpang. Swasta dan dinas harus duduk bareng,” kata Nirwono.
(jon)