Leasing Jadi Salah Satu Penyebab Masyarakat Lambat Bayar Pajak
A
A
A
JAKARTA - Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) DKI Jakarta menyatakan perusahaan kredit atau leasing mobil dan motor punya andil dalam menghambat perolehan pendapatan asli daerah (PAD) sektor pajak.
Hal ini disebabkan ketika masyarakat selaku debitur ingin memperpanjang STNK atau balik nama nomor kendaraan, ada paksaan dari pihak leasing untuk mengurus dokumen-dokumen tersebut lewat mereka. Namun, dengan biaya yang tak wajar.
Sekretaris Bapenda DKI Jakarta, Pilar Hendrani mengatakan, ada temuan keluhan masyarakat terkait alasan menunda membayar pajak kendaraan bermotor (PKB), dan menunggu kebijakan pemutihan.Mereka mengeluh karena saat ingin memperpanjang atau balik nama nomor kendaraan, ada paksaan dari pihak leasing untuk mengurus dokumen-dokumen tersebut lewat perusahaan. Namun, dengan biaya yang tak wajar.
"Kita jadi tidak optimal dalam realisasi pajak daerah. Kepolisian pun dirugikan karena Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNPB) berkurang," kata Pilar kepada wartawan Jumat (31/1/2020). (Baca: TNKB 1.500 Kendaraan Bermotor di Jakarta Terancam Dihapus)
Menurut dia, Undang-Undang No 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya mengamanatkan penghapusan nomor registrasi dan identifikasi (regident) kendaraan apabila masyarakat tak memperpanjang STNK dua tahun berturut-turut.
Kasie STNK Ditlantas Polda Metro Jaya Kompol Arif Fazlurrahman mengungkap hal serupa. Dia menuturkan, terkadang pihak leasing mengambinghitamkan polisi dengan embel-embel biaya administrasi untuk mengambil kesempatan dari masyarakat yang kredit di tempatnya.
"Biasanya yang banyak terjadi itu balik nama atau perpanjang masa STNK yang habis. Karena Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) jadi syarat harus dibawa. Sedangkan barangnya masih ditahan sama leasing," ujarnya.
Oleh sebab itu, pihak kepolisian dan Bapenda DKI berencana duduk bersama perusahaan-perusahaan leasing untuk membahas hal ini. Arif menyarankan masyarakat berupaya mengurus pajak kendaraan sendiri.
Namun, apabila tak diperbolehkan mengambil BPKB sementara waktu, Arif menyarankan agar masyarakat melaporkan kendala yang terjadi. "Tapi kita tidak bisa masuk mengintervensi sebagai kasus hukum, karena itu sudah perjanjian pihak leasing dan debitur. Laporan akan kami jadikan sebagai data untuk diskusi dengan para perusahaan leasing itu. Enaknya bagaimana," tuturnya.
Sebelumnya, Bapenda DKI mendapat keluhan wajib pajak atas tingginya pungutan yang diberikan oleh pihak leasing ketika mereka hendak melakukan pembayaran pajak kendaraannya. Untuk biaya perpanjangan saja ditemukan kelebihan 30-50% dari biaya normal. Tidak hanya itu, biaya bea balik nama kendaraan bermotor ditarik biaya hingga dua kali lipat.
Salah satu wajib pajak bernama Fatimah yang ditemui Bapenda di Polda Metro Jaya menuturkan, terpaksa harus membayar pajak kendaraan setelah tiga tahun menunggak. Alasannya menunggak pajak hingga tiga tahun karena harus menunggu BPKB-nya keluar dari leasing.
Karena bila harus melakukan pembayaran di leasing maka biaya yang dikeluarkan tidak sedikit."Karena BPKB-nya kan ditahan, jadi saya harus menunggu BPKB-nya keluar baru bayar pajak. Karena, sesuai dengan tenor pembiayaan kredit maka dirinya harus melunasi selama tiga tahun," katanya.
Dia melanjutkan, selama ini dirinya memang mencoba membayar pajak tepat waktu. Namun, dia tidak bisa membayarnya karena harus melakukan pembayaran dititipkan ke leasing.
"Kalau saya harus bayar ke leasing itu harus bayar dua kali lipatnya, alasannya bayar biaya administrasi," tegasnya. Bahkan, menurut Fatimah, kalau harus bayar denda maka masih lebih besar biaya membayar di leasing dari pada harus bayar denda keterlambatan.
Wajib pajak bernama Hendra mengungkap hal serupa. Hendra mengaku dikenakan biaya bea balik nama untuk mobil Honda Jazz keluaran 2018 dikenakan biaya Rp10 juta, padahal semestinya biaya yang harus dibayar hanya Rp4 juta.
Alasan yang diberikan oleh pihak leasing adalah untuk membayar biaya administrasi, “Karena saya beli bekas dan ambil kredit jadi BPKB-nya ditahan sama leasing, tapi waktu mau urus balik nama mereka minta uang Rp10 juta,” ucapnya.
Hal ini disebabkan ketika masyarakat selaku debitur ingin memperpanjang STNK atau balik nama nomor kendaraan, ada paksaan dari pihak leasing untuk mengurus dokumen-dokumen tersebut lewat mereka. Namun, dengan biaya yang tak wajar.
Sekretaris Bapenda DKI Jakarta, Pilar Hendrani mengatakan, ada temuan keluhan masyarakat terkait alasan menunda membayar pajak kendaraan bermotor (PKB), dan menunggu kebijakan pemutihan.Mereka mengeluh karena saat ingin memperpanjang atau balik nama nomor kendaraan, ada paksaan dari pihak leasing untuk mengurus dokumen-dokumen tersebut lewat perusahaan. Namun, dengan biaya yang tak wajar.
"Kita jadi tidak optimal dalam realisasi pajak daerah. Kepolisian pun dirugikan karena Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNPB) berkurang," kata Pilar kepada wartawan Jumat (31/1/2020). (Baca: TNKB 1.500 Kendaraan Bermotor di Jakarta Terancam Dihapus)
Menurut dia, Undang-Undang No 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya mengamanatkan penghapusan nomor registrasi dan identifikasi (regident) kendaraan apabila masyarakat tak memperpanjang STNK dua tahun berturut-turut.
Kasie STNK Ditlantas Polda Metro Jaya Kompol Arif Fazlurrahman mengungkap hal serupa. Dia menuturkan, terkadang pihak leasing mengambinghitamkan polisi dengan embel-embel biaya administrasi untuk mengambil kesempatan dari masyarakat yang kredit di tempatnya.
"Biasanya yang banyak terjadi itu balik nama atau perpanjang masa STNK yang habis. Karena Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) jadi syarat harus dibawa. Sedangkan barangnya masih ditahan sama leasing," ujarnya.
Oleh sebab itu, pihak kepolisian dan Bapenda DKI berencana duduk bersama perusahaan-perusahaan leasing untuk membahas hal ini. Arif menyarankan masyarakat berupaya mengurus pajak kendaraan sendiri.
Namun, apabila tak diperbolehkan mengambil BPKB sementara waktu, Arif menyarankan agar masyarakat melaporkan kendala yang terjadi. "Tapi kita tidak bisa masuk mengintervensi sebagai kasus hukum, karena itu sudah perjanjian pihak leasing dan debitur. Laporan akan kami jadikan sebagai data untuk diskusi dengan para perusahaan leasing itu. Enaknya bagaimana," tuturnya.
Sebelumnya, Bapenda DKI mendapat keluhan wajib pajak atas tingginya pungutan yang diberikan oleh pihak leasing ketika mereka hendak melakukan pembayaran pajak kendaraannya. Untuk biaya perpanjangan saja ditemukan kelebihan 30-50% dari biaya normal. Tidak hanya itu, biaya bea balik nama kendaraan bermotor ditarik biaya hingga dua kali lipat.
Salah satu wajib pajak bernama Fatimah yang ditemui Bapenda di Polda Metro Jaya menuturkan, terpaksa harus membayar pajak kendaraan setelah tiga tahun menunggak. Alasannya menunggak pajak hingga tiga tahun karena harus menunggu BPKB-nya keluar dari leasing.
Karena bila harus melakukan pembayaran di leasing maka biaya yang dikeluarkan tidak sedikit."Karena BPKB-nya kan ditahan, jadi saya harus menunggu BPKB-nya keluar baru bayar pajak. Karena, sesuai dengan tenor pembiayaan kredit maka dirinya harus melunasi selama tiga tahun," katanya.
Dia melanjutkan, selama ini dirinya memang mencoba membayar pajak tepat waktu. Namun, dia tidak bisa membayarnya karena harus melakukan pembayaran dititipkan ke leasing.
"Kalau saya harus bayar ke leasing itu harus bayar dua kali lipatnya, alasannya bayar biaya administrasi," tegasnya. Bahkan, menurut Fatimah, kalau harus bayar denda maka masih lebih besar biaya membayar di leasing dari pada harus bayar denda keterlambatan.
Wajib pajak bernama Hendra mengungkap hal serupa. Hendra mengaku dikenakan biaya bea balik nama untuk mobil Honda Jazz keluaran 2018 dikenakan biaya Rp10 juta, padahal semestinya biaya yang harus dibayar hanya Rp4 juta.
Alasan yang diberikan oleh pihak leasing adalah untuk membayar biaya administrasi, “Karena saya beli bekas dan ambil kredit jadi BPKB-nya ditahan sama leasing, tapi waktu mau urus balik nama mereka minta uang Rp10 juta,” ucapnya.
(whb)