Soal UAS Diduga Bocor, Psikolog: Sistem Pendidikan Kita Ada yang Salah
A
A
A
DEPOK - Di Kota Depok beredar kabar bahwa salah satu sekolah negeri akan melakukan ujian Akhir Sekolah (UAS) susulan karena ditengarai soal bocor. Pihak sekolah sendiri kini sedang menelusuri dugaan soal UAS bocor tersebut.
Menanggapi masalah tersebut, Psikolog Universitas Pancasila (UP) Aully Grashinta mengatakan, kasus ini sebenarnya menunjukkan bahwa memang sistem pendidikan kita hanya berorientasi pada nilai. Sehingga siswa melakukan berbagai cara agar dapat nilai yang bagus.
"Karena mereka yakin bahwa nilai bagus lebih berharga daripada proses mendapatkan nilai itu sendiri," katanya kepada wartawan, Rabu (11/12/2019).
Dijelaskan dia, dalam hal ini orientasi pendidikan menjadi keliru. Dan menurutnya, yang salah adalah sistem secara keseluruhan. Karena siswa tidak dibiasakan menghargai proses, bagaimanapun hasilnya. (Baca Juga: Viral SMAN 1 Depok Akan UAS Susulan, Ini Penjelasan Kepsek)
"Salah satunya juga karena penghargaan bagi mereka hanya pada pencapaian nilai. Sehingga esensi pendidikan yang sesungguhnya menjadi kabur," ucapnya.
Proses yang seharusnya menjadi bagian penting dari pendidikan seolah tenggelam dengan kebutuhan akan nilai tinggi. Misalnya hanya nilai tertentu yang bisa masuk ke jurusan tertentu, hanya siswa dengan nilai tertentu yang akan mendapat fasilitas tertentu, mendapat penghargaan tertentu.
"Kecintaan akan proses belajar menjadi hilang. Yang ada hanya berfokus pada mengejar nilai bagus untuk mendapat berbagai keuntungan di atas," paparnya. (Baca Juga: Tunggak Uang Sekolah, Dua Siswi Berprestasi di Tangsel Dilarang Ikut Ujian)
Kondisi itu membuat beberapa siswa menggunakan cara cepat demi mendapatkan nilai tinggi dan mencapai tujuan. Hal itu terjadi karena pada dasarnya orientasinya pada hasil yang bagus.
Shinta melanjutkan, biasanya juga anak-anak ini punya ‘kesempatan’ dari orang dewasa yang bisa dimanfaatkan. "Sehingga selain mencari, sangat mungkin juga ditawari orang-orang dewasa lain misalnya untuk motif ekonomi," pungkasnya.
Menanggapi masalah tersebut, Psikolog Universitas Pancasila (UP) Aully Grashinta mengatakan, kasus ini sebenarnya menunjukkan bahwa memang sistem pendidikan kita hanya berorientasi pada nilai. Sehingga siswa melakukan berbagai cara agar dapat nilai yang bagus.
"Karena mereka yakin bahwa nilai bagus lebih berharga daripada proses mendapatkan nilai itu sendiri," katanya kepada wartawan, Rabu (11/12/2019).
Dijelaskan dia, dalam hal ini orientasi pendidikan menjadi keliru. Dan menurutnya, yang salah adalah sistem secara keseluruhan. Karena siswa tidak dibiasakan menghargai proses, bagaimanapun hasilnya. (Baca Juga: Viral SMAN 1 Depok Akan UAS Susulan, Ini Penjelasan Kepsek)
"Salah satunya juga karena penghargaan bagi mereka hanya pada pencapaian nilai. Sehingga esensi pendidikan yang sesungguhnya menjadi kabur," ucapnya.
Proses yang seharusnya menjadi bagian penting dari pendidikan seolah tenggelam dengan kebutuhan akan nilai tinggi. Misalnya hanya nilai tertentu yang bisa masuk ke jurusan tertentu, hanya siswa dengan nilai tertentu yang akan mendapat fasilitas tertentu, mendapat penghargaan tertentu.
"Kecintaan akan proses belajar menjadi hilang. Yang ada hanya berfokus pada mengejar nilai bagus untuk mendapat berbagai keuntungan di atas," paparnya. (Baca Juga: Tunggak Uang Sekolah, Dua Siswi Berprestasi di Tangsel Dilarang Ikut Ujian)
Kondisi itu membuat beberapa siswa menggunakan cara cepat demi mendapatkan nilai tinggi dan mencapai tujuan. Hal itu terjadi karena pada dasarnya orientasinya pada hasil yang bagus.
Shinta melanjutkan, biasanya juga anak-anak ini punya ‘kesempatan’ dari orang dewasa yang bisa dimanfaatkan. "Sehingga selain mencari, sangat mungkin juga ditawari orang-orang dewasa lain misalnya untuk motif ekonomi," pungkasnya.
(ysw)