Kamar Kos-kosan Ilegal Menjamur di Jakarta Pusat
A
A
A
JAKARTA - Keberadaan kamar indekos atau kos-kosan di Jakarta Pusat ditengarai banyak yang ilegal. Dari delapan kecamatan yang ada, diperkirakan baru sekitar 20 persen kos-kosan melaporkan keberadaannya kepada Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP).
Wakil Wali Kota Jakarta Pusat, Irwandi, menyebut, banyak kos-kosan di wilayahnya yang tidak melaporkan keberadaannya, termasuk jumlah penghuninya. “Hari ini PTSP mendata karena banyak yang disinyalir tak berizin. Data (PTSP) menyebutkan baru 20 persen yang berizin,” ujar Irwandi saat dikonfirmasi, Selasa (3/9/2019).
Sebelumnya, sebuah kamar kos-kosan model sleep box di Johar Baru, Jalan Rawa Selatan V, Nomor 14, disegel Pemkot Jakarta Pusat, Senin (2/9/2019). Selain disinyalir tak berizin, kamar kos-kosan itu dinilai membahayakan penghuninya.
Pascasidak dadakan itu Irwandi langsung mengumpulkan camat dan lurah. Pendataan kemudian dilakukan ke sejumlah tempat. Kini proses pendataan kamar indekos masih berlangsung.
Menurut dia, minimnya data lokasi kamar kos-kosan, pemilik, dan penghuninya, disebabkan beberapa faktor. Meski tak merinci soal itu, namun ia mengklaim beragam upaya telah dilakukan. Antara lain, pemilik rumah indekos sudah diminita mendaftar sejak beberapa tahun lalu, namun hal itu tak kunjung dilakukan.
“Kita juga enggak bisa memaksa. Tapi sekarang bahaya kebakaran, narkoba, dari kos kosan juga. Makanya kita giat (mengawasi),” ucapnya.
Irwandi melanjutkan, dari pantauan lapangan banyak ditemukan rumah indekos yang memiliki lima kamar namun tak melapor. Padahal sudah ada aturan akan hal itu, sekalipun tidak ada sanksinya. “Ada aturannya di PTSP. Lebih dari lima kamar harus minta izin,” ucapnya.
Terkait kamar kos-kosan dengan konsep sleep box di Johar Baru itu, mantan Kadis UMKM ini mengatakan, Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (Citata) telah memberikan peringatan. Pendataan tengah dilakukan termasuk izinnya. Sebab, saat sidak kemarin diketahui rumah indekos itu tak berizin dan tak memiliki Ijin Mendirikan Bangunan (IMB).
Penyegelan Kurang Tepat
Terpisah, penyegelan kos-kosan di Johar Baru mendapatkan sindiran dari Fraksi NasDem DPRD DKI Jakarta. Salah satu anggotanya, Wibi Andrino, menilai penyegelan itu kurang tepat, lantaran tak memberi kesempatan atau waktu bagi penghuni untuk mendapatkan hunian baru.
"Pemprov sebaiknya berikan kebijaksanaan dengan memberikan kesempatan atau waktu terbatas untuk penghuni kosan mendapat hunian baru. Namun secara aturan, sanksi tetap dikenakan sampai kosan tersebut memiliki izin yang benar. Karena perizinan kosan juga memiliki persyaratan yang harus dipenuhi," ujarnya.
Walau demikian, Wibi menilai dari sudut pandang lainnya. Kosan itu dinilai kurang layak dan tak memiliki kesejahteraan. Karennya, ia mendorong Pemprov untuk menyediakan hunian yang murah dan layak. Sebab, saat ini masyarakat membutuhkan hunian murah.
Saat ini, lanjut Wibi, Fraksi NasDem berupaya memperjuangkan hunian layak dan terjangkau serta nyaman dan sehat bagi masyarakat, asalkan tempat itu berizin.
Wakil Wali Kota Jakarta Pusat, Irwandi, menyebut, banyak kos-kosan di wilayahnya yang tidak melaporkan keberadaannya, termasuk jumlah penghuninya. “Hari ini PTSP mendata karena banyak yang disinyalir tak berizin. Data (PTSP) menyebutkan baru 20 persen yang berizin,” ujar Irwandi saat dikonfirmasi, Selasa (3/9/2019).
Sebelumnya, sebuah kamar kos-kosan model sleep box di Johar Baru, Jalan Rawa Selatan V, Nomor 14, disegel Pemkot Jakarta Pusat, Senin (2/9/2019). Selain disinyalir tak berizin, kamar kos-kosan itu dinilai membahayakan penghuninya.
Pascasidak dadakan itu Irwandi langsung mengumpulkan camat dan lurah. Pendataan kemudian dilakukan ke sejumlah tempat. Kini proses pendataan kamar indekos masih berlangsung.
Menurut dia, minimnya data lokasi kamar kos-kosan, pemilik, dan penghuninya, disebabkan beberapa faktor. Meski tak merinci soal itu, namun ia mengklaim beragam upaya telah dilakukan. Antara lain, pemilik rumah indekos sudah diminita mendaftar sejak beberapa tahun lalu, namun hal itu tak kunjung dilakukan.
“Kita juga enggak bisa memaksa. Tapi sekarang bahaya kebakaran, narkoba, dari kos kosan juga. Makanya kita giat (mengawasi),” ucapnya.
Irwandi melanjutkan, dari pantauan lapangan banyak ditemukan rumah indekos yang memiliki lima kamar namun tak melapor. Padahal sudah ada aturan akan hal itu, sekalipun tidak ada sanksinya. “Ada aturannya di PTSP. Lebih dari lima kamar harus minta izin,” ucapnya.
Terkait kamar kos-kosan dengan konsep sleep box di Johar Baru itu, mantan Kadis UMKM ini mengatakan, Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (Citata) telah memberikan peringatan. Pendataan tengah dilakukan termasuk izinnya. Sebab, saat sidak kemarin diketahui rumah indekos itu tak berizin dan tak memiliki Ijin Mendirikan Bangunan (IMB).
Penyegelan Kurang Tepat
Terpisah, penyegelan kos-kosan di Johar Baru mendapatkan sindiran dari Fraksi NasDem DPRD DKI Jakarta. Salah satu anggotanya, Wibi Andrino, menilai penyegelan itu kurang tepat, lantaran tak memberi kesempatan atau waktu bagi penghuni untuk mendapatkan hunian baru.
"Pemprov sebaiknya berikan kebijaksanaan dengan memberikan kesempatan atau waktu terbatas untuk penghuni kosan mendapat hunian baru. Namun secara aturan, sanksi tetap dikenakan sampai kosan tersebut memiliki izin yang benar. Karena perizinan kosan juga memiliki persyaratan yang harus dipenuhi," ujarnya.
Walau demikian, Wibi menilai dari sudut pandang lainnya. Kosan itu dinilai kurang layak dan tak memiliki kesejahteraan. Karennya, ia mendorong Pemprov untuk menyediakan hunian yang murah dan layak. Sebab, saat ini masyarakat membutuhkan hunian murah.
Saat ini, lanjut Wibi, Fraksi NasDem berupaya memperjuangkan hunian layak dan terjangkau serta nyaman dan sehat bagi masyarakat, asalkan tempat itu berizin.
(thm)