Bekasi-Depok Gabung DKI, Kemendagri: Tak Mudah, Ibaratnya Jenis Kelamin Beda
A
A
A
JAKARTA - Wacana pemekaran Bogor, Depok dan Bekasi menjadi provinsi Bogor Raya kembali muncul. Sayangnya, wacana ini tak semua wilayah mau ikut dan mereka lebih memilih bergabung ke DKI Jakarta karena alasan kultur yang sama.
Menanggapi rencana Bekasi dan Depok gabung ke Jakarta, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menilai bahwa wacana tersebut sah-sah saja tapi tidak mudah untuk dilakukan.
“Berwacana sih boleh-boleh aja. kalau dilarang melanggar HAM. Kami engga mungkin menghalangi orang berwacana, berkhayal, beropini, itu sah-sah saja. Tapi konsekuensinya tidak mudah,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal (Dirjen) Otonomi Daerah (Otda) Kemendagri Akmal Malik saat dihubungi, Rabu (21/8/2019
Banyak konsekuensi yang harus dijalani ketika ada kota/kabupaten bergabunng dengan DKI Jakarta. “Apakah Bekasi kalau mau pindah ke Jakarta dia mau berubah jadi wilayah administratif? Apakah DPRD mau dihilangkan? Apa kepala daerahnya mau dari PNS? Engga mudah itu, banyak sekali persoalannya,” ungkapnya.
Dia mengatakan bahwa status DKI Jakarta dengan Kota Bekasi maupun Kota Depok Berbeda. Hal ini tentunya membutuhkan revisi undang-undang (UU). ”Ini ibaratnya jenis kelaminnya beda. DKI Jakarta ini daerah yang melaksanakan kebijakan administrasi, asimetris dan khusus," katanya. (Baca Juga: Wacana Pemekaran Bodebek Meluas)
Akmal Malik menegaskan, sementara daerah lain daerah otonom. Nah apa mau Bekasi jadi wilayah administratif? Atau undang-undangnya diubah. "Konsekuensinya tidak semudah itu, banyak hal, itu dari sisi administratif. Nah apakah mungkin? Apa yang gak mungkin. Mungkin saja, Tapi engga mudah karena banyak sekali persoalannya,” jelasnya
Terkait dengan pemekaran, sampai saat ini pemerintah masih melakukan moratorium. Di sisi lain Akmal mengungkapkan bahwa aturan teknis berkaitan dengan penataan daerah baik pemekaran, pembubaran maupun penggabungan belum ada.
Menurutnya dibandingkan berpikir soal pemekaran ataupun penggabungan lebih baik para kepala daerah fokus membangun wilayahnya. (Baca Juga: Enggan Masuk ke Bogor Raya, Kota Bekasi Dapat Tawaran Masuk Jakarta)
“Mending daerah otonom tersebut fokus pada tujuan otonomi daerah, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, meningkatkan kualitas pelayanan publik, dan meningkatkan daya saing daerah. Fokus tiga hal ini saja daripada harus restrukturisasi daerah,” tuturnya.
Dia mengatakan bahwa percepatan pembangunan daerah tidak serta merta hanya melalui jalan pemekaran saja. “Gunakan lah pendekatan penguatan internal melalui reformasi birokrasi, kelembagaan, pegawai, tata kelola, dan lain-lain," katanya.
Karena, lanjutnya, mau dimekarkan atau tidak tujuannya sama agar masyarakat sejahtera, pelayanan publik bagus, dan daya saing bagus. "Kalau dimekarkan kemudian mereka turun, ya gak ada gunanya. Perlu kajian komprehensif,” tegasnya.
Menanggapi rencana Bekasi dan Depok gabung ke Jakarta, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menilai bahwa wacana tersebut sah-sah saja tapi tidak mudah untuk dilakukan.
“Berwacana sih boleh-boleh aja. kalau dilarang melanggar HAM. Kami engga mungkin menghalangi orang berwacana, berkhayal, beropini, itu sah-sah saja. Tapi konsekuensinya tidak mudah,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal (Dirjen) Otonomi Daerah (Otda) Kemendagri Akmal Malik saat dihubungi, Rabu (21/8/2019
Banyak konsekuensi yang harus dijalani ketika ada kota/kabupaten bergabunng dengan DKI Jakarta. “Apakah Bekasi kalau mau pindah ke Jakarta dia mau berubah jadi wilayah administratif? Apakah DPRD mau dihilangkan? Apa kepala daerahnya mau dari PNS? Engga mudah itu, banyak sekali persoalannya,” ungkapnya.
Dia mengatakan bahwa status DKI Jakarta dengan Kota Bekasi maupun Kota Depok Berbeda. Hal ini tentunya membutuhkan revisi undang-undang (UU). ”Ini ibaratnya jenis kelaminnya beda. DKI Jakarta ini daerah yang melaksanakan kebijakan administrasi, asimetris dan khusus," katanya. (Baca Juga: Wacana Pemekaran Bodebek Meluas)
Akmal Malik menegaskan, sementara daerah lain daerah otonom. Nah apa mau Bekasi jadi wilayah administratif? Atau undang-undangnya diubah. "Konsekuensinya tidak semudah itu, banyak hal, itu dari sisi administratif. Nah apakah mungkin? Apa yang gak mungkin. Mungkin saja, Tapi engga mudah karena banyak sekali persoalannya,” jelasnya
Terkait dengan pemekaran, sampai saat ini pemerintah masih melakukan moratorium. Di sisi lain Akmal mengungkapkan bahwa aturan teknis berkaitan dengan penataan daerah baik pemekaran, pembubaran maupun penggabungan belum ada.
Menurutnya dibandingkan berpikir soal pemekaran ataupun penggabungan lebih baik para kepala daerah fokus membangun wilayahnya. (Baca Juga: Enggan Masuk ke Bogor Raya, Kota Bekasi Dapat Tawaran Masuk Jakarta)
“Mending daerah otonom tersebut fokus pada tujuan otonomi daerah, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, meningkatkan kualitas pelayanan publik, dan meningkatkan daya saing daerah. Fokus tiga hal ini saja daripada harus restrukturisasi daerah,” tuturnya.
Dia mengatakan bahwa percepatan pembangunan daerah tidak serta merta hanya melalui jalan pemekaran saja. “Gunakan lah pendekatan penguatan internal melalui reformasi birokrasi, kelembagaan, pegawai, tata kelola, dan lain-lain," katanya.
Karena, lanjutnya, mau dimekarkan atau tidak tujuannya sama agar masyarakat sejahtera, pelayanan publik bagus, dan daya saing bagus. "Kalau dimekarkan kemudian mereka turun, ya gak ada gunanya. Perlu kajian komprehensif,” tegasnya.
(ysw)