Polisi Ungkap Penyebab Kematian Calon Paskibraka Aurellia Qurratu Aini
A
A
A
TANGERANG SELATAN - Polisi membeberkan hasil penyelidikan kasus meninggalnya Aurellia Qurratu Aini (16), calon Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) Kota Tangerang Selatan (Tangsel) tahun 2019. Polisi menyimpulkan adanya kesalahan prosedural saat pelatihan.
Kesalahan prosedural tersebut dilakukan oleh Purna Paskibraka Indonesia (PPI) Tangsel, saat memberikan materi Peraturan Baris-Berbaris (PBB), dan ketahanan fisik, seperti pushup dengan tangan terkepal.
"Dari keterangan pelatih senior PPI Tangsel, pola latihan yang diberikan, disamping PBB, juga ada pelatihan untuk peningkatan disiplin," ujar Kapolres Tangsel AKBP Ferdy Irawan didampingi Wali Kota Tangsel Airin Rachmi Diany, Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Seto Mulyadi, dan Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Jasra Putra, di Mapolres Tangsel, Serpong, Selasa (13/8/2019).
Menurut Kapolres, selama proses penyelidikan selama 13 hari, tim penyelidik di bawah AKP Muharam sudah melakukan klarifikasi dan pemeriksaan terhadap 30 orang saksi. Dari hasil penyelidikan terhadap 30 orang saksi itu, diketahui bahwa saat diterima masuk paskibraka, kondisi Aurel cukup sehat. Namun fisiknya tidak tahan mengikuti pelatihan PPI.
"Untuk penyebab utama Aurel meninggal, berdasar keterangan orang tua dan dokter yang memeriksa, kemungkinan karena sakit dari akumulasi latihan yang bersangkutan dalam mengikuti paskibra ini," bebernya.
(Baca juga: Pelajaran dari Aurel, Calon Paskibraka Tangsel Tewas dengan Luka Lebam)
Ferdy membenarkan adanya luka hitam pada tangan Aurel akibat pembinaan yang dilakukan PPI. Sedangkan tindakan mencubit, dan memukul belum diketahui. "Dari keterangan orang tua almarhum dan orang yang memandikan jenazah, termasuk dokter dan perawat yang pertama menangani di rumah sakit, tidak ada bekas kekerasan di tubuh Aurel," ucapnya.
Kapolres menjelaskan, dalam latihan paskibraka itu ada sejumlah pembinaan yang dilakukan oleh pelatih PPI. Latihan itu merupakan tindakan ketahanan fisik untuk pembinaan disiplin yang meliputi lari, pushup, dan skotjam. Sedang kontak fisik, disebutnya tidak ada.
"Pembinaan disiplin itu seperti lari bersama, pushup, dimarahi, dan tugas di rumah menulis diary. Bentuk-bentuk pembinaan ini, sangat menguras fisik Paskibra. Pola-pola seperti ini yang harus diubah," tandasnya.
Akibat gemblengan dari PPI itulah, lanjut Kapolres, kondisi fisik Aurel melemah dan akhirnya jatuh sakit. Sebelum meninggal, Aurel mengeluh kepada ibunya sedang tidak enak badan.
Sementara itu, Wali Kota Tangsel Airin Rachmi Diany menyatakan sudah menyampaikan permintaan maaf kepada orang tua Aurel. Permintaan maaf itu disampaikan secara langsung.
Setelah kejadian, Airin mengaku langsung melakukan evaluasi Pihaknya juga melakukan pengawasan dan monitoring dari inspektorat terhadap pihak Dispora dan PPI. Sebab saat ini masih ada 49 pelajar lagi yang sedang persiapan.
Pihaknya pun menunggu penyelidikan dari inspektorat terhadap Aurel dan akan memberikan sanksi terhadap Dispora dan PPI, setelah hasil penyelidikan itu keluar. "Ada punishment terhadap Dispora dan PPI. Kita akan tunggu hasil penyelidikan dari Inspektorat. Dari kapolres kan baru hari ini," tukasnya.
Lebih lanjut Airin bercerita bahwa pada tahun 1992 dirinya pernah menjadi anggota Paskibraka dan sangat mengetahui kesulitan yang dihadapi oleh Aurel dan 49 orang rekannya.
Namun, dia tidak mentolerir penyelewengan dalam pelatihan. Apalagi hingga membuat seorang siswi menjadi martir. Untuk itu, pihaknya akan mengevaluasi semuanya secara total agar insiden semacam ini tidak terjadi lagi.
"Saya berjanji hal ini tidak akan terjadi lagi. Saya juga purna Paskibraka. Sebagai bentuk pertanggung jawaban, kita akan lakukan evaluasi. Apakah penting melakukan pushup dan penyobekan diari," tukasnya.
Komisioner KPAI Jasra Putra mengatakan, pihaknya menghormati penyelidikan Polres Tangsel setelah 13 hari kematian Aurel, agar tidak ada kesimpangsiuran informasi. "Tentu, dengan informasi ini ada titik terang terhadap penyebab kematian Aurel dari informasi yang beredar saat ini," paparnya.
Ia menyebut saat ini masih ada sekitar 2.500 lebih anak-anak anggota Paskibraka di tingkat kota yang terus berlatih. Agar peristiwa Aurel tidak berulang, pendidikan Paskibraka harus mengacu pada usia anggota Paskibraka.
"Untuk melihat aspek perlindungan anak, karena kita bekerja terhadap anak-anak, harusnya kita bisa menggunakan standar terhadap anak-anak," sambung Jasra.
Adapun Ketua LPAI Seto Mulyadi melihat adanya tanggung jawab Pemkot Tangsel yang sangat besar terhadap peristiwa yang menimpa Paskibraka Aurel, dan niat baik untuk menyelesaikan soal itu.
"Mungkin besok pagi kami akan melihat proses latihannya. Tetapi, kami melihat semua demi kepentingan terbaik anggota Parkibraka itu, dan terbentuknya disiplin anggota Paskibraka tadi," pungkasnya.
Kesalahan prosedural tersebut dilakukan oleh Purna Paskibraka Indonesia (PPI) Tangsel, saat memberikan materi Peraturan Baris-Berbaris (PBB), dan ketahanan fisik, seperti pushup dengan tangan terkepal.
"Dari keterangan pelatih senior PPI Tangsel, pola latihan yang diberikan, disamping PBB, juga ada pelatihan untuk peningkatan disiplin," ujar Kapolres Tangsel AKBP Ferdy Irawan didampingi Wali Kota Tangsel Airin Rachmi Diany, Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Seto Mulyadi, dan Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Jasra Putra, di Mapolres Tangsel, Serpong, Selasa (13/8/2019).
Menurut Kapolres, selama proses penyelidikan selama 13 hari, tim penyelidik di bawah AKP Muharam sudah melakukan klarifikasi dan pemeriksaan terhadap 30 orang saksi. Dari hasil penyelidikan terhadap 30 orang saksi itu, diketahui bahwa saat diterima masuk paskibraka, kondisi Aurel cukup sehat. Namun fisiknya tidak tahan mengikuti pelatihan PPI.
"Untuk penyebab utama Aurel meninggal, berdasar keterangan orang tua dan dokter yang memeriksa, kemungkinan karena sakit dari akumulasi latihan yang bersangkutan dalam mengikuti paskibra ini," bebernya.
(Baca juga: Pelajaran dari Aurel, Calon Paskibraka Tangsel Tewas dengan Luka Lebam)
Ferdy membenarkan adanya luka hitam pada tangan Aurel akibat pembinaan yang dilakukan PPI. Sedangkan tindakan mencubit, dan memukul belum diketahui. "Dari keterangan orang tua almarhum dan orang yang memandikan jenazah, termasuk dokter dan perawat yang pertama menangani di rumah sakit, tidak ada bekas kekerasan di tubuh Aurel," ucapnya.
Kapolres menjelaskan, dalam latihan paskibraka itu ada sejumlah pembinaan yang dilakukan oleh pelatih PPI. Latihan itu merupakan tindakan ketahanan fisik untuk pembinaan disiplin yang meliputi lari, pushup, dan skotjam. Sedang kontak fisik, disebutnya tidak ada.
"Pembinaan disiplin itu seperti lari bersama, pushup, dimarahi, dan tugas di rumah menulis diary. Bentuk-bentuk pembinaan ini, sangat menguras fisik Paskibra. Pola-pola seperti ini yang harus diubah," tandasnya.
Akibat gemblengan dari PPI itulah, lanjut Kapolres, kondisi fisik Aurel melemah dan akhirnya jatuh sakit. Sebelum meninggal, Aurel mengeluh kepada ibunya sedang tidak enak badan.
Sementara itu, Wali Kota Tangsel Airin Rachmi Diany menyatakan sudah menyampaikan permintaan maaf kepada orang tua Aurel. Permintaan maaf itu disampaikan secara langsung.
Setelah kejadian, Airin mengaku langsung melakukan evaluasi Pihaknya juga melakukan pengawasan dan monitoring dari inspektorat terhadap pihak Dispora dan PPI. Sebab saat ini masih ada 49 pelajar lagi yang sedang persiapan.
Pihaknya pun menunggu penyelidikan dari inspektorat terhadap Aurel dan akan memberikan sanksi terhadap Dispora dan PPI, setelah hasil penyelidikan itu keluar. "Ada punishment terhadap Dispora dan PPI. Kita akan tunggu hasil penyelidikan dari Inspektorat. Dari kapolres kan baru hari ini," tukasnya.
Lebih lanjut Airin bercerita bahwa pada tahun 1992 dirinya pernah menjadi anggota Paskibraka dan sangat mengetahui kesulitan yang dihadapi oleh Aurel dan 49 orang rekannya.
Namun, dia tidak mentolerir penyelewengan dalam pelatihan. Apalagi hingga membuat seorang siswi menjadi martir. Untuk itu, pihaknya akan mengevaluasi semuanya secara total agar insiden semacam ini tidak terjadi lagi.
"Saya berjanji hal ini tidak akan terjadi lagi. Saya juga purna Paskibraka. Sebagai bentuk pertanggung jawaban, kita akan lakukan evaluasi. Apakah penting melakukan pushup dan penyobekan diari," tukasnya.
Komisioner KPAI Jasra Putra mengatakan, pihaknya menghormati penyelidikan Polres Tangsel setelah 13 hari kematian Aurel, agar tidak ada kesimpangsiuran informasi. "Tentu, dengan informasi ini ada titik terang terhadap penyebab kematian Aurel dari informasi yang beredar saat ini," paparnya.
Ia menyebut saat ini masih ada sekitar 2.500 lebih anak-anak anggota Paskibraka di tingkat kota yang terus berlatih. Agar peristiwa Aurel tidak berulang, pendidikan Paskibraka harus mengacu pada usia anggota Paskibraka.
"Untuk melihat aspek perlindungan anak, karena kita bekerja terhadap anak-anak, harusnya kita bisa menggunakan standar terhadap anak-anak," sambung Jasra.
Adapun Ketua LPAI Seto Mulyadi melihat adanya tanggung jawab Pemkot Tangsel yang sangat besar terhadap peristiwa yang menimpa Paskibraka Aurel, dan niat baik untuk menyelesaikan soal itu.
"Mungkin besok pagi kami akan melihat proses latihannya. Tetapi, kami melihat semua demi kepentingan terbaik anggota Parkibraka itu, dan terbentuknya disiplin anggota Paskibraka tadi," pungkasnya.
(thm)