HUT ke 492, DKI Diminta Bangun Trotoar hingga Pelosok Kota
A
A
A
JAKARTA - Trotoar di usia kota Jakarta yang memasuki 492 pada Sabtu 22 Juni 2019 masih belum juga laik bagi pejalan kaki. Penataan trotoar hanya dilakukan di tempat yang sama dan tidak menyeluruh.
Ketua koalisi pejalan kaki, Ahmad Safrudin mengatakan, di Hari Ulang Tahun (HUT) Jakarta ke 492, Pemprov DKI Jakarta belum memiliki niat untuk membangun trotoar. Menurutnya, Pemprov DKI sejauh ini hanya melakukan penataan lantaran dilakukan di jalan yang sudah memiliki trotoar.
"Jakarta hanya menata trotoar yang sudah ada. Jalan yang belum ada trotoar masih banyak. Pemprov DKI belum mau membangun akses pejalan kaki," kata Ahmad Safrudin saat dihubungi, Jumat (21/6/2019).
DIa menjelaskan, Jakarta memiliki jalan sepanjang 7.000 kilometer. Sedangkan yang baru ada trotoar hanya sekitar 450 kilometer. Untuk mewujudkan kota laik huni itu idealnya dengan walkability index yang memadai dan untuk mewujudkan sebagai kota laik huni adalah agenda strategis dalam pembangunan kota. Namun, akan lebih ideal apabila pembangunan fasilitas pejalan kaki bisa merata dan berimbang ke seluruh wilayah kota.
"Trotoar dan fasilitas pejalan kaki idealnya harus ada. Agar ada secara merata dalam waktu yang hampir bersamaan, trotoar tidak perlu mewah. Cukup sederhana namun memenuhi syarat agar walkable (mudah diakses oleh siapapun termasuk anak-anak, lansia difable, dll), permukaan kesat, tidak patah-patah dan penuh rintangan/lubang, dan menyeluruh ke berbagai pelosok kota," tuturnya.
Selain itu, Ahmad menyayangkan penataan trotoar yang sudah selesai dilakukan seperti di kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat. Sebab, trotoar dengan lebar sekitar lima meter itu diokupasi PKL dan parkir kendaraan. Idealnya, trotoar itu harus aman, nyaman bersih dari PKL, parkir kendaraan dan harus ditanami pohon yang ditanam langsung didasar tanah dan tumbuh mekar ke atas, sehingga ketika pejalan melintas, mereka bisa terhindar dari sinar matahari.
Ahmad menyarankan agar trotoar yang sudah dilebarkan saat ini segera disterilisasikan dan ditambah fasilitas pohon. Dia mengakui bila pengerjaannya memang harus terkordinir berbagai pihak, bukan hanya Dinas Bina Marga. Tetapi, masyarakat tidak mau tahu bagaimana mereka bekerja. Menurutnya, masyarakat hanya mengetahui mengapai trotoar yang dilebarkan dengan mengambil bahu jalan tetapi masih diokupasi PKL, parkir dan tidak nyaman untuk berjalan kaki.
"Harusnya pihak terkait lainnya sudah siap ketika trotoar ditata. Misalnya saja PKL, harusnya Dinas UMKM siap untuk penataan PKL. Selama ini mereka hanya bekerja menyalurkan bantuan ke pedagang pembinaan. Tetapi PKL di trotoar tidak bisa ditata," ujarnya.
Ketua koalisi pejalan kaki, Ahmad Safrudin mengatakan, di Hari Ulang Tahun (HUT) Jakarta ke 492, Pemprov DKI Jakarta belum memiliki niat untuk membangun trotoar. Menurutnya, Pemprov DKI sejauh ini hanya melakukan penataan lantaran dilakukan di jalan yang sudah memiliki trotoar.
"Jakarta hanya menata trotoar yang sudah ada. Jalan yang belum ada trotoar masih banyak. Pemprov DKI belum mau membangun akses pejalan kaki," kata Ahmad Safrudin saat dihubungi, Jumat (21/6/2019).
DIa menjelaskan, Jakarta memiliki jalan sepanjang 7.000 kilometer. Sedangkan yang baru ada trotoar hanya sekitar 450 kilometer. Untuk mewujudkan kota laik huni itu idealnya dengan walkability index yang memadai dan untuk mewujudkan sebagai kota laik huni adalah agenda strategis dalam pembangunan kota. Namun, akan lebih ideal apabila pembangunan fasilitas pejalan kaki bisa merata dan berimbang ke seluruh wilayah kota.
"Trotoar dan fasilitas pejalan kaki idealnya harus ada. Agar ada secara merata dalam waktu yang hampir bersamaan, trotoar tidak perlu mewah. Cukup sederhana namun memenuhi syarat agar walkable (mudah diakses oleh siapapun termasuk anak-anak, lansia difable, dll), permukaan kesat, tidak patah-patah dan penuh rintangan/lubang, dan menyeluruh ke berbagai pelosok kota," tuturnya.
Selain itu, Ahmad menyayangkan penataan trotoar yang sudah selesai dilakukan seperti di kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat. Sebab, trotoar dengan lebar sekitar lima meter itu diokupasi PKL dan parkir kendaraan. Idealnya, trotoar itu harus aman, nyaman bersih dari PKL, parkir kendaraan dan harus ditanami pohon yang ditanam langsung didasar tanah dan tumbuh mekar ke atas, sehingga ketika pejalan melintas, mereka bisa terhindar dari sinar matahari.
Ahmad menyarankan agar trotoar yang sudah dilebarkan saat ini segera disterilisasikan dan ditambah fasilitas pohon. Dia mengakui bila pengerjaannya memang harus terkordinir berbagai pihak, bukan hanya Dinas Bina Marga. Tetapi, masyarakat tidak mau tahu bagaimana mereka bekerja. Menurutnya, masyarakat hanya mengetahui mengapai trotoar yang dilebarkan dengan mengambil bahu jalan tetapi masih diokupasi PKL, parkir dan tidak nyaman untuk berjalan kaki.
"Harusnya pihak terkait lainnya sudah siap ketika trotoar ditata. Misalnya saja PKL, harusnya Dinas UMKM siap untuk penataan PKL. Selama ini mereka hanya bekerja menyalurkan bantuan ke pedagang pembinaan. Tetapi PKL di trotoar tidak bisa ditata," ujarnya.
(mhd)