176.441 Jiwa Hidup Miskin, Dinsos Tangerang: Neglasari Paling Banyak
A
A
A
TANGERANG - Sekretaris Dinas Sosial (Dinsos) Kota Tangerang Heryanto mengatakan, jumlah orang miskin di wilayahnya terus mengalami kenaikan setiap tahunnya. Ironisnya, kemiskinan paling akut terjadi justru di kawasan Neglasari yang berada di sekitar Bandara Soekarno-Hatta (Soetta) Tangerang.
"Di Neglasari paling banyak. Penyebabnya, ketika sekarang kita bekerja dan lalu tidak bekerja, lalu menjadi tidak mampu, ini yang masuk kategori miskin. Kalau dia miskin jelas miksin, karena ketidak mampuan, dan ketidak berdayaannya," kata Hery kepada KORAN SINDO, di kantornya, Neglasari, Kamis (21/2/2019).
Berdasarkan data dari Dinsos Kota Tangerang, dalam lima tahun terakhir, sejak 2013, warga miskin di Kota Tangerang berjumlah 103.100 jiwa. Angka ini sempat mengalami penurunan, pada 2014, menjadi 98.800 jiwa, dan terus naik pada 2015, menjadi 102.560 jiwa, dan melonjak pada 2016, menjadi 223.290 jiwa.
"Pada 2017, angka penduduk miskin di Kota Tangerang menurun. Setelah dilakukan verifikasi, menjadi 196.769 jiwa, dan kembali turun pada 2018, menjadi 176.441 jiwa. Kita ada program pengentasan kemiskinan, baik yang datang dari pemerintah pusat, maupun dari pemerintah kota," sambung Hary.
Adapun, bantuan dari pusat berupa Bantuan Pangan Nontunai (BPNT), dan Program Keluarga Harapan (PKH). Sedang dari pihak Pemkot Tangerang, ada program bantuan pendidikan bagi siswa kurang mampu. Kemudian juga ada bantuan bagi lansia, dan penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) lainnya.
Sementara itu, Staf Perencanaan Dinsos Kota Tangerang Arif Rahman menambahkan, ada beberapa sebab terjadinya kemiskinan. Pertama karena keturunan. Dia mencontohkan, jika satu keluarga hidup miskin, ibu dan bapaknya miskin, maka anaknya juga akan hidup miskin. Lalu ada juga miskin pendatang.
"Kalau miskin pendatang itu, misalnya dia awalnya bekerja dan menetap di Kota Tangerang. Lalu, tiba-tiba dia terkena PHK. Dari yang awalnya hidup pas-pasan, setelah di PHK, hidupnya jadi kekurangan. Kemudian ada juga kemiskinan yang diakibatkan oleh sakit. Awalnya kaya, pas jatuh sakit jadi miskin," terangnya.
Dijelaskan dia, fenomena kemiskinan seperti itu berlaku umum. Untuk itu, pola penanganannya pun tidak bisa disamakan. Harus melihat kasus yang ada, seperti yang tidak bisa sekolah, di Baznas Tangerang, ada program 1 keluarga 1 sarjana. Sehingga, dalam satu keluarga miskin, ada yang sekolah dan sarjana.
"Lalu ada Tangerang Cerdas. Di mana pendidikan keluarga miskin ditanggung oleh Dinas Pendidikan. Buat yang menganggur ada Balai Latihan Kerja (BLK). Normatif memang. Tinggal bagaimana mengubah orang itu, mindset bukan orang miskin. Sebab banyak orang miskin, karena minsetnya orang miskin," paparnya.
Ditambahkan dia, pengentasan kemiskinan tidak bisa hanya mengandalkan pemerintah saja. Harus ada kerjasama yang baik, antarmasyarakat dengan pemerintah. Sehingga penanganan persoalan kemiskinan yang ada bisa dilakukan dari semua sektor, dan berdampak secara menyeluruh terhadap perbaikan.
"Untuk lansia miskin, kita ada sekira 16 ribu, 23 ribu difabel, anak terlantar 53 ribu, dan anak jalanan 52 orang. Untuk yang dimaksud anak terlantar, yakni anak yang tidak terpenuhi kebutuhan dasarnya. Sedang anak jalanan, data 52 orang itu yang hanya warga Kota Tangerang saja," pungkasnya.
"Di Neglasari paling banyak. Penyebabnya, ketika sekarang kita bekerja dan lalu tidak bekerja, lalu menjadi tidak mampu, ini yang masuk kategori miskin. Kalau dia miskin jelas miksin, karena ketidak mampuan, dan ketidak berdayaannya," kata Hery kepada KORAN SINDO, di kantornya, Neglasari, Kamis (21/2/2019).
Berdasarkan data dari Dinsos Kota Tangerang, dalam lima tahun terakhir, sejak 2013, warga miskin di Kota Tangerang berjumlah 103.100 jiwa. Angka ini sempat mengalami penurunan, pada 2014, menjadi 98.800 jiwa, dan terus naik pada 2015, menjadi 102.560 jiwa, dan melonjak pada 2016, menjadi 223.290 jiwa.
"Pada 2017, angka penduduk miskin di Kota Tangerang menurun. Setelah dilakukan verifikasi, menjadi 196.769 jiwa, dan kembali turun pada 2018, menjadi 176.441 jiwa. Kita ada program pengentasan kemiskinan, baik yang datang dari pemerintah pusat, maupun dari pemerintah kota," sambung Hary.
Adapun, bantuan dari pusat berupa Bantuan Pangan Nontunai (BPNT), dan Program Keluarga Harapan (PKH). Sedang dari pihak Pemkot Tangerang, ada program bantuan pendidikan bagi siswa kurang mampu. Kemudian juga ada bantuan bagi lansia, dan penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) lainnya.
Sementara itu, Staf Perencanaan Dinsos Kota Tangerang Arif Rahman menambahkan, ada beberapa sebab terjadinya kemiskinan. Pertama karena keturunan. Dia mencontohkan, jika satu keluarga hidup miskin, ibu dan bapaknya miskin, maka anaknya juga akan hidup miskin. Lalu ada juga miskin pendatang.
"Kalau miskin pendatang itu, misalnya dia awalnya bekerja dan menetap di Kota Tangerang. Lalu, tiba-tiba dia terkena PHK. Dari yang awalnya hidup pas-pasan, setelah di PHK, hidupnya jadi kekurangan. Kemudian ada juga kemiskinan yang diakibatkan oleh sakit. Awalnya kaya, pas jatuh sakit jadi miskin," terangnya.
Dijelaskan dia, fenomena kemiskinan seperti itu berlaku umum. Untuk itu, pola penanganannya pun tidak bisa disamakan. Harus melihat kasus yang ada, seperti yang tidak bisa sekolah, di Baznas Tangerang, ada program 1 keluarga 1 sarjana. Sehingga, dalam satu keluarga miskin, ada yang sekolah dan sarjana.
"Lalu ada Tangerang Cerdas. Di mana pendidikan keluarga miskin ditanggung oleh Dinas Pendidikan. Buat yang menganggur ada Balai Latihan Kerja (BLK). Normatif memang. Tinggal bagaimana mengubah orang itu, mindset bukan orang miskin. Sebab banyak orang miskin, karena minsetnya orang miskin," paparnya.
Ditambahkan dia, pengentasan kemiskinan tidak bisa hanya mengandalkan pemerintah saja. Harus ada kerjasama yang baik, antarmasyarakat dengan pemerintah. Sehingga penanganan persoalan kemiskinan yang ada bisa dilakukan dari semua sektor, dan berdampak secara menyeluruh terhadap perbaikan.
"Untuk lansia miskin, kita ada sekira 16 ribu, 23 ribu difabel, anak terlantar 53 ribu, dan anak jalanan 52 orang. Untuk yang dimaksud anak terlantar, yakni anak yang tidak terpenuhi kebutuhan dasarnya. Sedang anak jalanan, data 52 orang itu yang hanya warga Kota Tangerang saja," pungkasnya.
(mhd)