Hasil FGD, Tim Pansel Minta Cawagub Percepat Program Pemprov DKI
A
A
A
JAKARTA - Tim Panitia Seleksi (pansel) fit and proper test Calon Wakil Gubernur (Cawagub) DKI Jakarta telah menggelar Forum Gorup Discusion (FGD). Serapan anggaran dan komunikasi yang baik dengan DPRD menjadi indikator Cawagub.
Wakil Ketua DPD Partai Gerindra DKI Jakarta, Syarif mengatakan, tim panelis telah menggelar FGD dengan mengundang tujuh tokoh masyarakat dari berbagai bidang. Di antaranya yaitu, Amir Hamzah (pengamat kebijakan publik), Kamsul Hasan (Ketua Dewan Kehormatan PWI), Yayat Supriatna (pengamat tata kota), Budi Wibowo (akademisi), Sugianto (pengusaha), Rakhmat (Serikat Pedagang Pribumi Sejahtera), dan M Sidik (Humanika) dengan ditemani notulensi FGD Arif Sefullah.
FGD dilakukan dengan tujuanya ingin mengetahui daya akseptabilitas ketiga cawagub di mata tokoh masyarakat atau pemangku kepentingan di DKI.
"Ada lima indikator yang mengerucut dalam FGD untuk cawagub. Percepat program, maksimalkan penyerapan, polarelasi dengan partai di DPRD, keterpihakan UMKM dan PKL," kata Syarif saat dihubungi pada Rabu (6/2/2019).
Syarif menjelaskan, kekosongan Wagub selama lima bulan ini memengaruhi daya serap anggaran yang hanya mencapai 82%. Padahal, DPRD meminta perhatian Gubernur Anies agar mencapai 87% ke atas. Sebab, dibeberapa daerah ada yang mencapai 92% dan bahkan di pemerintah pusat sampai 90%.
Untuk itu, lanjut Syarif, dalam FGD, Cawagub harus menjadi eksekutor yang kebijaknya tetap ada di Gubernur. Misalnya saja diketahui penyebab rendahnya daya serap akibat perencanaan yang buruk. Banyak program direncanakan tetapi tidak bisa dieksekusi.( Baca: Tiga Cawagub DKI dari PKS Batal Temui Gerindra )
Selama ini, Gubernur Anies tidak memiliki pendamping yang pekerjaannya teknis. Sehingga, faktor penyelenggara menjadi sebab rendahnya serapan.
"Padahal, program yang sudah direncanakan tidak bisa dieksekusi karena memang faktor melekat diperencanaan yang buruk bukan faktor penyelenggara apa perangkat daerahnya. Kami berharap Wagub diberikan peran posisi yang lebih maksimal dalam kaitan percepatan," ungkapnya.
Kemudian, lanjut Syarif, polarelasi atau komunikasi dengan DPRD juga menjadi indikator utama memilih Cawagub. Sebab, banyak program eksekutif yang harus dikerjasamakan dengan legislatif. Misalnya saja soal pelayanan RSUD BPJS yang menurun karena keterlambatan pembayaran.
DPRD pun menyarankan agar kebijakan pengambil keputusan harus ditalangi melalui aspek regulasi atau teknokratnya yang harus diketahui eksekutif. Selain itu, misalnya penyertaan modal daerah (PMD).
Menurut Syarif, PMD itu merupakan uang rakyat yang diberikan kepada Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dengan misi sama untuk kesejahteraan. Namun, kebijakan itu bisa dilihat dua sisi, teknokratis dan politis. DPRD harus dikomunikasi setiap hari.
"Jangan sampai masalah untuk pembangunan stadion BMW. Itu anggaranya mau ditaruh melalui PMD BUMD Jakpro atau Dinas Olaharaga. Gubernur ingin BUMD, DPRD di dinas olahraga. Nah, yang mengkomunikasikan itu harusnya Wagub. Selama ini Anies tidak pernah lakukan komunikasi, sekda terus yang melakukanya," ujarnya.
Sementara itu, salah satu anggota tim panelis fit and proper test dari PKS, Ubedillah Badrun menuturkan, FGD yang telah digelar memang sengaja tak menghadirkan ketiga kandidat . Hal ini bertujuan untuk mengetahui daya akseptabilitas para calon di mata tokoh-tokoh yang hadir.
Apalagi, para tokoh-tokoh yang hadir bisa merasa lebih bebas untuk menyampaikan masukan dan pandangannya jika ketiga kandidat tak dihadirkan. "Kami ingin menggali indikator cawagub seperti apa yang diinginkan para pemangku kepentingan di Jakarta tersebut. Sehingga para pemangku kepentingan lebih bebas memberikan pandangannya. Kami ingin bersikap objektif," ujarnya.
Diketahui sebelumnya, dua partai pengusung Cawagub DKI, Gerindra dan PKS sepakat menerima kandidat cawagub dari PKS yang harus melalui fit and proper test. Sedikitnya ada tiga nama kandidat cawagub yang diajukan untuk mengikuti fit and propert test, yaitu adalah Abdurahman Suhaimi, Agung Yulianto dan Ahmad Syaikhu.
Wakil Ketua DPD Partai Gerindra DKI Jakarta, Syarif mengatakan, tim panelis telah menggelar FGD dengan mengundang tujuh tokoh masyarakat dari berbagai bidang. Di antaranya yaitu, Amir Hamzah (pengamat kebijakan publik), Kamsul Hasan (Ketua Dewan Kehormatan PWI), Yayat Supriatna (pengamat tata kota), Budi Wibowo (akademisi), Sugianto (pengusaha), Rakhmat (Serikat Pedagang Pribumi Sejahtera), dan M Sidik (Humanika) dengan ditemani notulensi FGD Arif Sefullah.
FGD dilakukan dengan tujuanya ingin mengetahui daya akseptabilitas ketiga cawagub di mata tokoh masyarakat atau pemangku kepentingan di DKI.
"Ada lima indikator yang mengerucut dalam FGD untuk cawagub. Percepat program, maksimalkan penyerapan, polarelasi dengan partai di DPRD, keterpihakan UMKM dan PKL," kata Syarif saat dihubungi pada Rabu (6/2/2019).
Syarif menjelaskan, kekosongan Wagub selama lima bulan ini memengaruhi daya serap anggaran yang hanya mencapai 82%. Padahal, DPRD meminta perhatian Gubernur Anies agar mencapai 87% ke atas. Sebab, dibeberapa daerah ada yang mencapai 92% dan bahkan di pemerintah pusat sampai 90%.
Untuk itu, lanjut Syarif, dalam FGD, Cawagub harus menjadi eksekutor yang kebijaknya tetap ada di Gubernur. Misalnya saja diketahui penyebab rendahnya daya serap akibat perencanaan yang buruk. Banyak program direncanakan tetapi tidak bisa dieksekusi.( Baca: Tiga Cawagub DKI dari PKS Batal Temui Gerindra )
Selama ini, Gubernur Anies tidak memiliki pendamping yang pekerjaannya teknis. Sehingga, faktor penyelenggara menjadi sebab rendahnya serapan.
"Padahal, program yang sudah direncanakan tidak bisa dieksekusi karena memang faktor melekat diperencanaan yang buruk bukan faktor penyelenggara apa perangkat daerahnya. Kami berharap Wagub diberikan peran posisi yang lebih maksimal dalam kaitan percepatan," ungkapnya.
Kemudian, lanjut Syarif, polarelasi atau komunikasi dengan DPRD juga menjadi indikator utama memilih Cawagub. Sebab, banyak program eksekutif yang harus dikerjasamakan dengan legislatif. Misalnya saja soal pelayanan RSUD BPJS yang menurun karena keterlambatan pembayaran.
DPRD pun menyarankan agar kebijakan pengambil keputusan harus ditalangi melalui aspek regulasi atau teknokratnya yang harus diketahui eksekutif. Selain itu, misalnya penyertaan modal daerah (PMD).
Menurut Syarif, PMD itu merupakan uang rakyat yang diberikan kepada Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dengan misi sama untuk kesejahteraan. Namun, kebijakan itu bisa dilihat dua sisi, teknokratis dan politis. DPRD harus dikomunikasi setiap hari.
"Jangan sampai masalah untuk pembangunan stadion BMW. Itu anggaranya mau ditaruh melalui PMD BUMD Jakpro atau Dinas Olaharaga. Gubernur ingin BUMD, DPRD di dinas olahraga. Nah, yang mengkomunikasikan itu harusnya Wagub. Selama ini Anies tidak pernah lakukan komunikasi, sekda terus yang melakukanya," ujarnya.
Sementara itu, salah satu anggota tim panelis fit and proper test dari PKS, Ubedillah Badrun menuturkan, FGD yang telah digelar memang sengaja tak menghadirkan ketiga kandidat . Hal ini bertujuan untuk mengetahui daya akseptabilitas para calon di mata tokoh-tokoh yang hadir.
Apalagi, para tokoh-tokoh yang hadir bisa merasa lebih bebas untuk menyampaikan masukan dan pandangannya jika ketiga kandidat tak dihadirkan. "Kami ingin menggali indikator cawagub seperti apa yang diinginkan para pemangku kepentingan di Jakarta tersebut. Sehingga para pemangku kepentingan lebih bebas memberikan pandangannya. Kami ingin bersikap objektif," ujarnya.
Diketahui sebelumnya, dua partai pengusung Cawagub DKI, Gerindra dan PKS sepakat menerima kandidat cawagub dari PKS yang harus melalui fit and proper test. Sedikitnya ada tiga nama kandidat cawagub yang diajukan untuk mengikuti fit and propert test, yaitu adalah Abdurahman Suhaimi, Agung Yulianto dan Ahmad Syaikhu.
(whb)