Empat Titik di Bekasi Dinyatakan Tercemar Polusi Udara
A
A
A
BEKASI - Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi memetakan empat titik di wilayahnya yang mengalami pencemaran udara cukup tinggi. Sehingga, kualitas udara di wilayah tersebut kurang bagus dan dinyatakan tingkat polusinya sangat tinggi.
Empat titik di antaranya yang mengalami pencemaran debu, seperti di persimpangan Jalan Chairil Anwar dengan Jalan Joyomartono; Jalan Raya Narogong KM 12 atau depan Pasar Bantar Gebang; Jalan Kaliabang di persimpangan Kaliabang Bungur; dan Pasar Sumber Arta tepatnya di simpang Jalan Raya Kalimalang dengan Jalan Kincan.
"Salah satunya yang paling parah berada di lokasi proyek strategi nasional yakni tol layang Bekasi-Cawang-Kampung Melayu (Becakayu)," ungkap Kabid Pengendalian Pencemaran Lingkungan, Dinas Lingkungan Hidup Kota Bekasi, Masriwati, Senin (28/1/2018).
Menurut Masriawati, tingkat pencemaran Tol Becakayu itu berada di Pasar Sumber Arta. Sebetulnya, lanjut dia, ada sebanyak 25 titik uji kualitas sampel partikel debu atau total suspended particulate (TSP) yang dilakukan petugas di Kota Bekasi.
Namun hanya empat yang dinyatakan mengalami polusi debu yang cukup tinggi."Penyebab Sumber Artha paling parah, karena ada proyek strategis nasional yang dikerjakan pemerintah pusat," ujarnya.
Masriwati menjelaskan, pencemaran ini dibuktikan oleh hasil uji kualitas TSP melalui alat yang dipasang petugas di lokasi dengan ambang baku mutu sebesar 230 particulate matter (Pm)/Normal meter kubik (Nm3), nilai di empat titik itu cenderung lebih besar. Dari pengecekan yang dilakukan pada periode April 2018 lalu selama 21 hari.
Untuk Jalan Kaliabang kandungan partikulat tertinggi mencapai 325 Pm/Nm3. Angka ini disusul pencemaran udara di Pasar Sumber Arta yang menembus 301 Pm/Nm3, selanjutnya pencemaran di Jalan Raya Narogong mencapai 285 Pm/Nm3 dan terakhir persimpangan Jalan Chairil Anwar dengan Joyo Martono sebesar 241 Pm/Nm3.
Selain karena adanya PSN, pencemaran debu juga dipicu oleh tingginya intensitas kendaraan yang melintasi ruas jalan itu. Hal ini juga disebabkan oleh rendahnya curah hujan atau terjadinya musim kemarau, sehingga debu lebih mudah berterbangan ketika alat TSP bekerja. Meski nilainya tinggi, namun pada pengecekan kedua pada periode Juni 2018 menurun.
Di Jalan Kaliabang turun menjadi 197 Pm/Nm3, titik Pasar Sumber Arta menjadi 219 Pm/Nm3, di Jalan Raya Narogong menjadi 200 Pm/Nm3 dan persimpangan Jalan Chairil Anwar dengan Joyo Martono menjadi 217 Pm/Nm3. "Faktor cuaca juga berpengaruh terhadap pencemaran udara, bila kemarau tentu polusi udara tinggi sedangkan hujan cenderung rendah," paparnya.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Bekasi Jumhana Luthfi mengatakan, pihaknya melakukan pengukuran dengan alat Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU). Dari alat ini, indeks pencemaran di empat titik itu berada di tingkat sidang dengan kisaran interval 50-100.
"Di empat titik yang kategori sedang itu angkanya sekitar 51 sampai 56, jadi debunya belum jauh," katanya. Menurutnya, ada lima kategori dengan masing-masing interval tentang ISPU. Interval pertama 1-50 berkategori baik, kedua 50-100 berkategori sedang, ketiga 101-199 berkategori tidak sehat, keempat 200-299 dinyatakan sangat tidak sehat dan kelima di atas 300 dianggap berbahaya. Indikator ini mengacu pada Keputusan Menteri LH Nomor 45/1997 tentang ISPU.
Saat ini, lanjut dia, pemerintah daerah sudah melakukan berbagai antisipasi untuk menekan pencemaran lingkungan. Salah satunya adalah menanam pohon. Tercatat ada sekitar 600 bibit pohon sukun yang ditanam dengan memanfaatkan lahan kosong seperti sepanjang Kali Baru Pangeran Jayakarta, Polder Aren Jaya dan sebagainya.
Selain itu, pemerintah juga melakukan koordinasi dengan Dinas Perhubungan tentang rekayasa lalu lintas di titik-titik kemacetan. Sebab di titik kemacetan itulah polusi udara cenderung tinggi karena berasal dari emisi gas buang kendaraan dan debu yang bertebaran dari tanah."Untuk mengurangi kemacetan di titik itu kendaraan tidak berfokus yang berdampak pada polusi udara," ucapnya.
Empat titik di antaranya yang mengalami pencemaran debu, seperti di persimpangan Jalan Chairil Anwar dengan Jalan Joyomartono; Jalan Raya Narogong KM 12 atau depan Pasar Bantar Gebang; Jalan Kaliabang di persimpangan Kaliabang Bungur; dan Pasar Sumber Arta tepatnya di simpang Jalan Raya Kalimalang dengan Jalan Kincan.
"Salah satunya yang paling parah berada di lokasi proyek strategi nasional yakni tol layang Bekasi-Cawang-Kampung Melayu (Becakayu)," ungkap Kabid Pengendalian Pencemaran Lingkungan, Dinas Lingkungan Hidup Kota Bekasi, Masriwati, Senin (28/1/2018).
Menurut Masriawati, tingkat pencemaran Tol Becakayu itu berada di Pasar Sumber Arta. Sebetulnya, lanjut dia, ada sebanyak 25 titik uji kualitas sampel partikel debu atau total suspended particulate (TSP) yang dilakukan petugas di Kota Bekasi.
Namun hanya empat yang dinyatakan mengalami polusi debu yang cukup tinggi."Penyebab Sumber Artha paling parah, karena ada proyek strategis nasional yang dikerjakan pemerintah pusat," ujarnya.
Masriwati menjelaskan, pencemaran ini dibuktikan oleh hasil uji kualitas TSP melalui alat yang dipasang petugas di lokasi dengan ambang baku mutu sebesar 230 particulate matter (Pm)/Normal meter kubik (Nm3), nilai di empat titik itu cenderung lebih besar. Dari pengecekan yang dilakukan pada periode April 2018 lalu selama 21 hari.
Untuk Jalan Kaliabang kandungan partikulat tertinggi mencapai 325 Pm/Nm3. Angka ini disusul pencemaran udara di Pasar Sumber Arta yang menembus 301 Pm/Nm3, selanjutnya pencemaran di Jalan Raya Narogong mencapai 285 Pm/Nm3 dan terakhir persimpangan Jalan Chairil Anwar dengan Joyo Martono sebesar 241 Pm/Nm3.
Selain karena adanya PSN, pencemaran debu juga dipicu oleh tingginya intensitas kendaraan yang melintasi ruas jalan itu. Hal ini juga disebabkan oleh rendahnya curah hujan atau terjadinya musim kemarau, sehingga debu lebih mudah berterbangan ketika alat TSP bekerja. Meski nilainya tinggi, namun pada pengecekan kedua pada periode Juni 2018 menurun.
Di Jalan Kaliabang turun menjadi 197 Pm/Nm3, titik Pasar Sumber Arta menjadi 219 Pm/Nm3, di Jalan Raya Narogong menjadi 200 Pm/Nm3 dan persimpangan Jalan Chairil Anwar dengan Joyo Martono menjadi 217 Pm/Nm3. "Faktor cuaca juga berpengaruh terhadap pencemaran udara, bila kemarau tentu polusi udara tinggi sedangkan hujan cenderung rendah," paparnya.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Bekasi Jumhana Luthfi mengatakan, pihaknya melakukan pengukuran dengan alat Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU). Dari alat ini, indeks pencemaran di empat titik itu berada di tingkat sidang dengan kisaran interval 50-100.
"Di empat titik yang kategori sedang itu angkanya sekitar 51 sampai 56, jadi debunya belum jauh," katanya. Menurutnya, ada lima kategori dengan masing-masing interval tentang ISPU. Interval pertama 1-50 berkategori baik, kedua 50-100 berkategori sedang, ketiga 101-199 berkategori tidak sehat, keempat 200-299 dinyatakan sangat tidak sehat dan kelima di atas 300 dianggap berbahaya. Indikator ini mengacu pada Keputusan Menteri LH Nomor 45/1997 tentang ISPU.
Saat ini, lanjut dia, pemerintah daerah sudah melakukan berbagai antisipasi untuk menekan pencemaran lingkungan. Salah satunya adalah menanam pohon. Tercatat ada sekitar 600 bibit pohon sukun yang ditanam dengan memanfaatkan lahan kosong seperti sepanjang Kali Baru Pangeran Jayakarta, Polder Aren Jaya dan sebagainya.
Selain itu, pemerintah juga melakukan koordinasi dengan Dinas Perhubungan tentang rekayasa lalu lintas di titik-titik kemacetan. Sebab di titik kemacetan itulah polusi udara cenderung tinggi karena berasal dari emisi gas buang kendaraan dan debu yang bertebaran dari tanah."Untuk mengurangi kemacetan di titik itu kendaraan tidak berfokus yang berdampak pada polusi udara," ucapnya.
(whb)