Jakarta Dinilai Intoleran, Fahira Pertanyakan Hasil Survei Setara
A
A
A
JAKARTA - Hasil survei Setara Institute yang menempatkan DKI Jakarta masuk dalam daftar 10 kota dengan skor toleransi terendah menuai polemik. Pasalnya, selain dianggap tidak mencerminkan realita yang terjadi di Jakarta, survei ini harus diuji terutama metode yang digunakan.
Senator atau Anggota DPD RI DKI Jakarta Fahira Idris menilai, tidak ada persoalan toleransi yang sangat serius terjadi di Jakarta setahun belakangan ini. Menurutnya, satu-satunya persoalan toleransi serius yang sempat terjadi di Jakarta adalah kasus penodaan agama yang terjadi di Kepuluan Seribu pada September 2016 lalu.
Sebagai senator yang kerap turun ke warga di berbagai wilayah Jakarta, Fahira merasa toleransi terutama di kampung-kampung kota Jakarta bersemai sangat baik dan kondisi ini sudah berlangsung sejak dulu.
“Saya sedang mencari dokumen lengkap hasil survei ini dan saya akan pelajari. Karena saya yang rutin turun ke warga di hampir semua titik wilayah Jakarta tidak merasa dan menemui ada persoalan toleransi yang serius," ujar Fahira di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta (10/12/2018).
Fahira mengatakan, satu-satunya persoalan toleransi serius yang sempat terjadi di Jakarta adalah kasus penodaan agama dua tahun lalu. "Dan kasus ini sudah selesai. Apa mungkin karena kasus ini?” tanya Fahira.
Fahira juga mendukung langkah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang berencana mengundang Setara Institute untuk berdiskusi tentang validalitas survei dan mengundang sejumlah ahli statistik untuk mengukur kebenaran dari penggunaan instrumen dalam survei tersebut.
“Agar publik Jakarta mengetahui secara jelas kenapa kota mereka bisa ‘dicap’ intoleran. Jika instrumen penelitian yang digunakan valid, bisa jadi masukan dan pijakan bagi Pemprov DKI Jakarta. Tetapi jika tidak valid, hasil survei ini harus dipertanyakan. Saya yakin sebagian besar warga Jakarta mempertanyakan hasil survei ini," katanya.
Sebagai informasi, Setara Insitute merilis daftar kota dengan tingkat toleransi tertinggi. Hasilnya, Jakarta masuk dalam kota yang intoleran. Dari 94 kota yang disurvei Setara, DKI Jakarta berada di urutan 92, di atas Tanjung Balai dan Banda Aceh.
Senator atau Anggota DPD RI DKI Jakarta Fahira Idris menilai, tidak ada persoalan toleransi yang sangat serius terjadi di Jakarta setahun belakangan ini. Menurutnya, satu-satunya persoalan toleransi serius yang sempat terjadi di Jakarta adalah kasus penodaan agama yang terjadi di Kepuluan Seribu pada September 2016 lalu.
Sebagai senator yang kerap turun ke warga di berbagai wilayah Jakarta, Fahira merasa toleransi terutama di kampung-kampung kota Jakarta bersemai sangat baik dan kondisi ini sudah berlangsung sejak dulu.
“Saya sedang mencari dokumen lengkap hasil survei ini dan saya akan pelajari. Karena saya yang rutin turun ke warga di hampir semua titik wilayah Jakarta tidak merasa dan menemui ada persoalan toleransi yang serius," ujar Fahira di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta (10/12/2018).
Fahira mengatakan, satu-satunya persoalan toleransi serius yang sempat terjadi di Jakarta adalah kasus penodaan agama dua tahun lalu. "Dan kasus ini sudah selesai. Apa mungkin karena kasus ini?” tanya Fahira.
Fahira juga mendukung langkah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang berencana mengundang Setara Institute untuk berdiskusi tentang validalitas survei dan mengundang sejumlah ahli statistik untuk mengukur kebenaran dari penggunaan instrumen dalam survei tersebut.
“Agar publik Jakarta mengetahui secara jelas kenapa kota mereka bisa ‘dicap’ intoleran. Jika instrumen penelitian yang digunakan valid, bisa jadi masukan dan pijakan bagi Pemprov DKI Jakarta. Tetapi jika tidak valid, hasil survei ini harus dipertanyakan. Saya yakin sebagian besar warga Jakarta mempertanyakan hasil survei ini," katanya.
Sebagai informasi, Setara Insitute merilis daftar kota dengan tingkat toleransi tertinggi. Hasilnya, Jakarta masuk dalam kota yang intoleran. Dari 94 kota yang disurvei Setara, DKI Jakarta berada di urutan 92, di atas Tanjung Balai dan Banda Aceh.
(ysw)