Tanggul Raksasa Tak Dibutuhkan Jakarta, Ini Kata Pengamat
A
A
A
JAKARTA - Pengkajian ulang pembangunan tanggul laut atau Giant Sea Wall di Teluk Jakarta yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta sudah semestinya dilakukan. Sebab kalau tidak, kawasan hijau seperti rawa dan hutan mangrove akan hilang.
Pengamat Perkotaan Universitas Trisakti, Nirwono Joga mengatakan, selain itu pemeliharaan tanggal itu memerlukan biaya pembangunan dan Pemeliharaan yang sangat mahal, pembangunan tanggul dan pompa tidak akan berkelanjutan untuk mengatasi banjir air laut. Bahkan, dia menilai pembangunan tanggul justru merusak lingkungan.
Nirwono pun menyarankan bila Pesisir utara harus dalam tata ruang yang dibatasi oleh hutan mangrove rapat sepanjang tepi pantai Jakarta sebagai tanggul alami yang berfungsi menahan abrasi pantai, meredam sunami, meredam rob dan ekosistem peralihan dari daratan ke laut yang kaya akan keanekaragaman hayati. Menurutnya, Pembangunan sekarang justru menhancurkan hutan mangrove tersebut, dimana sekarang tinggal sepanjang 3 km dari total 32 km.
"Akibat berkurangnya hutan mangrove yang telah banyak berubah menjadi pemukiman mewah, apartemen dan mal mengakibatkan tidak ada lagi yang berfungsi alami seperti hutan mangrove tersebut. Akhirnya kawasan pemukiman tersebut rawan rob, banjir, dan sebagainya," jelas Joga di Jakarta, kemarin.
Sekadar diketahui sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan mengatakan, tanggul raksasa tidak dibutuhkan di Jakarta melainkan tanggul pantai yang dibutuhkan. Sebab, permukaan tanah di Jakarta terus mengalami penurunan, sementara air laut mengalami pasang surut. Artinya, tanggul pantai sangat dibutuhkan untuk mencegab banjir rob.
Namun, kata Anies, pembangunan tanggul laut raksasa atau giant sea wall yang berada luas di depan pulau reklamasi tidak dibutuhkan dan perlu dipertimbangkan ulang. "Kalau tanggul pantai itu perlu diteruskan, tapi kalau tanggul raksasa akan kami kaji ulang. Tim sedang melakukan kajian," kata Anies di Balai Kota DKI Jakarta, kemarin.
Anies menjelaskan, mereview di negara-negara luar yang memiliki tanggul raksasa itu, air daratan yang mengalir ke laut terhalang tanggul dan tidak bisa digunakan menjadi air bersih. Air tersebut justru hanya menjadi tempat berkumpul air-air yang membawa polutan atau hanya menjadi kobokan raksasa.
Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) itu pun akan berdiskusi dengan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) terkait hal tersebut agar fenomena kobokan raksasa itu tidak terulang di Jakarta.
"Di berbagai negara yang membangun tanggul seluas itu akhirnya menjadi kobokan raksasa. karena air dari mana-mana berkumpul disitu tidak mengalir ke laut lepas lantaran tertutup oleh tanggul raksasa di lepas pantai. Disitu letak masalah utamanya," ungkapnya. (Baca Juga: Dibanding Giant Sea Wall, Anies Nilai Jakarta Butuh Tanggul Pantai
Diketahui sebelumnya, Proyek NCICD dibagi dalam tiga tahap. Tahap A merupakan penguatan sistem tanggul laut dan sungai yang telah ada, di mana pembangunannya ditargetkan selesai pada 2018. Sedangkan tahap B, pembangunan tanggul laut lepas pantai atau tanggul raksasa di bagian barat Teluk Jakarta mulai 2018 hingga 2025. Kemudian tahap C, pembangunan tanggul laut lepas pantai di bagian timur Teluk Jakarta, yang dikerjakan setelah 2025. Pada tahap B dan C tersebut, rencananya akan ada reklamasi lahan dan pembangunan 17 pulau.
NCICD Fase A ada sepanjang 62,62 kilometer. DKI dan pemerintah pusat memiliki kewajiban membangun masing-masing 8 kilometer. Sedangkan sisanya akan dibangun oleh pengembang pulau reklamasi. Pemprov DKI diberikan tugas mengerjakan tanggul laut raksasa di kawasan Cilincing, Jakarta Utara yang kini masih dalam tahapan lelang. Sedangkan Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane mengerjakan di wilayah Kalibaru dan Muarabaru yang kini tengah dalam proses pengerjaan.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang Permadi mengatakan, proyek tanggul laut tak berkaitan dengan reklamasi. Proyek NCICD yang utama dan tengah dikerjakan saat ini berada sekitar panjang 20 kilometer di wilayah Muarabaru dan Kalibaru dipastikan tetap berjalan.
Pembangunan tanggul tahap A dibangun empat instansi, yakni oleh kementerian Pekerjaan Umum (PU), DKI dan dua pengembang perusahaan milik daerah, PT Pembangunan Jaya Ancol dan Intiland. "Tanggul laut itu harus ada dengan atau tanpa reklamasi, itu saja," ujarnya.
Pengamat Perkotaan Universitas Trisakti, Nirwono Joga mengatakan, selain itu pemeliharaan tanggal itu memerlukan biaya pembangunan dan Pemeliharaan yang sangat mahal, pembangunan tanggul dan pompa tidak akan berkelanjutan untuk mengatasi banjir air laut. Bahkan, dia menilai pembangunan tanggul justru merusak lingkungan.
Nirwono pun menyarankan bila Pesisir utara harus dalam tata ruang yang dibatasi oleh hutan mangrove rapat sepanjang tepi pantai Jakarta sebagai tanggul alami yang berfungsi menahan abrasi pantai, meredam sunami, meredam rob dan ekosistem peralihan dari daratan ke laut yang kaya akan keanekaragaman hayati. Menurutnya, Pembangunan sekarang justru menhancurkan hutan mangrove tersebut, dimana sekarang tinggal sepanjang 3 km dari total 32 km.
"Akibat berkurangnya hutan mangrove yang telah banyak berubah menjadi pemukiman mewah, apartemen dan mal mengakibatkan tidak ada lagi yang berfungsi alami seperti hutan mangrove tersebut. Akhirnya kawasan pemukiman tersebut rawan rob, banjir, dan sebagainya," jelas Joga di Jakarta, kemarin.
Sekadar diketahui sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan mengatakan, tanggul raksasa tidak dibutuhkan di Jakarta melainkan tanggul pantai yang dibutuhkan. Sebab, permukaan tanah di Jakarta terus mengalami penurunan, sementara air laut mengalami pasang surut. Artinya, tanggul pantai sangat dibutuhkan untuk mencegab banjir rob.
Namun, kata Anies, pembangunan tanggul laut raksasa atau giant sea wall yang berada luas di depan pulau reklamasi tidak dibutuhkan dan perlu dipertimbangkan ulang. "Kalau tanggul pantai itu perlu diteruskan, tapi kalau tanggul raksasa akan kami kaji ulang. Tim sedang melakukan kajian," kata Anies di Balai Kota DKI Jakarta, kemarin.
Anies menjelaskan, mereview di negara-negara luar yang memiliki tanggul raksasa itu, air daratan yang mengalir ke laut terhalang tanggul dan tidak bisa digunakan menjadi air bersih. Air tersebut justru hanya menjadi tempat berkumpul air-air yang membawa polutan atau hanya menjadi kobokan raksasa.
Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) itu pun akan berdiskusi dengan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) terkait hal tersebut agar fenomena kobokan raksasa itu tidak terulang di Jakarta.
"Di berbagai negara yang membangun tanggul seluas itu akhirnya menjadi kobokan raksasa. karena air dari mana-mana berkumpul disitu tidak mengalir ke laut lepas lantaran tertutup oleh tanggul raksasa di lepas pantai. Disitu letak masalah utamanya," ungkapnya. (Baca Juga: Dibanding Giant Sea Wall, Anies Nilai Jakarta Butuh Tanggul Pantai
Diketahui sebelumnya, Proyek NCICD dibagi dalam tiga tahap. Tahap A merupakan penguatan sistem tanggul laut dan sungai yang telah ada, di mana pembangunannya ditargetkan selesai pada 2018. Sedangkan tahap B, pembangunan tanggul laut lepas pantai atau tanggul raksasa di bagian barat Teluk Jakarta mulai 2018 hingga 2025. Kemudian tahap C, pembangunan tanggul laut lepas pantai di bagian timur Teluk Jakarta, yang dikerjakan setelah 2025. Pada tahap B dan C tersebut, rencananya akan ada reklamasi lahan dan pembangunan 17 pulau.
NCICD Fase A ada sepanjang 62,62 kilometer. DKI dan pemerintah pusat memiliki kewajiban membangun masing-masing 8 kilometer. Sedangkan sisanya akan dibangun oleh pengembang pulau reklamasi. Pemprov DKI diberikan tugas mengerjakan tanggul laut raksasa di kawasan Cilincing, Jakarta Utara yang kini masih dalam tahapan lelang. Sedangkan Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane mengerjakan di wilayah Kalibaru dan Muarabaru yang kini tengah dalam proses pengerjaan.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang Permadi mengatakan, proyek tanggul laut tak berkaitan dengan reklamasi. Proyek NCICD yang utama dan tengah dikerjakan saat ini berada sekitar panjang 20 kilometer di wilayah Muarabaru dan Kalibaru dipastikan tetap berjalan.
Pembangunan tanggul tahap A dibangun empat instansi, yakni oleh kementerian Pekerjaan Umum (PU), DKI dan dua pengembang perusahaan milik daerah, PT Pembangunan Jaya Ancol dan Intiland. "Tanggul laut itu harus ada dengan atau tanpa reklamasi, itu saja," ujarnya.
(mhd)