Habiskan Silpa 2018, Pemprov DKI Bakal Guyur BUMD Rp11 Triliun
A
A
A
JAKARTA - Sejumlah Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) diberi penugasan oleh Pemprov DKI untuk menggunakan Sisa Lebih Penggunaan Anggaran (Silpa) 2018. Sedikitnya terdapat delapan BUMD yang bakal mendapat suntikan dana dengan total Rp11 triliun dalam anggaran perubahan 2018.
Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD), Saefullah, mengatakan, rencana Penyertaan Modal Pemerintah (PMP) sebesar Rp11 triliun dalam Kebijakan Umum Anggaran Plafon dan Prioritas Anggaran Sementara (KUA-PPAS) Perubahan 2018 diawali adanya Silpa 2018 sebesar Rp13 triliun dari rencana Rp6,8 triliun.
Dengan sisa waktu penggunaan anggaran perubahan yang hanya berkisar sekitar tiga bulan, tidak memungkinkan apabila Silpa seluruhnya dialokasikan untuk kegiatan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Untuk itu, dari Rp13 triliun, sebanyak Rp11 triliun akan dialokasikan kepada 8 BUMD melalui PMD.
Saefullah menyebutkan, DKI sudah memiliki pengalaman membangun sarana dan prasaran Asian games, Equestarian, dan Velodrome melalui BUMD. Termasuk LRT fase I Velodrome-Kelapa Gading, yang prosesnya lebih lancar ketimbang melekat di SKPD.
"Jadi semangatnya adalah semangat memenuhi kebutuhan masyarakat tentang tempat tinggal yang layak. Bagaimana melakukan percepatan, setelah kita analisa pola BUMD ini jadi pilihan. Saat KUA PPAS kita sampaikan pola paling efektif di BUM," ujar Saefullah dalam rapat Banggar di DPRD DKI Jakarta, Rabu 29 Agustus 2018.
Menurut Saefullah, ada beberapa penyebab Silpa tahun ini membesar. Diantaranya pendapatan melebihi target dan masukan dari dana bagi hasil. Sementara ada beberapa kegiatan besar, seperti di Dinas Perumahan dan Dinas Kesehatan tidak bisa dieksekusi di 2018 lantaran salah perencanaan.
Adapun alokasi Silpa ke BUMD, kata Saefullah, disinergikan dengan program gubernur untuk menyediakan tempat tinggal layak melalui skema pertama penyediaan rumah susun yang akan disediakan Dinas Perumahan. Kedua, skema DP 0 yang akan diberi penugasan kepada PT Sarana Jaya dan PT Jakarta propertindo (Jakpro).
Kemudian, di atas Depo LRT Pegangsaan Timur juga akan dibangun 1.200 unit hunian dan juga di Jalan Kol Yos Sudarso. Termasuk melanjutkan LRT dan Mass Rapi Transid (MRT) fase II. Penyalura air bersih melalui Pam Jaya dan pangan lewat Dharma Jaya serta Food Station.
"Inilah kenapa PMD dialokasikan sedemikian besar. Dalam forum banggar silakan didalami. Yang jelas rencana Pemprov terhadap PMD adala hal yang menyangkut kesejahteraan masyarakat, yaitu perumahan dan air bersih," pungkasnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Banggar DPRD DKI Jakarta, Triwisaksana, heran dengan kebijakan Pemprov yang mengalokasikan Silpa ke BUMD. Sementara dalam belanja langsung, justru tidak dilaksanakan atau teranggarkan.
Politisi PKS itu ingin mengetahui kebijakan umum pengalokasian tersebut, mengingat saat penetapan APBD 2018, kebijakan gubernur dan wakil gubernur menginginkan BUMD menjadi mandiri. "Mendapat fundraising dari pendanaan sektor lain, tidak APBD. Di perubahan ini kenapa kebijakannya berbeda? Hingga totalnya Rp11 triliun?" katanya.
Adapun angggota Banggar DPRD DKI Jakarta, Bestari Barus, menuturkan, kebijakan pengalokasian Silpa ke BUMD merupakan buah kebingungan Pemprov DKI atas Silpa yang besar. Seharusnya, kata Bestari, Pemprov DKI yang memiliki perangkat daerah teknis hingga ke lapangan, dimaksimalkan.
Fungsi pemerintah sebagai pemungut pajak harus mengembalikan sebesar-besarnya ke rakyat dalam bentuk pembangunan, termasuk juga rumah susun tadi. "BUMD itukan bisnis. Jangan minta ke rakyat untuk permodalan yang akan digunakan untuk perdagangan yang dikembalikan ke rakyat Jakarta 60 tahun kemudian," ungkapnya.
Pengamat Perkotaan Universitas Trisakti, Nirwono Joga, mengatakan, sebenarnya sejak kepemimpinan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) BUMD selalu diberikan PMP untuk mendongkrak penyerapan APBD. Namun ia menilai hal ini kurang sehat. Sebab, APBD itu merupakan belanja langsung yang dimana fokusnya bermanfaat bagi masyarakat dan menjadi kewenangan perangkat daerah.
BUMD merupakan perusahaan yang harus memberikan keuntungan. "BUMD itu harusnya mengembangkan usaha dengan mencari modal utama sendiri. Bukan menggantungkan diri dari APBD," pungkasnya.
Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD), Saefullah, mengatakan, rencana Penyertaan Modal Pemerintah (PMP) sebesar Rp11 triliun dalam Kebijakan Umum Anggaran Plafon dan Prioritas Anggaran Sementara (KUA-PPAS) Perubahan 2018 diawali adanya Silpa 2018 sebesar Rp13 triliun dari rencana Rp6,8 triliun.
Dengan sisa waktu penggunaan anggaran perubahan yang hanya berkisar sekitar tiga bulan, tidak memungkinkan apabila Silpa seluruhnya dialokasikan untuk kegiatan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Untuk itu, dari Rp13 triliun, sebanyak Rp11 triliun akan dialokasikan kepada 8 BUMD melalui PMD.
Saefullah menyebutkan, DKI sudah memiliki pengalaman membangun sarana dan prasaran Asian games, Equestarian, dan Velodrome melalui BUMD. Termasuk LRT fase I Velodrome-Kelapa Gading, yang prosesnya lebih lancar ketimbang melekat di SKPD.
"Jadi semangatnya adalah semangat memenuhi kebutuhan masyarakat tentang tempat tinggal yang layak. Bagaimana melakukan percepatan, setelah kita analisa pola BUMD ini jadi pilihan. Saat KUA PPAS kita sampaikan pola paling efektif di BUM," ujar Saefullah dalam rapat Banggar di DPRD DKI Jakarta, Rabu 29 Agustus 2018.
Menurut Saefullah, ada beberapa penyebab Silpa tahun ini membesar. Diantaranya pendapatan melebihi target dan masukan dari dana bagi hasil. Sementara ada beberapa kegiatan besar, seperti di Dinas Perumahan dan Dinas Kesehatan tidak bisa dieksekusi di 2018 lantaran salah perencanaan.
Adapun alokasi Silpa ke BUMD, kata Saefullah, disinergikan dengan program gubernur untuk menyediakan tempat tinggal layak melalui skema pertama penyediaan rumah susun yang akan disediakan Dinas Perumahan. Kedua, skema DP 0 yang akan diberi penugasan kepada PT Sarana Jaya dan PT Jakarta propertindo (Jakpro).
Kemudian, di atas Depo LRT Pegangsaan Timur juga akan dibangun 1.200 unit hunian dan juga di Jalan Kol Yos Sudarso. Termasuk melanjutkan LRT dan Mass Rapi Transid (MRT) fase II. Penyalura air bersih melalui Pam Jaya dan pangan lewat Dharma Jaya serta Food Station.
"Inilah kenapa PMD dialokasikan sedemikian besar. Dalam forum banggar silakan didalami. Yang jelas rencana Pemprov terhadap PMD adala hal yang menyangkut kesejahteraan masyarakat, yaitu perumahan dan air bersih," pungkasnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Banggar DPRD DKI Jakarta, Triwisaksana, heran dengan kebijakan Pemprov yang mengalokasikan Silpa ke BUMD. Sementara dalam belanja langsung, justru tidak dilaksanakan atau teranggarkan.
Politisi PKS itu ingin mengetahui kebijakan umum pengalokasian tersebut, mengingat saat penetapan APBD 2018, kebijakan gubernur dan wakil gubernur menginginkan BUMD menjadi mandiri. "Mendapat fundraising dari pendanaan sektor lain, tidak APBD. Di perubahan ini kenapa kebijakannya berbeda? Hingga totalnya Rp11 triliun?" katanya.
Adapun angggota Banggar DPRD DKI Jakarta, Bestari Barus, menuturkan, kebijakan pengalokasian Silpa ke BUMD merupakan buah kebingungan Pemprov DKI atas Silpa yang besar. Seharusnya, kata Bestari, Pemprov DKI yang memiliki perangkat daerah teknis hingga ke lapangan, dimaksimalkan.
Fungsi pemerintah sebagai pemungut pajak harus mengembalikan sebesar-besarnya ke rakyat dalam bentuk pembangunan, termasuk juga rumah susun tadi. "BUMD itukan bisnis. Jangan minta ke rakyat untuk permodalan yang akan digunakan untuk perdagangan yang dikembalikan ke rakyat Jakarta 60 tahun kemudian," ungkapnya.
Pengamat Perkotaan Universitas Trisakti, Nirwono Joga, mengatakan, sebenarnya sejak kepemimpinan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) BUMD selalu diberikan PMP untuk mendongkrak penyerapan APBD. Namun ia menilai hal ini kurang sehat. Sebab, APBD itu merupakan belanja langsung yang dimana fokusnya bermanfaat bagi masyarakat dan menjadi kewenangan perangkat daerah.
BUMD merupakan perusahaan yang harus memberikan keuntungan. "BUMD itu harusnya mengembangkan usaha dengan mencari modal utama sendiri. Bukan menggantungkan diri dari APBD," pungkasnya.
(thm)