Perkembangan Tangerang Raya dari Daerah Tani Menjadi Kota Satelit

Kamis, 25 Januari 2018 - 08:01 WIB
Perkembangan Tangerang Raya dari Daerah Tani Menjadi Kota Satelit
Perkembangan Tangerang Raya dari Daerah Tani Menjadi Kota Satelit
A A A
TANGERANG - Kemajuan Kota Tangerang, Tangerang Selatan, dan Kabupaten Tangerang, kian pesat. Kawasan yang dulunya sawah dan perkebunan karet ini pun, kini berubah menjadi kota satelit.

Di Kota Tangsel misalkan. Sebelum maju seperti sekarang, kota yang sebagian wilayahnya perkebunan karet dan sawah itu, kini telah menjadi hutan beton, dengan pusat industri dan jasa yang besar. Pemandangan yang sama juga terjadi di Kabupaten Tangerang. Banyak sawah penduduk yang ada digusur, dan dijadikan pabrik-pabrik besar, perumahan mewah, daan hotel dengan investasi yang besar.

Di Kota Tangerang, kemajuan bahkan terlihat hampir disetiap sudut. Kota yang sebagian besar wilayahnya persawahan ini, berkembang dari kota penjara, menjadi kota industri, jasa, dan aerotropolis.

Wakil Wali Kota Tangsel Benyamin Davnie mengatakan, pertumbuhan ekonomi di Kota Tangsel sangat pesat, hampir 6,9%. Dari jumlah itu, sebanyak 14% di antaranya banyak disumbang oleh IKM dan UKM.

"Tangsel telah menjadi kota perdagangan dan jasa. Bahkan, restoran dari masakan sederhana sampai masakan skala internasional, semua ada di sini," ungkap Benyamin di BSD City pada Rabu, 24 Januari 2018 kemarin. .

Benyamin menuturkan, sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Tangsel, banyak disumbang oleh restoran dan hotel-hotel berbintang yang tumbuh subur, dari mulai Pondok Aren, sampai dengan Serpong.

Sementara, Wali Kota Tangerang Arief R Wismansyah menambahkan, wajah Kota Tangerang selama beberapa tahun ini sangat berbeda. Kota yang dulunya persawahan, dan kota penjara, kini menjadi aerotropolis."Jika dahulu banyak orang mengenal Kota Tangerang sebagai kota industri, kini harus di balik menjadi kota 1.000 industri dan kota jasa. Bahkan, telah berkembang jadi kota aerotropolis yang maju," jelasnya.

Kota Tangerang, lanjut Arief, memiliki karakter yang sama dengan Kabupaten Tangerang, dan Tangerang Selatan, yang wilayahnya dijadikan lintasan. Namun, dia tidak mau jika kota itu menjadi lintasan.
"Saya tidak ingin kota ini menjadi kota transit seperti di Purwakarta. Dahulu, jika orang ingin ke Bandung, harus transit ke Purwakarta dulu. Tetapi setelah ada jalan tol, sekarang tidak lagi," ungkapnya.

Kota Tangerang juga memiliki enam lembaga pemasyarakat (Lapasa), hingga membuat kota yang dipimpin Arief itu juga dikenal dengan sebutan kota penjara. Tetapi setelah berdiri banyak industri, kota ini jadi kota 1.000 industri.

Dari kota industri, Kota Tangerang terus berkembang di bidang jasa. Hingga kota ini juga dikenal dengan kota sejuta jasa. Dan kini, Kota Tangerang mengusung konsep kota aerotropolis yang lebih maju.

Bupati Tangerang Ahmed Zaki Iskandar menjelaskan, daerah yang dipimpinnya juga sedang mengalami kemajuan yang sangat pesat. Baik dibidang industri, jasa, perumahan, pemukiman, dan jalan tol. "Dari 2004, kita sudah mempersiapkan tiga jaringan jalan rol, yaitu Jakarta-Merak yang sudah ada, Serpong-Balaraja yang sedang tender, dan Balaraja-Sudiatmo yang bisa ke Bandara Soetta," jelasnya.

Jalan tol itu juga membuka akses kepada Serang, dan Lebak. Sehingga, wilayah-wilayah itu nantinya akan terdampak oleh pembangunan, seperti yang ada di wilayah Tangerang Raya yang sangat pesat.

"Wilayah Tangerang Raya itu ibarat gula yang selalu didatangi binatang. Kalau dari teori pemerintahan kota, Kota Tangerang dulu daerah pertanian. Saya besar di Pasar Anyar, dulu, itu persawahan," ungkapnya.

Sekarang situasinya sudah sangat berubah, wilayah Tangerang Raya telah berubah dari yang tadinya daerah primer, menjadi sekunder, dan bahkan sudah menjadi daerah yang tersier."Sama dengan Serpong. Dahulu daerah kebun karet, tempat jin buang anak. Tapi sekarang, menjadi daerah termahal di Tangerang. Menjadi kota satelit. Sama dengan Kabupaten Tangerang," terangnya.

Bahkan, Kabupaten Tangerang menjadi yang ketiga terbesar dengan investor asing di Indonesia. Kendati demikian, Zaki mengaku prihatin dengan perkembangan itu, karena nasib petani makin nelangsa.

Keprihatinan Zaki berawal dari obrolannya dengan para petani di Kabupaten Tangerang yang kian tersisihkan. Profesi petani kini sangat tidak diminati, banyak orang menjual sawah untuk pendidikan.

Menurutnya, potensi pengembangan usaha tani itu sangat besar. Bayangkan, 1 kg cabai tembus Rp100 ribu. Untuk itu, kedepan pihaknya akan menjadikan pertanian holtikultura sebagai garapan."Kita tidak boleh berhenti mengayuh, berinovasi, dan melayani masyarakat. Tahun 2003, penduduk baru 2,7 jiwa. Sekarang 2018, 15 tahun kemudian, 7 juta. Dan 2025 bisa jadi 10 juta," ungkapnya.

Dengan laju perkembangan penduduk yang demikian pesat itu, maka kebutuhan masyarakat di wilayah Tangerang Raya akan semakin besar. Maka, berbagai inovasi baru sangat dibutuhkan.
(whb)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.2970 seconds (0.1#10.140)