Rawan Difteri, Ratusan Siswa SD di Tangsel Disuntik
A
A
A
TANGERANG SELATAN - Petugas Puskesmas mendatangi Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Nur Fatahillah di Jalan H Jamat, Buaran, Serpong, Tangerang Selatan (Tangsel), Selasa (12/12/2017).
Kedatangan sejumlah petugas kesehatan itu sebagai Outbreak Response Immunization (ORI) Difteri, yakni dengan memberikan vaksin Tetanus difteri (Td), kepada ratusan siswa SD Nur Fatahillah. Langkah demikian dilakukan, akibat adanya siswa yang terkena suspect Difteri beberapa hari lalu.
"Ini sebagai tindak lanjut dari kasus Difteri di Provinsi Banten dan Tangsel, tapi kalau wilayah kita baru suspect, di Rawa Buntu. Siswanya yang terkena suspect sekolah di sini, tapi tinggalnya di daerah Cisauk, sekarang masih dirawat. Jadi pemberian vaksin ini untuk mencegahlah," tutur Hartono Mulyono, Kepala Puskesmas Rawa Buntu, yang memimpin penyuntikan vaksin Td di SD Nur Fatahillah.
Niat baik untuk mencegah penularan virus Difteri tak selamanya berjalan mulus, ada saja beberapa siswa yang menolak disuntik, bahkan tak sedikit pula yang menangis histeris begitu masuk dalam ruangan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS), tempat berlangsungnya pemberian vaksin.
Menurut Hartono, siswa-siswi yang menolak dan menangis ketika akan disuntik, nanti akan disiasati melalui pendekatan kepada pihak orang tua maupun keluarganya. Sehingga sasaran pemberian vaksin, bisa sepenuhnya terlaksana.
"Nanti kita siasati melalui orang tuanya, tapi kan jumlahnya enggak banyak yang menangis dan menolak disuntik. Target sasarannya di sekolah ini total ada sekira 850 siswa, yang enggak mau itu hanya sebagian kecil," jelasnya.
Selain DKI Jakarta dan Jawa Barat, Provinsi Banten merupakan salah satu wilayah yang mendapat status Kejadian Luar Biasa (KLB) Difteri. Pihak Kementerian Kesehatan sendiri sejak kemarin telah mengintruksikan dilakukan upaya pencegahan melalui ORI Difteri.
Sebagaimana diketahui, Difteri adalah penyakit pada selaput lendir hidung serta tenggorokan yang disebabkan oleh bakteri. Penyakit ini menimbulkan lapisan tebal berwarna abu-abu pada tenggorokan, sehingga dapat membuat anak sulit makan dan bernapas. Bila infeksi tidak diobati, toksin yang dihasilkan oleh bakteri bisa menyebabkan lumpuh dan gagal jantung.
Kedatangan sejumlah petugas kesehatan itu sebagai Outbreak Response Immunization (ORI) Difteri, yakni dengan memberikan vaksin Tetanus difteri (Td), kepada ratusan siswa SD Nur Fatahillah. Langkah demikian dilakukan, akibat adanya siswa yang terkena suspect Difteri beberapa hari lalu.
"Ini sebagai tindak lanjut dari kasus Difteri di Provinsi Banten dan Tangsel, tapi kalau wilayah kita baru suspect, di Rawa Buntu. Siswanya yang terkena suspect sekolah di sini, tapi tinggalnya di daerah Cisauk, sekarang masih dirawat. Jadi pemberian vaksin ini untuk mencegahlah," tutur Hartono Mulyono, Kepala Puskesmas Rawa Buntu, yang memimpin penyuntikan vaksin Td di SD Nur Fatahillah.
Niat baik untuk mencegah penularan virus Difteri tak selamanya berjalan mulus, ada saja beberapa siswa yang menolak disuntik, bahkan tak sedikit pula yang menangis histeris begitu masuk dalam ruangan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS), tempat berlangsungnya pemberian vaksin.
Menurut Hartono, siswa-siswi yang menolak dan menangis ketika akan disuntik, nanti akan disiasati melalui pendekatan kepada pihak orang tua maupun keluarganya. Sehingga sasaran pemberian vaksin, bisa sepenuhnya terlaksana.
"Nanti kita siasati melalui orang tuanya, tapi kan jumlahnya enggak banyak yang menangis dan menolak disuntik. Target sasarannya di sekolah ini total ada sekira 850 siswa, yang enggak mau itu hanya sebagian kecil," jelasnya.
Selain DKI Jakarta dan Jawa Barat, Provinsi Banten merupakan salah satu wilayah yang mendapat status Kejadian Luar Biasa (KLB) Difteri. Pihak Kementerian Kesehatan sendiri sejak kemarin telah mengintruksikan dilakukan upaya pencegahan melalui ORI Difteri.
Sebagaimana diketahui, Difteri adalah penyakit pada selaput lendir hidung serta tenggorokan yang disebabkan oleh bakteri. Penyakit ini menimbulkan lapisan tebal berwarna abu-abu pada tenggorokan, sehingga dapat membuat anak sulit makan dan bernapas. Bila infeksi tidak diobati, toksin yang dihasilkan oleh bakteri bisa menyebabkan lumpuh dan gagal jantung.
(mhd)