Pemuda Muhammadiyah Beberkan 4 Masalah Besar Proyek Reklamasi
A
A
A
JAKARTA - PP Pemuda Muhammadiyah Bidang Kehutanan dan Lingkungan Hidup Pedri Kasman membeberkan ada 4 masalah besar yang muncul dari reklamasi Teluk Jakarta.
Pertama, kata Pedri, proyek ini begitu dipaksakan dengan menabrak semua aturan yang ada, mengabaikan kepentingan lingkungan dan kehidupan nelayan.
"Pemaksaan tersebut patut ditengarai karena dominannya pengaruh korporasi dan pemilik modal. Artinya pada kasus ini kedaulatan negara telah dilangkahi oleh kedaulatan modal dan korporasi. Ini suatu kondisi yang sangat menyakitkan bagi sebuah negara merdeka. Negara yang seharusnya berdaulat untuk kepentingan rakyat" ungkap Pedri dalam Diskusi Benang Kusut Reklamasi di Aula PP Muhammadiyah Jalan Menteng Raya 62, Jakarta Pusat, Jumat (17/11/2017).
Pedri melanjutkan, dari aspek lingkungan, reklamasi berpotensi besar memperparah banjir di daratan Jakarta, merusak ekosistem laut, pencemaran perairan Pantai Utara Jakarta dan Kepulauan Seribu.
Di sisi lain, pengerukan pasir untuk timbunan pulau reklamasi di kawasan Pulau Seribu, Banten dan daerah lainnya menjadi problem lingkungan serius yang tak kalah besar bahaya kerusakan yang ditimbulkannya. "Setidaknya di kalangan akademisi kelayakan proyek ini masih penuh perdebatan," tegasnya.
Praktek reklamasi ini bertentangan dengan prinsip pembangunan yang harus mengedepankan kepentingan rakyat. "Proyek ini hanya akan menguntungkan pengembang, pemilik modal dan segelintir orang," ujarnya.
Perdi menambahkan, artinya proyek ini hanya akan dinikmati oleh kelompok elit. Sementara rakyat banyak justru makin kesulitan, terutama rakyat dan nelayan di Pantai Utara Jakarta dan Kepulauan Seribu.
Diketahui, Mega proyek reklamasi Teluk Jakarta menjadi isu nasional yang penuh kontroversi. Pencabutan moratorium oleh Menko Maritim Luhut Binsar Panjaitan pada tanggal 5 Oktober 2017 makin mengundang polemik.
Padahal moratorium yang diterbitkan oleh Menko sebelumnya Rizal Ramli dilatarbelakangi karena proyek ini sejak awal mengandung banyak masalah.
Di sisi lain Gubernur DKI Jakarta terpilih Anies R Baswedan dan Sandiaga Uno sejak awal berkomitmen ingin menghentikan proyek ini.
Pertama, kata Pedri, proyek ini begitu dipaksakan dengan menabrak semua aturan yang ada, mengabaikan kepentingan lingkungan dan kehidupan nelayan.
"Pemaksaan tersebut patut ditengarai karena dominannya pengaruh korporasi dan pemilik modal. Artinya pada kasus ini kedaulatan negara telah dilangkahi oleh kedaulatan modal dan korporasi. Ini suatu kondisi yang sangat menyakitkan bagi sebuah negara merdeka. Negara yang seharusnya berdaulat untuk kepentingan rakyat" ungkap Pedri dalam Diskusi Benang Kusut Reklamasi di Aula PP Muhammadiyah Jalan Menteng Raya 62, Jakarta Pusat, Jumat (17/11/2017).
Pedri melanjutkan, dari aspek lingkungan, reklamasi berpotensi besar memperparah banjir di daratan Jakarta, merusak ekosistem laut, pencemaran perairan Pantai Utara Jakarta dan Kepulauan Seribu.
Di sisi lain, pengerukan pasir untuk timbunan pulau reklamasi di kawasan Pulau Seribu, Banten dan daerah lainnya menjadi problem lingkungan serius yang tak kalah besar bahaya kerusakan yang ditimbulkannya. "Setidaknya di kalangan akademisi kelayakan proyek ini masih penuh perdebatan," tegasnya.
Praktek reklamasi ini bertentangan dengan prinsip pembangunan yang harus mengedepankan kepentingan rakyat. "Proyek ini hanya akan menguntungkan pengembang, pemilik modal dan segelintir orang," ujarnya.
Perdi menambahkan, artinya proyek ini hanya akan dinikmati oleh kelompok elit. Sementara rakyat banyak justru makin kesulitan, terutama rakyat dan nelayan di Pantai Utara Jakarta dan Kepulauan Seribu.
Diketahui, Mega proyek reklamasi Teluk Jakarta menjadi isu nasional yang penuh kontroversi. Pencabutan moratorium oleh Menko Maritim Luhut Binsar Panjaitan pada tanggal 5 Oktober 2017 makin mengundang polemik.
Padahal moratorium yang diterbitkan oleh Menko sebelumnya Rizal Ramli dilatarbelakangi karena proyek ini sejak awal mengandung banyak masalah.
Di sisi lain Gubernur DKI Jakarta terpilih Anies R Baswedan dan Sandiaga Uno sejak awal berkomitmen ingin menghentikan proyek ini.
(ysw)