Walhi Duga Ada Perusahaan Swasta Lakukan Privatisasi Pulau Pari
A
A
A
JAKARTA - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menduga ada privitisasi Pulau Pari yang dilakukan salah satu perusahaan swasta. Hal ini terungkap dalam diskusi bertemakan"Rembug Pulau Kita: Salahkah Nelayan Mengelola Pulau Sehinga di Kriminalisasi?" yang digelar Koalisi Selamatkan Pulau Pari.
Pasalnya salah satu perusahaan mengklaim 100% lahan Pulau Pari secara de jure, sementara secara de facto masyarakat di pulau itu sudah tinggal sejak lama secara turun temurun. Manager Pesisir Laut dan Pulau Kecil Walhi Ony Mahardika menilai seharusnya negara hadir dalam permasalahan tersebut. "Namun pemerintah tak hadir," kata Ony dalam diskusi yang digelar di Bakoel Koffie, Jalan Raya Cikini, Nomor 25, Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (19/10/2017).
Ony melihat, ada beberapa dugaan yang tercatat salah satunya perampokan sistematis yang difasilitasi negara. "Bagaimana mereka (perusahaan) dapatkan sertifikat, ada HGB (Hak Guna Bangunan) sebenarnya bagaimana mereka mendapatkan itu, apakah ada yang terselubung?. Kedua adalah isu soal pengelolaan wilayah pulau, lahirnya UU 27/2007 soal pengelolaan pesisir memberikan jaminan masyarakat pesisir, pengelolaan pesisir ini terbukti mereka dikriminalitas, mereka dijebloskan penjara, artinya apa, negara gagal," jelas Ony.
Akibat dampak dari kriminalisasi ini, masyarakat yang tinggal di Pulau Pari takut secara psikologi dengan porak porandanya struktur sosial masyarakat di sana seperti kasus Edi Priadi dan tiga orang pengelola Pantai Pasir Perawan yang saat ini tengah berhadap dengan hukum dan ditahan.
"Sekarang ada pemeriksaan dua orang lagi dengan kasus yang sama yakni memasuki pekarangan orang. Modus ini dilakukan perusahaan dengan menggunakan alat negara untuk menakuti masyrakat. Kami ingin selamatkan Pulau Pari bagaimana mengembalikan hak dia sebagai masyarakat yang dulu hidup bertahun-tahun memiliki haknya," katanya.
Untuk itu, Walhi mencoba melakukan pendampingan hukum terhadap mereka untuk mendapatkan pengakuan negara, karena izin pengakuan ini dikeluarkan oleh Kementerian KKP. "Kami melakukan kampanye di beberapa jaringan, memperkuat gerakan masyarakat artinya penguatan di masyarakat untuk mendorong gerakan bersama," katanya.
Pasalnya salah satu perusahaan mengklaim 100% lahan Pulau Pari secara de jure, sementara secara de facto masyarakat di pulau itu sudah tinggal sejak lama secara turun temurun. Manager Pesisir Laut dan Pulau Kecil Walhi Ony Mahardika menilai seharusnya negara hadir dalam permasalahan tersebut. "Namun pemerintah tak hadir," kata Ony dalam diskusi yang digelar di Bakoel Koffie, Jalan Raya Cikini, Nomor 25, Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (19/10/2017).
Ony melihat, ada beberapa dugaan yang tercatat salah satunya perampokan sistematis yang difasilitasi negara. "Bagaimana mereka (perusahaan) dapatkan sertifikat, ada HGB (Hak Guna Bangunan) sebenarnya bagaimana mereka mendapatkan itu, apakah ada yang terselubung?. Kedua adalah isu soal pengelolaan wilayah pulau, lahirnya UU 27/2007 soal pengelolaan pesisir memberikan jaminan masyarakat pesisir, pengelolaan pesisir ini terbukti mereka dikriminalitas, mereka dijebloskan penjara, artinya apa, negara gagal," jelas Ony.
Akibat dampak dari kriminalisasi ini, masyarakat yang tinggal di Pulau Pari takut secara psikologi dengan porak porandanya struktur sosial masyarakat di sana seperti kasus Edi Priadi dan tiga orang pengelola Pantai Pasir Perawan yang saat ini tengah berhadap dengan hukum dan ditahan.
"Sekarang ada pemeriksaan dua orang lagi dengan kasus yang sama yakni memasuki pekarangan orang. Modus ini dilakukan perusahaan dengan menggunakan alat negara untuk menakuti masyrakat. Kami ingin selamatkan Pulau Pari bagaimana mengembalikan hak dia sebagai masyarakat yang dulu hidup bertahun-tahun memiliki haknya," katanya.
Untuk itu, Walhi mencoba melakukan pendampingan hukum terhadap mereka untuk mendapatkan pengakuan negara, karena izin pengakuan ini dikeluarkan oleh Kementerian KKP. "Kami melakukan kampanye di beberapa jaringan, memperkuat gerakan masyarakat artinya penguatan di masyarakat untuk mendorong gerakan bersama," katanya.
(whb)