PT Transjakarta Persilakan Pengusaha Metromini Beli Bus Minitrans di Luar
A
A
A
JAKARTA - Pemprov DKI Jakarta mempersilakan pengusaha Metromini untuk membeli bus minitrans di luar pengadaan PT Transportasi Jakarta. Sebanyak 300 unit minitrans yang dijual perusahaan daerah DKI Jakarta tersebut dialihkan kepada peminat lainnya.
Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Andri Yansyah mengatakan, PT Transportasi Jakarta sebagai Badan usaha Milik Daerah (BUMD) memang tidak diperbolehkan menjual bus. Namun, karena pengusaha Metromini tidak jelas dan kebanyakan milik perorangan, akhirnya BUMD berinsiatif mengadakan bus sendiri.
Terlebih, kondisi Metromini yang tidak layak harus dilenyapkan pada 2018 dan harus segera diremajakan sesuai Perda 5/2014 tentang Transportasi. Untuk itu, lanjut Andri, apabila memang pengusaha Metromini atau bus sedang lainnya mempermasalahkan hal tersebut, Dinas Perhubungan mempersilakan mereka membeli bus sendiri.
Terpenting, spesifikasi dan kondisinya sama seperti minitrans yang sudah diadakan oleh PT Transportasi Jakarta. "Silakan beli sendiri. Sebanyak300 unit bus minitrans yang dibeli PT Transportasi Jakarta bisa dialihkan ke peminat lainnya. Jadi semakin cepat revitalisasi angkutan bus sedang," kata Andri Yansyah saat dihubungi beberapa waktu lalu.
Andri menjelaskan, pengusaha Metromini atau bus sedang lainnya yang membeli bus minitrans dari luar PT Transportasi Jakarta nantinya tetap akan bekerja sama dengan PT Trasnportasi Jakarta sebagai induk pengelola angkutan darat di Jakarta untuk mengikuti revitalisasi angkutan umum yang terintegrasi.
PT Transportasi Jakarta, berhak menentukan spesifikasi dan kondisi bus yang akan dikerjasamakan. Dia berharap pembelian bus diluar PT Transportasi Jakarta mengikuti proses pengadaan yang melalui Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa (LKPP).
"Spesifikasinya harus sama yang dikeluarkan oleh PT Transportasi Jakarta melalui LKPP. Tentunya harus berbadan hukum," ujarnya.
Pemilik Metromini, Azas Tigor Nainggolan menilai direksi PT Transportasi Jakarta mengikuti cara mantan Kepala Dinas Perhubungan Udar Pristono yang pernah tersangkut korupsi dalam pengadaan bus.
Saat itu, kata Tigor, peremajaan bajaj dari bajaj oranye ke bajaj biru dipusatkan hanya kepada satu koperasi.
Harga satu uni bajaj mencapai Rp 150 juta. Namun, setelah berganti kepala dinas lantaran Udar tersandung korupsi, harga bajaj diketahui hanya Rp45 Juta dari dealernya. "Saya khawatir direksi PT Transportasi Jakarta memanfaatkan hal itu. Lagian masak BUMD jual bus, emang mereka dealer," ungkapnya.
Mantan Ketua Dewan Transportasi Jakarta itu tidak mempermasalahkan revitalisasi angkutan umum. Justru, pada saat menjadi Ketua DTKJ, dirinyalah yang mengusulkan hal tersebut ke Dinas Perhubungan.
Tigor menyatakan dirinya tidak setuju dengan cara revitalisasi yang dilakukan direksi PT Transportasi Jakarta. Apalagi menentukan harga Metronimi bekas seperti barang rongsokan tak berguna yang hanya sekitar Rp10 Juta.
"PT Trasnportasi Jakarta harusnya menetukan spesifikasi saja. Saya punya Metromini dijual ke loakan besi dihargai Rp 20 Juta," pungkasnya.
Sementara itu, Ketua Organda DKI Jakarta, Shafruhan Sinungan mengungkapkan, direksi PT Transportasi Jakarta harus dievaluasi meski Dinas Perhubungan telah menjelaskan mengapa BUMD boleh menjual bus. Apalagi, sepengetahuanya ratusan bus sedang yang dibeli oleh PT Transportasi Jakarta sudah terjadi sejak delapan bulan lalu.
Saat itu, lanjut Shafruhan, PT Trasnportasi Jakarta menjual perunit seharga Rp650 juta dan meminta pengusaha Metromini membayar uang muka Rp150 Juta. "Sekarang kok jadi Rp560 Juta. Ini harus diperhatikan. Bus kalau tidak salah sudah delapan bulan lalu dibeli," ujarnya.
Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Andri Yansyah mengatakan, PT Transportasi Jakarta sebagai Badan usaha Milik Daerah (BUMD) memang tidak diperbolehkan menjual bus. Namun, karena pengusaha Metromini tidak jelas dan kebanyakan milik perorangan, akhirnya BUMD berinsiatif mengadakan bus sendiri.
Terlebih, kondisi Metromini yang tidak layak harus dilenyapkan pada 2018 dan harus segera diremajakan sesuai Perda 5/2014 tentang Transportasi. Untuk itu, lanjut Andri, apabila memang pengusaha Metromini atau bus sedang lainnya mempermasalahkan hal tersebut, Dinas Perhubungan mempersilakan mereka membeli bus sendiri.
Terpenting, spesifikasi dan kondisinya sama seperti minitrans yang sudah diadakan oleh PT Transportasi Jakarta. "Silakan beli sendiri. Sebanyak300 unit bus minitrans yang dibeli PT Transportasi Jakarta bisa dialihkan ke peminat lainnya. Jadi semakin cepat revitalisasi angkutan bus sedang," kata Andri Yansyah saat dihubungi beberapa waktu lalu.
Andri menjelaskan, pengusaha Metromini atau bus sedang lainnya yang membeli bus minitrans dari luar PT Transportasi Jakarta nantinya tetap akan bekerja sama dengan PT Trasnportasi Jakarta sebagai induk pengelola angkutan darat di Jakarta untuk mengikuti revitalisasi angkutan umum yang terintegrasi.
PT Transportasi Jakarta, berhak menentukan spesifikasi dan kondisi bus yang akan dikerjasamakan. Dia berharap pembelian bus diluar PT Transportasi Jakarta mengikuti proses pengadaan yang melalui Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa (LKPP).
"Spesifikasinya harus sama yang dikeluarkan oleh PT Transportasi Jakarta melalui LKPP. Tentunya harus berbadan hukum," ujarnya.
Pemilik Metromini, Azas Tigor Nainggolan menilai direksi PT Transportasi Jakarta mengikuti cara mantan Kepala Dinas Perhubungan Udar Pristono yang pernah tersangkut korupsi dalam pengadaan bus.
Saat itu, kata Tigor, peremajaan bajaj dari bajaj oranye ke bajaj biru dipusatkan hanya kepada satu koperasi.
Harga satu uni bajaj mencapai Rp 150 juta. Namun, setelah berganti kepala dinas lantaran Udar tersandung korupsi, harga bajaj diketahui hanya Rp45 Juta dari dealernya. "Saya khawatir direksi PT Transportasi Jakarta memanfaatkan hal itu. Lagian masak BUMD jual bus, emang mereka dealer," ungkapnya.
Mantan Ketua Dewan Transportasi Jakarta itu tidak mempermasalahkan revitalisasi angkutan umum. Justru, pada saat menjadi Ketua DTKJ, dirinyalah yang mengusulkan hal tersebut ke Dinas Perhubungan.
Tigor menyatakan dirinya tidak setuju dengan cara revitalisasi yang dilakukan direksi PT Transportasi Jakarta. Apalagi menentukan harga Metronimi bekas seperti barang rongsokan tak berguna yang hanya sekitar Rp10 Juta.
"PT Trasnportasi Jakarta harusnya menetukan spesifikasi saja. Saya punya Metromini dijual ke loakan besi dihargai Rp 20 Juta," pungkasnya.
Sementara itu, Ketua Organda DKI Jakarta, Shafruhan Sinungan mengungkapkan, direksi PT Transportasi Jakarta harus dievaluasi meski Dinas Perhubungan telah menjelaskan mengapa BUMD boleh menjual bus. Apalagi, sepengetahuanya ratusan bus sedang yang dibeli oleh PT Transportasi Jakarta sudah terjadi sejak delapan bulan lalu.
Saat itu, lanjut Shafruhan, PT Trasnportasi Jakarta menjual perunit seharga Rp650 juta dan meminta pengusaha Metromini membayar uang muka Rp150 Juta. "Sekarang kok jadi Rp560 Juta. Ini harus diperhatikan. Bus kalau tidak salah sudah delapan bulan lalu dibeli," ujarnya.
(whb)