Penghentian Reklamasi Teluk Jakarta Bisa Berpotensi Gugatan Hukum
A
A
A
JAKARTA - Penghentian proyek reklamasi di Teluk Jakarta berpotensi mendapatkan gugatan hukum. Gubernur dan Wagub DKI Jakarta terpilih harus memiliki dasar hukum yang tetap terlebih dahulu jika ingin menghentikan proyek reklamasi.
Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch Ali Tranghanda? mengatakan, heran dengan pernyataan pemerintahan terpilih yang terus berubah terkait reklamasi Teluk Jakarta. "Sebelumnya katanya stop reklamasi, sekarang untuk fasilitas publik. Saya bingung dengan perubahan pernyataannya," kata Ali pada wartawan, Rabu (24/5/2017).
Keputusan penghentian proyek reklamasi secara sepihak oleh pemerintah Jakarta berpotensi mendapatkan gugatan hukum dari para pengembang. Hal ini akan membuat situasi investasi properti di Indonesia, khususnya Jakarta semakin memburuk.
Ali menjelaskan, polemik reklamasi Teluk Jakarta sangat kental dengan nuansa politik. Padahal, reklamasi Teluk Jakarta sudah sesuai dengan peraturan pemerintah daerah.
Pengamat tata ruang dari Universitas Trisakti Yayat Supriatna menuturkan, Anies-Sandi harus memiliki dasar hukum yang tetap terlebih dahulu jika ingin menghentikan proyek reklamasi. "Karena yang membangun itu swasta. Mereka sudah mengeluarkan biaya pembangunan tersebut," ujar Yayat.
Selain izin dari pemerintah provinsi, Yayat melanjutkan, pembangunan pulau reklamasi juga berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) No. 52/1995. Keppres tersebut dikeluarkan Presiden Soeharto pada 13 Juli 1995.
"Kalau mau dihentikan, harus ada dasar hukum yang jelas dulu. Sementara pemerintah pusat inginnya melanjutkan pembangunan reklamasi," tutur Yayat.
Terpisah, Direktur Indonesia Water Institute Firdaus Ali meyakini Gubernur DKI Jakarta memiliki wawasan dan visi yang jauh ke depan mengenai pembangunan. Firdaus pun optimistis, proyek reklamasi akan dilanjutkan karena dinilai sebagai langkah tepat menyelesaikan berbagai persoalan Jakarta.
Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch Ali Tranghanda? mengatakan, heran dengan pernyataan pemerintahan terpilih yang terus berubah terkait reklamasi Teluk Jakarta. "Sebelumnya katanya stop reklamasi, sekarang untuk fasilitas publik. Saya bingung dengan perubahan pernyataannya," kata Ali pada wartawan, Rabu (24/5/2017).
Keputusan penghentian proyek reklamasi secara sepihak oleh pemerintah Jakarta berpotensi mendapatkan gugatan hukum dari para pengembang. Hal ini akan membuat situasi investasi properti di Indonesia, khususnya Jakarta semakin memburuk.
Ali menjelaskan, polemik reklamasi Teluk Jakarta sangat kental dengan nuansa politik. Padahal, reklamasi Teluk Jakarta sudah sesuai dengan peraturan pemerintah daerah.
Pengamat tata ruang dari Universitas Trisakti Yayat Supriatna menuturkan, Anies-Sandi harus memiliki dasar hukum yang tetap terlebih dahulu jika ingin menghentikan proyek reklamasi. "Karena yang membangun itu swasta. Mereka sudah mengeluarkan biaya pembangunan tersebut," ujar Yayat.
Selain izin dari pemerintah provinsi, Yayat melanjutkan, pembangunan pulau reklamasi juga berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) No. 52/1995. Keppres tersebut dikeluarkan Presiden Soeharto pada 13 Juli 1995.
"Kalau mau dihentikan, harus ada dasar hukum yang jelas dulu. Sementara pemerintah pusat inginnya melanjutkan pembangunan reklamasi," tutur Yayat.
Terpisah, Direktur Indonesia Water Institute Firdaus Ali meyakini Gubernur DKI Jakarta memiliki wawasan dan visi yang jauh ke depan mengenai pembangunan. Firdaus pun optimistis, proyek reklamasi akan dilanjutkan karena dinilai sebagai langkah tepat menyelesaikan berbagai persoalan Jakarta.
(whb)