Ribuan Orang Datangi Istiqlal Bahas Pemimpin Masa Depan
A
A
A
JAKARTA - Ribuan orang mendatangi Masjid Istiqlal, Jakarta, Minggu (18/9/2016) untuk mengikuti acara dakwah yang membahas tentang kepemimpinan.
Kedatangan mereka untuk mendengarkan ceramah yang disampaikan sejumlah tokoh dan ulama mengenai pemimpin yang baik. Adapun tokoh dan ulama yang hadir antara lain Prof KH Didin Hafidhuddin, Ustaz Bahtiar Nasir, dan Ustaz Zaitun Rasmin.
Bahtiar Nasir menegaskan acara yang digelar di Istiqlal ini tidak bermuatan politis. Pasalnya, kata dia, tida menyebut sosok yang layak untuk memimpin Jakarta.
Menurut dia, acara ini hanya merupakan dakwah tentang kepemimpinan. "Masjid Istiqlal masjid kehormatan negara maka harus pelihara kemuliaannya. Saya sepakat tidak boleh ada politik praktis di Istiqlal, maksudnya kalau harus pilih partai tertentu dan membuka calon gubernur tertentu itu tentu tidak boleh," tutur di Masjid Istiqlal, Jakarta, Minggu (18/9/2016).
Menurut dia, hal itu yang membedakan antara dakwa dengan politik praktis. "Ulama yang mengerti undang-undang, bersatu di masjid dan tenang suarakan aspirasi di masjid," tandasnya.
Bahtiar juga mengajak muslim untuk menjaga kemuliaan masjid, ketertiban, kebersihan, dan keamanan di Masjid. "Kita janji setelah ini kita cukupkan sampai disini saja orasinya dan tak usah menyebar ke mana pun. Tidak perlu ke mana-mana tapi harus sampai pesannya di umat," jelasnya.
Sementara itu, Prof KH Didin Hafidhuddin mengungkapkan acara ini digelar untuk mendoakan agar pemimpin mendatang lebih baik dan memberikan perhatian penuh kepada masyarakat.
"Kita mendoakan agar mendapat pemimpin yang baru. Akhlaknya mulia, yang tidak kasar, yang selalu memperhatikan rakyat, dan tak zalim. Nah, apakah itu sebuah politik praktis? Kan kami mendoakan lho agar dapat pemimpin baik, untuk siapa? Jelas untuk umat semuanya," tuturnya.
Semula acara ini berformat tablig akbar dengan tema mencari memilih pemimpin yang amanah dan kualitas. Namun, pengelola menolak dengan alasan tidak ingin Istiqlal dijadikan tempat aktivitas politik.
Menyikapi penolakan pengelola, akhirnya panitia membatalkan tablig akbar dan menggantikanya dengan acara mendengarkan dakwah yang membahas tentang kepemimpinan.
Sebelumnya, pengelola Masjid Istiqlal menegaskan masjid tidak dijadikan tempat berpolitik atau menyampaikan kepentingannya tertentu. Menurut dia, Istiqlal adalah tempat ibadah yang harus netral dari segala macam kepentingan.
"Kalau ada acara zikir, tausyiah, pengajian tidak apa-apa sudah ajukan izin. Tapi masalahnya kan berbau bau politik, itu tak boleh," ujar Kepala Bagian Protokol dan Pelayanan Wisata Masjid Istiqlal, Abu Hurairah Abdul Salam kepada Sindonews, Minggu (18/9/2016).
Terkait acara tablig akbar di Istiqlal, dia menandaskan pengelola keberatan apabila acara itu bermuatan politis. Sebaliknya, lanjut dia, pengelolal tidak keberatan apabila masyarakat datang untuk beribadah. "Kami sebagai umat Islam bukan tak mendukung acara itu, hanya mempermasalahkan masalah tempat saja. Kalau mau jangan di Istiqlal karena Istiqlal simbol pemerintah negera," tuturnya.
Kedatangan mereka untuk mendengarkan ceramah yang disampaikan sejumlah tokoh dan ulama mengenai pemimpin yang baik. Adapun tokoh dan ulama yang hadir antara lain Prof KH Didin Hafidhuddin, Ustaz Bahtiar Nasir, dan Ustaz Zaitun Rasmin.
Bahtiar Nasir menegaskan acara yang digelar di Istiqlal ini tidak bermuatan politis. Pasalnya, kata dia, tida menyebut sosok yang layak untuk memimpin Jakarta.
Menurut dia, acara ini hanya merupakan dakwah tentang kepemimpinan. "Masjid Istiqlal masjid kehormatan negara maka harus pelihara kemuliaannya. Saya sepakat tidak boleh ada politik praktis di Istiqlal, maksudnya kalau harus pilih partai tertentu dan membuka calon gubernur tertentu itu tentu tidak boleh," tutur di Masjid Istiqlal, Jakarta, Minggu (18/9/2016).
Menurut dia, hal itu yang membedakan antara dakwa dengan politik praktis. "Ulama yang mengerti undang-undang, bersatu di masjid dan tenang suarakan aspirasi di masjid," tandasnya.
Bahtiar juga mengajak muslim untuk menjaga kemuliaan masjid, ketertiban, kebersihan, dan keamanan di Masjid. "Kita janji setelah ini kita cukupkan sampai disini saja orasinya dan tak usah menyebar ke mana pun. Tidak perlu ke mana-mana tapi harus sampai pesannya di umat," jelasnya.
Sementara itu, Prof KH Didin Hafidhuddin mengungkapkan acara ini digelar untuk mendoakan agar pemimpin mendatang lebih baik dan memberikan perhatian penuh kepada masyarakat.
"Kita mendoakan agar mendapat pemimpin yang baru. Akhlaknya mulia, yang tidak kasar, yang selalu memperhatikan rakyat, dan tak zalim. Nah, apakah itu sebuah politik praktis? Kan kami mendoakan lho agar dapat pemimpin baik, untuk siapa? Jelas untuk umat semuanya," tuturnya.
Semula acara ini berformat tablig akbar dengan tema mencari memilih pemimpin yang amanah dan kualitas. Namun, pengelola menolak dengan alasan tidak ingin Istiqlal dijadikan tempat aktivitas politik.
Menyikapi penolakan pengelola, akhirnya panitia membatalkan tablig akbar dan menggantikanya dengan acara mendengarkan dakwah yang membahas tentang kepemimpinan.
Sebelumnya, pengelola Masjid Istiqlal menegaskan masjid tidak dijadikan tempat berpolitik atau menyampaikan kepentingannya tertentu. Menurut dia, Istiqlal adalah tempat ibadah yang harus netral dari segala macam kepentingan.
"Kalau ada acara zikir, tausyiah, pengajian tidak apa-apa sudah ajukan izin. Tapi masalahnya kan berbau bau politik, itu tak boleh," ujar Kepala Bagian Protokol dan Pelayanan Wisata Masjid Istiqlal, Abu Hurairah Abdul Salam kepada Sindonews, Minggu (18/9/2016).
Terkait acara tablig akbar di Istiqlal, dia menandaskan pengelola keberatan apabila acara itu bermuatan politis. Sebaliknya, lanjut dia, pengelolal tidak keberatan apabila masyarakat datang untuk beribadah. "Kami sebagai umat Islam bukan tak mendukung acara itu, hanya mempermasalahkan masalah tempat saja. Kalau mau jangan di Istiqlal karena Istiqlal simbol pemerintah negera," tuturnya.
(dam)