Rindu Keadilan, Nelayan Marunda Ingin Pemimpin Baru di Jakarta
A
A
A
JAKARTA - Warga Nelayan, Jakarta Utara berharap DKI Jakarta dapat pemimpin baru. Pasalnya, pemerintahan saat ini suka dengan penggusuran.
"Sejak zaman Orde Baru hingga Gubernur DKI Foke (Fauzi Bowo) penggusuran dilakukan di kawasan ini. Tapi selalu memperhatikan hak-hak warga. Yang membuat kami sekarang ini panas dingin karena ada penggusuran yang dilakukan tanpa ganti rugi," kata Basuni, LMK RW 02 di Marunda, Jakarta Utara, Sabtu 27 Agustus 2016.
Kalaupun ada penggantian bagi masyarakat nelayan yang tergusur, Basuni menjelaskan, sifatnya adalah relokasi ke rumah susun.
"Persoalannya, kan tadinya rumah yang digusur itu asalnya milik pribadi, kalau dipindah ke rusun kan jadinya sewa. Terus kami ini kan masyarakat turun temurun sebagai nelayan. Jadi ya kita pahamnya nangkap ikan," katanya.
Pendapat senada juga disampaikan Ketua RW 07, Aman. Menurut dia, ketidakadilan memang amat dirasakan oleh warga Marunda.
"Sebagai contoh, menurut peraturan gubernur yang dikeluarkan pada 2014, semua rumah harus memiliki IMB. Nah bagaimana dengan rumah-rumah yang ada sejak sebelum aturan itu? Saya perkirakan hampir 95% rumah di sini tidak memiliki IMB. Oleh karenanya, kami berharap ada solusi untuk itu," paparnya.
Menanggapi kegundahan warga Marunda, Sjafrie menegaskan, bahwa pembangunan di ibu kota harus berlangsung dan hasilnya senantiasa dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat.
"Jakarta ini milik banyak orang, dengan berbagai lapisan masyarakat. Baik yang berada ataupun kurang berada. Semua lapisan masyarakat itu harus disertakan dalam pembangunan. Tidak boleh ada yang diabaikan," tandasnya.
Memang, Sjafrie mengatakan, secara harfiah takdir manusia berbeda satu dengan lainnya. Hanya saja, sambung dia, negara dalam hal ini otoritas, berkewajiban untuk memberikan perhatian dan membuka kesempatan kepada warga, khususnya warga kelas bawah.
"Termasuk pemahaman bahwa masyarakat nelayan tidak bisa diubah menjadi masyarakat bangunan. Kalau itu bisa dipahami oleh otoritas, pasti masyarakat ngggak jadi panas dingin," tutur mantan Pangdam Jaya tersebut.
Dalam kaitannya dengan itu, Sjafrie Sjamsoeddin menjelaskan, pemimpin yang baik tidak pernah akan mengorbankan warganya. Bahkan kalau perlu, kata dia, sang pemimpin itulah yang akan mengorbankan dirinya demi warga.
"Di hadapan warga nelayan, Sjafrie pun mengingatkan agar warga senantiasa menjaga kelompakan dan persatuan. Seiring itu, warga juga harus mampu menunjukkan identitasnya sebagai mahluk sosial," katanya.
Mendengar penjelasan Sjafrie tentang konsep kepemimpinan, warga pun kompak menyatakan dukungannya. Bahkan secara khusus, warga pun memanjatkan doa agar Sjafrie diberi jalan untuk bisa masuk dalam bursa pilihan kepala daerah di DKI.
"Di antara banyak calon yang ada, Pak Sjafrie adalah yang kami dukung. Karena bapak datang ke sini. Kalau kelak bapak jadi gunernur, pasti bapak ingat apa aspirasi kami," kata Suaib, tokoh pemuda di Kampung Nelayan Marunda Kepu, Jakarta Utara.
"Sejak zaman Orde Baru hingga Gubernur DKI Foke (Fauzi Bowo) penggusuran dilakukan di kawasan ini. Tapi selalu memperhatikan hak-hak warga. Yang membuat kami sekarang ini panas dingin karena ada penggusuran yang dilakukan tanpa ganti rugi," kata Basuni, LMK RW 02 di Marunda, Jakarta Utara, Sabtu 27 Agustus 2016.
Kalaupun ada penggantian bagi masyarakat nelayan yang tergusur, Basuni menjelaskan, sifatnya adalah relokasi ke rumah susun.
"Persoalannya, kan tadinya rumah yang digusur itu asalnya milik pribadi, kalau dipindah ke rusun kan jadinya sewa. Terus kami ini kan masyarakat turun temurun sebagai nelayan. Jadi ya kita pahamnya nangkap ikan," katanya.
Pendapat senada juga disampaikan Ketua RW 07, Aman. Menurut dia, ketidakadilan memang amat dirasakan oleh warga Marunda.
"Sebagai contoh, menurut peraturan gubernur yang dikeluarkan pada 2014, semua rumah harus memiliki IMB. Nah bagaimana dengan rumah-rumah yang ada sejak sebelum aturan itu? Saya perkirakan hampir 95% rumah di sini tidak memiliki IMB. Oleh karenanya, kami berharap ada solusi untuk itu," paparnya.
Menanggapi kegundahan warga Marunda, Sjafrie menegaskan, bahwa pembangunan di ibu kota harus berlangsung dan hasilnya senantiasa dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat.
"Jakarta ini milik banyak orang, dengan berbagai lapisan masyarakat. Baik yang berada ataupun kurang berada. Semua lapisan masyarakat itu harus disertakan dalam pembangunan. Tidak boleh ada yang diabaikan," tandasnya.
Memang, Sjafrie mengatakan, secara harfiah takdir manusia berbeda satu dengan lainnya. Hanya saja, sambung dia, negara dalam hal ini otoritas, berkewajiban untuk memberikan perhatian dan membuka kesempatan kepada warga, khususnya warga kelas bawah.
"Termasuk pemahaman bahwa masyarakat nelayan tidak bisa diubah menjadi masyarakat bangunan. Kalau itu bisa dipahami oleh otoritas, pasti masyarakat ngggak jadi panas dingin," tutur mantan Pangdam Jaya tersebut.
Dalam kaitannya dengan itu, Sjafrie Sjamsoeddin menjelaskan, pemimpin yang baik tidak pernah akan mengorbankan warganya. Bahkan kalau perlu, kata dia, sang pemimpin itulah yang akan mengorbankan dirinya demi warga.
"Di hadapan warga nelayan, Sjafrie pun mengingatkan agar warga senantiasa menjaga kelompakan dan persatuan. Seiring itu, warga juga harus mampu menunjukkan identitasnya sebagai mahluk sosial," katanya.
Mendengar penjelasan Sjafrie tentang konsep kepemimpinan, warga pun kompak menyatakan dukungannya. Bahkan secara khusus, warga pun memanjatkan doa agar Sjafrie diberi jalan untuk bisa masuk dalam bursa pilihan kepala daerah di DKI.
"Di antara banyak calon yang ada, Pak Sjafrie adalah yang kami dukung. Karena bapak datang ke sini. Kalau kelak bapak jadi gunernur, pasti bapak ingat apa aspirasi kami," kata Suaib, tokoh pemuda di Kampung Nelayan Marunda Kepu, Jakarta Utara.
(mhd)