Sandiaga Uno: Harga Sembako Naik karena Faktor Struktural- birokratis
A
A
A
JAKARTA - Kenaikan harga bahan pokok dan makanan selama Ramadhan hingga menjelang Idul Fitri dinilai akibat faktor struktural dan birokratis di negari ini.
Penilian ini diutarakan bakal calon Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno. Menurut Sandiaga, ada permasalahan pada sistem perdagangan produk pangan pokok dan strategis serta segenap sistem rantai nilai atau rantai pasok yang telah terbangun selama bertahun-tahun.
"Masalah tersebut diperparah dengan sistem produksi pertanian yang tidak efisien serta sistem perdagangan tertutup. Birokrasi juga jadi permasalahan serius, seharusnya sistem nilai atau tata kelola perekonomian yang menjadi tanggung jawab pemerintah menjunjung tinggi keterbukaan dan keadilan," jelas Sandiaga kepada wartawan, Jumat (17/6/2016).
Untuk diketahui saat ini harga eceran rata-rata daging sapi di pasar tradisional sampai dengan Sabtu 10 Juni 2016 masih Rp115.000. Padahal pemerintah menargetkan harga eceran daging sapi segar Rp80.000. Salah satu upaya pemerintah dalam mengatasi masalah ini adalah mengimpor daging sapi beku.
Sandiaga menyoroti masalah impor daging beku yang dilakukan pemerintah sebagai solusi jangka pendek untuk mengatasi lonjakan harga daging sapi menjelang Idul Fitri. Sandiaga menuturkan, patut dipertanyakan kebijakan pemerintah yang menunjuk 10 perusahaan baru sebagai importir tanpa melibatkan stakeholder lama yaitu Asosiasi Pengimpor Daging Sapi (APSIDI) yang telah mempunyai jaringan distribusi serta rantai pendingin.
"Perlu diingat juga konsumen daging sapi dan kebanyakan masyarakat Indonesia tidak terbiasa mengkonsumsi langsung daging beku, hal ini yang menjadi pertanyaan, apakah daging beku akan laku dipasaran atau tidak," tutur Sandiaga.
Sandiaga juga menyoroti lemahnya perencanaan oleh Pemprov DKI dan ketidakmampuan membaca perilaku suplai dan demand pasar. "Pemprov DKI harusnya lebih cepat tanggap dalam menanggulangi masalah kenaikan harga ini. Jika terus dibiarkan berlarut-larut tentu akan sangat merugikan masyarakat," ucapnya.
Sandiaga juga menepis anggapan jika kenaikan harga yang terjadi belakangan ini akibat ulah spekulan. "Berdasarkan data APPSI (Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia) faktor kenaikan harga akibat spekulan hanya 5-10%," tutupnya.
Penilian ini diutarakan bakal calon Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno. Menurut Sandiaga, ada permasalahan pada sistem perdagangan produk pangan pokok dan strategis serta segenap sistem rantai nilai atau rantai pasok yang telah terbangun selama bertahun-tahun.
"Masalah tersebut diperparah dengan sistem produksi pertanian yang tidak efisien serta sistem perdagangan tertutup. Birokrasi juga jadi permasalahan serius, seharusnya sistem nilai atau tata kelola perekonomian yang menjadi tanggung jawab pemerintah menjunjung tinggi keterbukaan dan keadilan," jelas Sandiaga kepada wartawan, Jumat (17/6/2016).
Untuk diketahui saat ini harga eceran rata-rata daging sapi di pasar tradisional sampai dengan Sabtu 10 Juni 2016 masih Rp115.000. Padahal pemerintah menargetkan harga eceran daging sapi segar Rp80.000. Salah satu upaya pemerintah dalam mengatasi masalah ini adalah mengimpor daging sapi beku.
Sandiaga menyoroti masalah impor daging beku yang dilakukan pemerintah sebagai solusi jangka pendek untuk mengatasi lonjakan harga daging sapi menjelang Idul Fitri. Sandiaga menuturkan, patut dipertanyakan kebijakan pemerintah yang menunjuk 10 perusahaan baru sebagai importir tanpa melibatkan stakeholder lama yaitu Asosiasi Pengimpor Daging Sapi (APSIDI) yang telah mempunyai jaringan distribusi serta rantai pendingin.
"Perlu diingat juga konsumen daging sapi dan kebanyakan masyarakat Indonesia tidak terbiasa mengkonsumsi langsung daging beku, hal ini yang menjadi pertanyaan, apakah daging beku akan laku dipasaran atau tidak," tutur Sandiaga.
Sandiaga juga menyoroti lemahnya perencanaan oleh Pemprov DKI dan ketidakmampuan membaca perilaku suplai dan demand pasar. "Pemprov DKI harusnya lebih cepat tanggap dalam menanggulangi masalah kenaikan harga ini. Jika terus dibiarkan berlarut-larut tentu akan sangat merugikan masyarakat," ucapnya.
Sandiaga juga menepis anggapan jika kenaikan harga yang terjadi belakangan ini akibat ulah spekulan. "Berdasarkan data APPSI (Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia) faktor kenaikan harga akibat spekulan hanya 5-10%," tutupnya.
(whb)