Sejarah dan Jejak Soekarno di Masjid Kwitang
A
A
A
SEJUMLAH masjid bersejarah di Jakarta kerap dikunjungi ribuan umat Islam dari penjuru Indonesia, tak terkecuali Masjid Al Riyadh yang biasa disebut Masjid Kwitang yang berada di Jalan Kembang IV, Kwitang, Jakarta Pusat. Tak hanya beribadah, ribuan umat Islam ini juga melakukan ziarah ke makam Habib Ali Bin Abdurachman Bin Abdullah Al Habsyi.
Menurut penuturan Ketua Dewan Kemakmuran (DKM) Masjid Kwitang, Nurdin Abdurahman, keberadaan Masjid Kwitang tak lepas dari perjuangan dakwah Habib Ali di Jakarta. Berawal hanya berupa surau dengan desain rumah panggung, kini Masjid Kwitang menjadi bangunan masjid dua lantai yang berdiri di atas lahan seluas 1.000 meter persegi.
"Jadi setelah Habib Ali menuntut ilmu di Hadralmaut, Yaman Selatan, beliau sempat berguru dengan Mufti Betawi yakni Habib Usman Bin Yahya. Ia pun membuat madrasah pertama di Jakarta dengan nama Madrasah Jamiatul Khair di Masjid Al Makmur Tanah Abang Jakarta," ujar Nurdin ketika ditemui Sindonews, beberapa waktu lalu.
Setelah mendirikan madrasah, murid Habib Ali terus bertambah. Lama kelamaan, ia berpikir membawa muridnya belajar di kediamannya di Jalan Kramat Dua, Kwitang, Jakarta Pusat. Hal inilah yang menjadi cikal bakal berdirinya Islamic Center Indonesia.
"Setiap hari muridnya terus bertambah. Bahkan beliau hanya menyisakan sedikit bagian rumahnya untuk keluarganya. Hampir 3/4 rumahnya digunakan untuk tempat belajar agama atau majelis taklim," lanjutnya.
Semakin bertambahnya murid, sekitar tahun 1938 masehi, Habib Ali membangun surau sederhana dengan bentuk seperti rumah panggung. Bangunan musala itu dinamai Al Makmur karena Habib Ali terinspirasi dari nama Masjid Al Makmur yang berada di Tanah Abang.
Jadi pada saat itu, Habib Ali memiliki majelis Taklim Unwanul Falah (di Jalan Kemenangan) dan masyarakat muslim sekitar Kwitang juga punya tempat ibadah baru bernama Masjid Al Makmur. "Tidak lama berdiri, Al Makmur mengalami musibah kebakaran," terangnya.
Butuh waktu lama bagi Habib Ali untuk membangun kembali masjid yang sudah rata dengan tanah itu. Dengan susah payah, akhirnya Masjid tersebut kembali berdiri dan diresmikan oleh Presiden pertama RI, Soekarno.
"Masjid ini diresmikan oleh Presiden Soekarno dan diubah namanya menjadi Khuwatul Ummah artinya kekuatan umat. Karena situasinya pada saat itu bangsa kita lagi menjaga kemerdekaan," terangnya.
Nama Khuwatul Ummah yang disematkan pada Masjid yang berada di Jalan Kembang IV itu pun tidak bertahan lama. Habib Ali mendapatkan perintah dari gurunya di Hadralmaut untuk mengubah nama. "Belum jelas diketahui apa alasan perubahan nama tersebut," ujarnya.
Akhirnya Masjid Khuwatul Ummah diubah menjadi Masjid Al Riyadh. Al Riyadh sendiri memiliki arti Taman. Secara harfiah, Al Riyadh berarti Taman Surga. "Taman Surga yang dimaksud di sini adalah masjid," tuturnya.
Nurdin menjelaskan, Masjid Al Riyadh hanya ada tiga di dunia. Pertama, ada di Hadralmaut, Yaman Selatan. "Dua ada di Indonesia di Kwitang sama di Kota Solo tepatnya di Pasar Kliwon," tutupnya.
Hingga kini Masjid Jami Al Riyadh masih terus digunakan sebagai tempat ibadah umat muslim sekaligus sebagai tempat menimba ilmu Agama Islam. Selain dari warga sekitar, jamaah masjid ini juga berasal dari seluruh Indonesia bahkan hingga ke mancanegara.
Menurut penuturan Ketua Dewan Kemakmuran (DKM) Masjid Kwitang, Nurdin Abdurahman, keberadaan Masjid Kwitang tak lepas dari perjuangan dakwah Habib Ali di Jakarta. Berawal hanya berupa surau dengan desain rumah panggung, kini Masjid Kwitang menjadi bangunan masjid dua lantai yang berdiri di atas lahan seluas 1.000 meter persegi.
"Jadi setelah Habib Ali menuntut ilmu di Hadralmaut, Yaman Selatan, beliau sempat berguru dengan Mufti Betawi yakni Habib Usman Bin Yahya. Ia pun membuat madrasah pertama di Jakarta dengan nama Madrasah Jamiatul Khair di Masjid Al Makmur Tanah Abang Jakarta," ujar Nurdin ketika ditemui Sindonews, beberapa waktu lalu.
Setelah mendirikan madrasah, murid Habib Ali terus bertambah. Lama kelamaan, ia berpikir membawa muridnya belajar di kediamannya di Jalan Kramat Dua, Kwitang, Jakarta Pusat. Hal inilah yang menjadi cikal bakal berdirinya Islamic Center Indonesia.
"Setiap hari muridnya terus bertambah. Bahkan beliau hanya menyisakan sedikit bagian rumahnya untuk keluarganya. Hampir 3/4 rumahnya digunakan untuk tempat belajar agama atau majelis taklim," lanjutnya.
Semakin bertambahnya murid, sekitar tahun 1938 masehi, Habib Ali membangun surau sederhana dengan bentuk seperti rumah panggung. Bangunan musala itu dinamai Al Makmur karena Habib Ali terinspirasi dari nama Masjid Al Makmur yang berada di Tanah Abang.
Jadi pada saat itu, Habib Ali memiliki majelis Taklim Unwanul Falah (di Jalan Kemenangan) dan masyarakat muslim sekitar Kwitang juga punya tempat ibadah baru bernama Masjid Al Makmur. "Tidak lama berdiri, Al Makmur mengalami musibah kebakaran," terangnya.
Butuh waktu lama bagi Habib Ali untuk membangun kembali masjid yang sudah rata dengan tanah itu. Dengan susah payah, akhirnya Masjid tersebut kembali berdiri dan diresmikan oleh Presiden pertama RI, Soekarno.
"Masjid ini diresmikan oleh Presiden Soekarno dan diubah namanya menjadi Khuwatul Ummah artinya kekuatan umat. Karena situasinya pada saat itu bangsa kita lagi menjaga kemerdekaan," terangnya.
Nama Khuwatul Ummah yang disematkan pada Masjid yang berada di Jalan Kembang IV itu pun tidak bertahan lama. Habib Ali mendapatkan perintah dari gurunya di Hadralmaut untuk mengubah nama. "Belum jelas diketahui apa alasan perubahan nama tersebut," ujarnya.
Akhirnya Masjid Khuwatul Ummah diubah menjadi Masjid Al Riyadh. Al Riyadh sendiri memiliki arti Taman. Secara harfiah, Al Riyadh berarti Taman Surga. "Taman Surga yang dimaksud di sini adalah masjid," tuturnya.
Nurdin menjelaskan, Masjid Al Riyadh hanya ada tiga di dunia. Pertama, ada di Hadralmaut, Yaman Selatan. "Dua ada di Indonesia di Kwitang sama di Kota Solo tepatnya di Pasar Kliwon," tutupnya.
Hingga kini Masjid Jami Al Riyadh masih terus digunakan sebagai tempat ibadah umat muslim sekaligus sebagai tempat menimba ilmu Agama Islam. Selain dari warga sekitar, jamaah masjid ini juga berasal dari seluruh Indonesia bahkan hingga ke mancanegara.
(ysw)