Pengamat Sebut Ahok Gagal Paham Soal Posisi RT/RW
A
A
A
JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dinilai belum paham soal posisi pengurus RT/RW. Ahok pun diharapkan tidak sewenang dengan pengurus RT/RW karena mereka bekerja sukarela bukan karena tidak memiliki pekerjaan tetap.
Pengamat perkotaan dan dan kebijakan publik Nirwono Joga mengatakan, Ahok sepertinya belum paham posisi RT/RW yang dipilih oleh warga di lingkungan masing-masing. Para RT/RW ini bekerja secara sukarela dan bukan karena tidak memiliki pekerjaan tetap alias pengangguran.
Menurut Nirwono, kedatangan pengurus RT/RT belum lama ini ke DPRD DKI guna melaporkan kebijakan Ahok terkait kewajiban laporan melalui Qlue sangat wajar. Para RT/RW memprotes besaran nominal yang diterima ketika membuat laporan kepada Gubernur dan upah Rp10.000/ laporan.
Tujuan Ahok, lanjut Nirwono, sebenarnya sangat baik untuk memonitor kinerja lurah dan camat lewat RT/RW dengan aplikasi Qlue. Namun jika dengan cara seperti ini yang ada malah menjadi bumerang.
"Diakui anggaran DKI untuk RT RW banyak. Pak Gubernur juga mesti melihat pertanggung jawabannya tadi. Namun komunikasinya kurang baik. Alhasil ini bisa berbalik kepada gubernur sendiri," tambahnya.
Berdasarkan hal tersebut, lanjut Joga, perlu adanya pendataan seberapa banyak ketua RT/RW yang bekerja sukarela dan mana yang benar-benar berorientasi kepada uang semata. Ahok diminta terjun langsung melihat kondisi pengurus RT/RW di Jakarta.
Selama ini Ahok mengira pengurus RT/RW itu masih muda dan sudah tidak gagap teknologi."Tidak seperti itu, masih ada ketua RT/RW yang gaptek. Misalnya saja ketua RT saya di Lebak Bulus, beliau wanita dan sudah berumur lebih dari 65 tahun. Apa bisa dipaksa pakai smartphone? apakah masih bisa diberitahukan cara menggunakan qlue?" tanya Joga.
Nirwono berharap pemerintah tidak sewenang-wenang terhadap ketua RT RW. Sebagai pemimpin mestinya Ahok bisa memotivasi para RT RW agar bekerja lebih maksimal meskipun tanpa adanya upah.
"Ini kan Pak Ahok malah bilang yang tidak nurut akan dipecat. Mereka kan bukan PNS DKI. Hal ini akan menjadi bumerang sendiri," tutupnya.
Pengamat perkotaan dan dan kebijakan publik Nirwono Joga mengatakan, Ahok sepertinya belum paham posisi RT/RW yang dipilih oleh warga di lingkungan masing-masing. Para RT/RW ini bekerja secara sukarela dan bukan karena tidak memiliki pekerjaan tetap alias pengangguran.
Menurut Nirwono, kedatangan pengurus RT/RT belum lama ini ke DPRD DKI guna melaporkan kebijakan Ahok terkait kewajiban laporan melalui Qlue sangat wajar. Para RT/RW memprotes besaran nominal yang diterima ketika membuat laporan kepada Gubernur dan upah Rp10.000/ laporan.
Tujuan Ahok, lanjut Nirwono, sebenarnya sangat baik untuk memonitor kinerja lurah dan camat lewat RT/RW dengan aplikasi Qlue. Namun jika dengan cara seperti ini yang ada malah menjadi bumerang.
"Diakui anggaran DKI untuk RT RW banyak. Pak Gubernur juga mesti melihat pertanggung jawabannya tadi. Namun komunikasinya kurang baik. Alhasil ini bisa berbalik kepada gubernur sendiri," tambahnya.
Berdasarkan hal tersebut, lanjut Joga, perlu adanya pendataan seberapa banyak ketua RT/RW yang bekerja sukarela dan mana yang benar-benar berorientasi kepada uang semata. Ahok diminta terjun langsung melihat kondisi pengurus RT/RW di Jakarta.
Selama ini Ahok mengira pengurus RT/RW itu masih muda dan sudah tidak gagap teknologi."Tidak seperti itu, masih ada ketua RT/RW yang gaptek. Misalnya saja ketua RT saya di Lebak Bulus, beliau wanita dan sudah berumur lebih dari 65 tahun. Apa bisa dipaksa pakai smartphone? apakah masih bisa diberitahukan cara menggunakan qlue?" tanya Joga.
Nirwono berharap pemerintah tidak sewenang-wenang terhadap ketua RT RW. Sebagai pemimpin mestinya Ahok bisa memotivasi para RT RW agar bekerja lebih maksimal meskipun tanpa adanya upah.
"Ini kan Pak Ahok malah bilang yang tidak nurut akan dipecat. Mereka kan bukan PNS DKI. Hal ini akan menjadi bumerang sendiri," tutupnya.
(whb)