Pilgub DKI, Kang Yoto Ibaratkan Diri Sebagai Kuda
A
A
A
BOJONEGORO - Diusung oleh PAN untuk maju dalam Pilgub DKI 2017, Bupati Bojonegoro, Jawa Timur, Suyoto mengibaratkan sebagai pedati atau koki.
"Pilkada itu ibarat kuda sedang menarik pedati," kata Kang Yoto, sapaan akrab Suyoto pada wartawan saat menjadi pembicara dalam Rakernas Majelis Pendidikan Kader Muhammadiyah di Yogyakarta, Sabtu (30/4/2016).
"Kalau anda jadi kuda, pertama, anda harus siap dalam pertarungan itu. Kalau anda betul-betul bisa bertarung, anda harus jalani. Itu kalau analog pertarungan pedati," imbuhnya.
Begitu juga komponen dalam Pilkada yang selama ini terjadi. Mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Gresik itu juga menganalogikan pilkada ibarat juru masak dalam membuat dan menyajikan makanan untuk orang lain.
"Kalau analoginya demokrasi seperti makan, maka anda jadi politisi begitu disebut sebagai koki, anda harus bersedia memberikan sajian yang kira-kira menarik buat rakyat. Sepenuhnya nanti rakyat akan menilai, membeli atau menolaknya," katanya.
Bapak tiga anak itu mengibaratkan dirinya sebagai kuda maupun koki dalam konteks Pilkada DKI Jakarta. Kang Yoto yang sempat menjabat Ketua DPW PAN Jatim itu bersedia jika didaulat bertarung dalam Pilkada Ibu Kota Jakarta.
"Saya ini ibarat kuda, ibarat koki. Saya pasti bersedia (maju jadi kandidat,red), tapi semua kembali berpulang kepada rakyat. Dan itu akan dilihat dari survey elektabilitas," imbuh pria yang juga pernah menjabat ssbagai Ketua Fraksi PAN DPRD Jatim itu.
Kedua, lanjut Kang Yoto, apakah nanti dapat kendaran politik atau tidak. Sebab, PAN DKI Jakarta hanya memiliki dua kursi. Otomatis, tak bisa mengusung calon tanpa koalisi dengan partai lain.
"PAN cuma dua disana, kecil sekali, tapi saya yakin partai akan mendengar suara rakyat. Kalau misal rakyat itu menerima saya dan mendukung saya, saya yakin partai akan mengapresiasi rakyat, bukan mengapresiasi saya," imbuh Wakil Ketua DPP PAN ini.
Ketiga, partisipasi dukungan untuk proses pemenangan. Hal itu mutlak dilakukan supaya meraih kemenangan dalam proses Pilkada. Begitu juga dalam pengalamannya memenangkan Pilkada Bojonegoro saat melawan petahta.
"Jadi, kalau dilihat dari sisi saya, saya sudah selesai, bersedia, siap. Tapi nanti kita lihat, laku atau tidak (di masyarakat Jakarta,red)," jelasnya.
Saat disinggung apakah tidak berat melawan incambent Ahok ? Kang Yoto mengakuinya. Namun, dia menyampaikan bukan menjadi kendala jika diberi amanat dari rakyat.
"Saya sudah biasa memulai pertarungan mulai dari nol. Jadi sebenarnya dalam politik itu tidak ada yang mudah, semuanya berat. Tapi itulah hidup politisi, mengambil yang berat-berat itu," pungkasnya.
"Pilkada itu ibarat kuda sedang menarik pedati," kata Kang Yoto, sapaan akrab Suyoto pada wartawan saat menjadi pembicara dalam Rakernas Majelis Pendidikan Kader Muhammadiyah di Yogyakarta, Sabtu (30/4/2016).
"Kalau anda jadi kuda, pertama, anda harus siap dalam pertarungan itu. Kalau anda betul-betul bisa bertarung, anda harus jalani. Itu kalau analog pertarungan pedati," imbuhnya.
Begitu juga komponen dalam Pilkada yang selama ini terjadi. Mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Gresik itu juga menganalogikan pilkada ibarat juru masak dalam membuat dan menyajikan makanan untuk orang lain.
"Kalau analoginya demokrasi seperti makan, maka anda jadi politisi begitu disebut sebagai koki, anda harus bersedia memberikan sajian yang kira-kira menarik buat rakyat. Sepenuhnya nanti rakyat akan menilai, membeli atau menolaknya," katanya.
Bapak tiga anak itu mengibaratkan dirinya sebagai kuda maupun koki dalam konteks Pilkada DKI Jakarta. Kang Yoto yang sempat menjabat Ketua DPW PAN Jatim itu bersedia jika didaulat bertarung dalam Pilkada Ibu Kota Jakarta.
"Saya ini ibarat kuda, ibarat koki. Saya pasti bersedia (maju jadi kandidat,red), tapi semua kembali berpulang kepada rakyat. Dan itu akan dilihat dari survey elektabilitas," imbuh pria yang juga pernah menjabat ssbagai Ketua Fraksi PAN DPRD Jatim itu.
Kedua, lanjut Kang Yoto, apakah nanti dapat kendaran politik atau tidak. Sebab, PAN DKI Jakarta hanya memiliki dua kursi. Otomatis, tak bisa mengusung calon tanpa koalisi dengan partai lain.
"PAN cuma dua disana, kecil sekali, tapi saya yakin partai akan mendengar suara rakyat. Kalau misal rakyat itu menerima saya dan mendukung saya, saya yakin partai akan mengapresiasi rakyat, bukan mengapresiasi saya," imbuh Wakil Ketua DPP PAN ini.
Ketiga, partisipasi dukungan untuk proses pemenangan. Hal itu mutlak dilakukan supaya meraih kemenangan dalam proses Pilkada. Begitu juga dalam pengalamannya memenangkan Pilkada Bojonegoro saat melawan petahta.
"Jadi, kalau dilihat dari sisi saya, saya sudah selesai, bersedia, siap. Tapi nanti kita lihat, laku atau tidak (di masyarakat Jakarta,red)," jelasnya.
Saat disinggung apakah tidak berat melawan incambent Ahok ? Kang Yoto mengakuinya. Namun, dia menyampaikan bukan menjadi kendala jika diberi amanat dari rakyat.
"Saya sudah biasa memulai pertarungan mulai dari nol. Jadi sebenarnya dalam politik itu tidak ada yang mudah, semuanya berat. Tapi itulah hidup politisi, mengambil yang berat-berat itu," pungkasnya.
(ysw)