Kasus Suap Reklamasi Terbongkar, Elektabilitas Ahok Dinilai Anjlok
A
A
A
JAKARTA - Elektabilitas Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) diperkirakan mulai menurun. Kasus suap reklamasi yang melibatkan pejabat DPRD DKI dinilai mempengaruhi elektabilitas Ahok.
Pengamat politik Universitas Pelita Harapan Emrus Sihombing mengatakan, secara teoritis, elektabilitas Ahok dalam Pilgub DKI 2017 menurun. Sebab, persoalan reklamasi mau tidak mau melibatkan nama Ahok sebagai pemberi izin pelaksana.
Kendati demikian, lanjut Emrus, saat ini belum ada lembaga survei yang mengeluarkan survei perihal penurunan elektabilitas Ahok. Terpenting, apabila nantinya ada, lembaga survei tersebut harus menunjukan dan menjelaskan metode penleitian yang digunakannya.
"Metaminingnya terlihat, persepsi publik melihat pemerintah berpijak pada kepentingan pengusaha bukan masyarakat. Beda halnya apabila perosalan Teluk Jakarta utara tidak terungkap seperti ini," kata Emrus Sihombing seperti dikutip Okezone, Senin (18/4/2016).
Emrus menjelaskan, elektabilitas calon kepala daerah dari hasil survei sebenarnya tidak mewakilkan suara warga DKI secara menyeluruh. Apalagi kantong yang disurvei bukanlah kantong-kantong pemukiman padat yang menjadi cermin warga DKI Jakarta.
"Pemimpin DKI itu harus membela warga menengah ke bawah, bukan menengah keatas. Apabila mendapat musibah, warga kecil yang paling depan, warga menengah ke atas pasti langsung pergi menyelamatkan diri. Pembangunan itu untuk manusia, bukan manusia untuk pembangunan," ujarnya.
Pengamat politik Universitas Pelita Harapan Emrus Sihombing mengatakan, secara teoritis, elektabilitas Ahok dalam Pilgub DKI 2017 menurun. Sebab, persoalan reklamasi mau tidak mau melibatkan nama Ahok sebagai pemberi izin pelaksana.
Kendati demikian, lanjut Emrus, saat ini belum ada lembaga survei yang mengeluarkan survei perihal penurunan elektabilitas Ahok. Terpenting, apabila nantinya ada, lembaga survei tersebut harus menunjukan dan menjelaskan metode penleitian yang digunakannya.
"Metaminingnya terlihat, persepsi publik melihat pemerintah berpijak pada kepentingan pengusaha bukan masyarakat. Beda halnya apabila perosalan Teluk Jakarta utara tidak terungkap seperti ini," kata Emrus Sihombing seperti dikutip Okezone, Senin (18/4/2016).
Emrus menjelaskan, elektabilitas calon kepala daerah dari hasil survei sebenarnya tidak mewakilkan suara warga DKI secara menyeluruh. Apalagi kantong yang disurvei bukanlah kantong-kantong pemukiman padat yang menjadi cermin warga DKI Jakarta.
"Pemimpin DKI itu harus membela warga menengah ke bawah, bukan menengah keatas. Apabila mendapat musibah, warga kecil yang paling depan, warga menengah ke atas pasti langsung pergi menyelamatkan diri. Pembangunan itu untuk manusia, bukan manusia untuk pembangunan," ujarnya.
(whb)