DPRD DKI Sarankan Pemprov Pertahankan PMP
A
A
A
JAKARTA - DPRD DKI menyarankan agar Pemprov bisa mempertahankan Penyertaan Modal Pemerintah (PMP) terhadap enam Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang dicoret Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri). Sebab, total PMP enam BUMD sekitar Rp5 Triliun tidak mungkin dialokasikan pada kegiatan lain.
Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta, Mohammad Sanusi yang juga menjadi anggota Badan Anggaran mengatakan, sejak dibahas dalam Banggar, pihaknya sudah seringkali menanyakan kajian analisis independent seperti yang tertera dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No 53 Tahun 2014.
Bahkan, kata Sanusi, diujung pembahasan sebelum diparipurnakan pihaknya kembali menanyakan. Sayangnya, Sekertaris Daerah (Saefullah) dan Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), Heru Budihartono hanya menyertakan satu kajian analisis independen terhadap BUMD PT Mass Rapid Transit (MRT). Sementara, kajian analisis independen BUMD lainnya hanya dinyatakan sudah ada tetapi tidak ditunjukan ke Banggar.
"Dalam pemberian PMP syarat utamanya harus ada kajian analisis inependen terhadap bisnisnya. Kalau itu ada, induk perda yang diminta Kemendagri pasti dilampirkan. Dengan sisa waktu, tidak mungkin kegiatan BUMD dengan total hampir Rp5 triliun dialokasikan ke perangkat daerah," kata Mohammad Sanusi saat menghadiri deklarasi Gerakan Kebersihan dan Keindahan Kali Sentiong sebagai bentuk kepedulian terhadap lingkungan di Kemayoran, Jakarta Pusat, Minggu (10/1/2016).
Sanusi menuturkan, selama ini dalam pembahasan Banggar memang tidak pernah ada kajian analisis independen yang menjadi syarat pemberian PMP terhadap BUMD. Akibatnya, keuntungan BUMD yang diberikan saham berupa PMP tidak pernah terpublikasi. Terlebih BUMD itu kerap menjadi ajang pembajakan anggaran lantaran pengawasannya hanya ada di kepala daerah.
Sanusi pun menyarankan agar Pemprov DKI segera membahas APBD hasil evaluasi Kemendagri dengan melampirkan hasil kajian analisis independen terhadap bisnisnya ke dalam Banggar. Sebab, untuk melampirkan induk peraturan Daerah (Perda) yang diminta Kemendagri agar PMP disetujui, harus terlebih dahulu ada kajian analisis independen bisnisnya.
"Ini harus dipertahankan, tidak mungkin dialokasikan ke kegiatan perangkat daerah lain. Butuh waktu cukup lama lagi. Kalau tidak, masyarakat akan kembali rugi. Banyak kegiatan pembangunan didalam enam BUMD yang dievaluasi oleh Kemendagri," ujarnya.
Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta, Mohammad Sanusi yang juga menjadi anggota Badan Anggaran mengatakan, sejak dibahas dalam Banggar, pihaknya sudah seringkali menanyakan kajian analisis independent seperti yang tertera dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No 53 Tahun 2014.
Bahkan, kata Sanusi, diujung pembahasan sebelum diparipurnakan pihaknya kembali menanyakan. Sayangnya, Sekertaris Daerah (Saefullah) dan Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), Heru Budihartono hanya menyertakan satu kajian analisis independen terhadap BUMD PT Mass Rapid Transit (MRT). Sementara, kajian analisis independen BUMD lainnya hanya dinyatakan sudah ada tetapi tidak ditunjukan ke Banggar.
"Dalam pemberian PMP syarat utamanya harus ada kajian analisis inependen terhadap bisnisnya. Kalau itu ada, induk perda yang diminta Kemendagri pasti dilampirkan. Dengan sisa waktu, tidak mungkin kegiatan BUMD dengan total hampir Rp5 triliun dialokasikan ke perangkat daerah," kata Mohammad Sanusi saat menghadiri deklarasi Gerakan Kebersihan dan Keindahan Kali Sentiong sebagai bentuk kepedulian terhadap lingkungan di Kemayoran, Jakarta Pusat, Minggu (10/1/2016).
Sanusi menuturkan, selama ini dalam pembahasan Banggar memang tidak pernah ada kajian analisis independen yang menjadi syarat pemberian PMP terhadap BUMD. Akibatnya, keuntungan BUMD yang diberikan saham berupa PMP tidak pernah terpublikasi. Terlebih BUMD itu kerap menjadi ajang pembajakan anggaran lantaran pengawasannya hanya ada di kepala daerah.
Sanusi pun menyarankan agar Pemprov DKI segera membahas APBD hasil evaluasi Kemendagri dengan melampirkan hasil kajian analisis independen terhadap bisnisnya ke dalam Banggar. Sebab, untuk melampirkan induk peraturan Daerah (Perda) yang diminta Kemendagri agar PMP disetujui, harus terlebih dahulu ada kajian analisis independen bisnisnya.
"Ini harus dipertahankan, tidak mungkin dialokasikan ke kegiatan perangkat daerah lain. Butuh waktu cukup lama lagi. Kalau tidak, masyarakat akan kembali rugi. Banyak kegiatan pembangunan didalam enam BUMD yang dievaluasi oleh Kemendagri," ujarnya.
(ysw)